Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kebakaran Hutan dan Lahan

Begini Proses Pembuatan Hujan Buatan untuk Atasi Kebakaran Hutan, Gunakan 2,4 Ton Garam Per Harinya

Sebanyak 2,4 ton garam setiap harinya di semai di beberapa titik di langit Provinsi Riau untuk membuat hujan buatan bila cuaca mendukung.

(TRIBUN PEKANBARU/Theo Rizky)
Tim Satgas penanganan kebakaran hutan dan lahan mempersiapkan garam untuk disemai di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Jumat (3/7/2015). Sebanyak 2,4 ton garam setiap harinya di semai di beberapa titik di langit Provinsi Riau untuk membuat hujan buatan bila cuaca mendukung. Hal ini dilakukan hingga bulan Oktober mendatang untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Untuk mengatasi kebakaran hutan, pemerintah akan membuat hujan buatan. Inilah proses terjadinya.

Kebakaran hutan dan lahan terjadi di sejumlah wilayah Indonesia.

Tim Satgas penanganan kebakaran hutan dan lahan mempersiapkan garam untuk disemai di Lanud Roesmin Nurjadin, Pekanbaru, Jumat (3/7/2015).

Sebanyak 2,4 ton garam setiap harinya di semai di beberapa titik di langit Provinsi Riau untuk membuat hujan buatan bila cuaca mendukung.

Hal ini dilakukan hingga bulan Oktober mendatang untuk menanggulangi kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau.

Hingga Senin (16/9/2019), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menemukan, ada 2.862 titik api di seluruh Indonesia.

Dikutip dari Kompas.com, berdasarkan data terakhir dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), terdeteksi asap di wilayah Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat.

Pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya berada pada level berbahaya, Minggu (15/9/2019).
Pencemaran udara akibat kebakaran hutan dan lahan di Kota Palangkaraya berada pada level berbahaya, Minggu (15/9/2019). (Istimewa)

Kemudian, di Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Semenanjung Malaysia, Serawak Malaysia, dan Singapura.

Dampak kebakaran hutan dan lahan pun semakin meluas sebab masih banyak titik api yang belum berhasil dipadamkan.

Hal ini membuat pemerintah terutama lembaga terkait untuk membuat hujan buatan untuk mengatasi kebakaran hutan dan lahan.

Di antaranya Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Lewat akun Twitter resminya, BPPT mengatakan, sedang melakukan penyemaian awan setiap hari di Riau dan Sumatera Selatan untuk mengatasi hutan dan lahan.

Sementara itu, BPPT juga akan memulai membuat hujan buatan untuk wilayah Kalimantan.

Lantas, bagaimana proses pembuatan hujan buatan?

Mengutip dari situs resmi BPPT, hujan buatan sebenarnya hanya untuk memberikan rangsangan ke dalam awan.

Untuk memberikan rangsangan tersebut, sejumlah bahan untuk membuat hujan buatan akan diantarkan ke awan menggunakan pesawat terbang.

Bahan atau zat kimia yang biasanya dipakai membuat hujan buatan adalah garam dapur (NaCl).

Rangsangan itu diberikan agar proses yang terjadi di awan lebih cepat bila dibandingkan dengan proses alami.

Teknologi hujan buatan tersebut merupakan hasil campur tangan alias intervensi manusia terhadap proses cuaca yang terjadi di atmosfer.

Dengan demikian, terjadilah penumpukan penggabungan butir-butir air di dalam awan, lantas turun menjadi hujan.

Sebelum dilakukan proses hujan buatan, ada beberapa hal yang dipersiapkan, yaitu persiapan koordinasi dan teknis.

Baca: Dampak Kebakaran Hutan di Kalteng dan Riau, Petugas Temukan Ular Piton, Harimau, hingga King Kobra

Baca: Video Dewasa Mama Muda Lagi Viral, Berdurasi Lebih 3 Menit Beredar Lewat WA, Kini Nasibnya Begini

Baca: 3 Menteri Jokowi Pamitan dan Minta Maaf Jelang Berakhirnya Masa Jabatan

FOLLOW FACEBOOK TRIBUN MANADO

Persiapan teknis terdiri dari memodifikasi pesawat yang akan digunakan untuk membuat hujan, mendatangkan pesawat ke lokasi, menyiapkan SDM, dan menyiapkan bahan untuk merangsang awan.

Soal bahan, lanjut situs BPPT, ukurannya harus sehalus 30 micron.

Bahan tersebut nantinya berguna sebagai pengumpul uap air yang ada di awan.

Setelah terkumpul dan membesar akan terjadi pergolakan mencapai ukuran 1 mili kemudian akan jatuh menjadi hujan.

Namun, proses terjadinya hujan buatan ini tidak lepas dari ketersediaan yang diberikan alam.

Jika awannya banyak, maka rangsangan yang diberikan pun lebih banyak sehingga akan hujan yang lebih banyak dan deras.

Begitu juga sebaliknya.

Sementara itu, dikutip dari Kompas.com, pemerintah menyiagakan tiga pesawat untuk membuat hujan buatan untuk mengantisipasi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Riau, Sumatera.

Demikian dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB, Agus Wibowo melalui keterangan tertulis, Minggu (15/9/2019).

Persawat pertama, Cassa 212-200 dengan kapasitas 1 ton telah dioperasikan di Riau sejak Februari 2019.

Kemudian, pemerintah mendatangkan pesawat CN 295 berkapasitas 2,4 ton yang sudah berada di Pekanbaru.

Pemerintah juga mendatangkan satu unit pesawat Hercules dengan kapasitas 5 ton yang rencananya sampai di Pekanbaru, Senin (16/9/2019).

Agus menyampaikan, operasi tersebut sangat tergantung keberadaan awan yang berpotensial hujan.

Baca: Daftar Nama Anggota Pansus Pemindahan Ibu Kota, Hasil Paripurna DPR: F-Demokrat Belum Sodorkan Nama

Baca: Sosok Ilona Gadis Polandia di Masa Lalu, hingga Beruntungnya BJ Habibie Jatuh Cinta Pada Hasri Ainun

Baca: WHO: Setiap 40 Detik 1 Orang Bunuh Diri, Begini Cara Berbicara Kepada Orang yang Ingin Bunuh Diri

FOLLOW INSTAGRAM TRIBUN MANADO

Jika awan tersebut terdeteksi, pesawat akan diterbangkan dan mengeluarkan bahan semai di atas awan untuk menciptakan hujan buatan.

"Saat pesawat terbang sampai di awan yang potensial hujan maka petugas membuka keran dan garam akan keluar melalui pipa untuk menaburi awan dengan garam."

"Bahan semai garam NaCl akan mengikat butiran-butiran air dalam awan, kemudian menggumpal menjadi berat dan akhirnya jatuh menjadi hujan," tutur dia.

Untuk saat ini, tim di lapangan masih menunggu keberadaan awan potensial dalam jumlah cukup banyak.

"Tim masih menunggu sampai pertumbuhan awan potensial cukup banyak dan kemudian dilakukan operasi TMC," kata Agus.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Baca: VIRAL FOTO Ular Raksasa Mirip Anakonda Terpanggang, Disebut Mati saat Kebakaran Hutan di Kalimantan

Baca: Final Vietnam Open 2019 - China Juara Umum, Indonesia Kebagian 1 Gelar

Baca: Tanda-tanda Obsessive Compulsive Disorder, Termasuk Melakukan Sesuatu Secara Berulang-ulang

Subscribe YouTube Channel Tribun Manado:

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved