Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Terkini

Tolak Revisi UU KPK, Yasonna Laoly Ternyata Pernah Diperiksa Kasus E-KTP hingga Disebut Pembohong

Yasonna Laoly sewaktu menjabat Menteri Hukum dan HAM, pernah diperiksa penyidik KPK dalam kasus korupsi e-KTP

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Kolase Tribun Manado/Foto: Istimewa
Yasonna Laoly Pernah Diperiksa Kasus E-KTP 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Yasonna H Laoly resmi mengajukan permohonan pengunduran diri dari jabatan Menteri Hukum dan Ham.

Yasonna mundur di tengah kontroversi sejumlah rancangan undang-undang yang bermasalah.

Salah satunya adalah revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Meski sudah disahkan menjadi UU dalam rapat paripurna 17 September, protes dan penolakan terus disuarakan masyarakat.

UU KPK hasil revisi ramai-ramai ditolak karena disusun secara terburu-buru tanpa melibatkan masyarakat dan unsur pimpinan KPK.

Isi UU KPK yang baru juga dinilai mengandung banyak pasal yang dapat melemahkan kerja lembaga antikorupsi itu.

Baca: Presiden Jokowi Didesak Keluarkan Perpu KPK, Berikut Syarat-syarat yang Harus Dipenuhi

Baca: Menkumham Yasonna Laoly Mengundurkan Diri setelah Presiden Jokowi Terbitkan Perppu Pembatalan UU KPK

Baca: Dua Alasan Kenapa Presiden Jokowi Menolak Batalkan UU KPK Hasil Revisi DPR RI

Yasonna sempat menegaskan, Presiden tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang ( perppu) untuk mencabut UU KPK.

Presiden, kata Yasonna, meminta penolak UU KPK untuk mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.

"Kan sudah saya bilang, sudah Presiden bilang, gunakan mekanisme konstitusional. Lewat MK dong. Masa kita main paksa-paksa, sudahlah," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9/2019).

Yasonna menilai tak ada kegentingan yang memaksa sebagai syarat bagi Presiden untuk menerbitkan perppu.

Ia menilai demo mahasiswa yang berujung bentrokan dengan aparat di berbagai daerah juga tidak cukup untuk menjadi alasan mencabut UU KPK.

"Enggaklah. Bukan apa, jangan dibiasakan, Irman Putra Sidin (pakar hukum) juga mengatakan janganlah membiasakan cara-cara begitu. Cara itu mendelegitimasi lembaga negara. Seolah-olah enggak percaya kepada MK," kata dia.

Namun, sehari setelahnya Jokowi mengaku mempertimbangkan untuk menerbitkan perppu.

Hal itu disampaikan Jokowi seusai bertemu puluhan tokoh di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (26/9/2019).

"Berkaitan dengan UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR, banyak sekali masukan yang diberikan kepada kami, utamanya masukan itu berupa perppu. Tentu saja ini kami hitung, kalkulasi, dan nanti setelah itu akan kami putuskan dan sampaikan kepada senior-senior yang hadir pada sore hari ini," kata Jokowi didampingi para tokoh yang hadir.

Beberapa tokoh itu di antaranya mantan pimpinan KPK Erry Riyana Hardjapamekas, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, serta pakar hukum tata negara Feri Amsari dan Bivitri Susanti.

"Akan kami kalkulasi, kami hitung, pertimbangkan, terutama dari sisi politiknya," ujar Jokowi.

Keesokan paginya, Jumat (27/9/2019), Yasonna menghadap Jokowi bersama sejumlah menteri lain.

BERITA TERPOPULER: FAKTA TERUNGKAP: Sikap Ahok yang Keras Ternyata Cerminkan Kekesalan Terhadap Pencuri Uang Negara

BERITA TERPOPULER: Dalang Rusuh Papua Datangi Sidang Umum PBB, PM Australia Beralih, Mabes Polri Antisipasi 1 Desember

BERITA TERPOPULER: Kemungkinan Ahok dan Puput Cerai Diungkap Sosok Ini : Mereka Bisa Berpisah Gara-gara 2 Kata

Namun, Yasonna mengaku tidak tahu isi pertemuan itu dengan alasan ia datang terlambat.

Yasonna pun enggan berkomentar saat ditanya kemungkinan Jokowi menerbitkan Perppu KPK.

"Enggak tahu, saya terlambat tadi. Tanya Pak Presiden saja," kata dia.

Pada hari itu juga, Yasonna mengirimkan surat pengunduran dirinya ke Presiden.

Diperiksa KPK Kasus E-KTP

Yasonna Laoly sewaktu menjabat Menteri Hukum dan HAM, pernah diperiksa penyidik KPK dalam kasus korupsi e-KTP.

Yasonna diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Markus Nari.

Yasonna sendiri saat diperiksa  mengatakan tidak banyak pertanyaan baru dalam pemeriksaan kali ini.

"Enggak ada yang beda," ujar Yasonna di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan

Menurut Yasonna perbedaan dalam pemeriksaan kali ini adalah soal hubungannya dengan Markus.

Ia dikonfirmasi apakah mengenal Markus. Ia juga dikonfirmasi soal risalah rapat ketika masih aktif di Komisi II bersama Markus. Ia menganggap pemeriksaan ini sebagai hal yang wajar.

"Biasalah, sama saja kan harus dikonfirmasi," kata Yasonna.

Diketahui sebelumnya, Markus Nari merupakan tersangka kedelapan dalam kasus e-KTP ini. Markus telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus e-KTP sejak 2017 silam.

Sementara itu, KPK menahan Markus pada Senin (1/4/2019) malam.

Dalam kasus ini, ia diduga berperan dalam memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran e-KTP.

Pada tahun 2012, saat itu dilakukan proses pembahas anggaran untuk perpanjangan proyek e-KTP sekitar Rp 1,4 triliun.

Markus diduga meminta uang kepada Irman, pejabat Kemendagri saat itu. Markus diduga meminta uang kepada Irman sebanyak Rp 5 miliar. Sebagai realisasi permintaan tersebut, ia diduga telah menerima sekitar Rp 4 miliar.

Di sisi lain, Markus terjerat dalam perkara menghalangi proses hukum kasus korupsi e-KTP.

Disebut Pembohong oleh KPK

Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menyebut Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly telah berbohong.

Hal itu terkait soal janji Yasonna Laoly mempertemukan KPK dengan DPR, untuk membahas revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.

"Pak Laoly berjanji akan mengundang KPK saat pembahasan di DPR, tapi Pak Laoly juga tidak memenuhi janji tersebut," ujar Laode M Syarif kepada wartawan, Rabu (18/9/2019).

Laode M Syarif juga menyebut Yasonna Laoly berbohong telah berdiskusi dengan Ketua KPK Agus Rahardjo dan dirinya, terkait pembahasan revisi UU KPK di Kemenkumham pada 12 September 2019.

"Pak Laoly tidak perlu membuat narasi baru dan mengaburkan fakta yang sebenarnya. Saya yakin beliau ber-Tuhan, jadi sebaiknya jujur saja," kata Laode M Syarif.

Yasonna Laoly sebelumnya mengaku sudah berdiskusi dengan Agus Rahardjo dan Laode M Syarif, dan membantah KPK tidak pernah dilibatkan dalam revisi UU 30/2002.

"Adalah benar, saya dan Pak Agus Rahardjo ditemani Pak Pahala Nainggolan dan Pak Rasamala Aritonang (Biro Hukum), pergi menemui Pak Laoly. Untuk meminta DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang disampaikan pemerintah kepada DPR, tapi Pak Laoly tidak memberikan DIM tersebut kepada kami," ungkap Laode M Syarif.

Laode M Syarif mengatakan, dia sudah meminta Yasonna Laoly untuk membahas DIM tersebut dengan KPK, sebelum pemerintah mengambil sikap akhir.

Laode menegaskan, detail DIM tidak pernah dibahas bersama KPK.

"Dalam pertemuan yang berlangsung sekitar 10 menitan tersebut, Pak Laoly juga mengatakan bahwa konsultasi publik tidak dibutuhkan lagi. Karena pemerintah telah mendapatkan masukan yang cukup," beber Laode. (*)

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved