Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Terkini

Melihat Alasan Gus Dur Perbolehkan Bendera Bintang Gejora Berkibar, hingga Minta Aparat Tak Risau

Gus Dur mengakui bendera Bintang Kejora sebagai salah satu identitas kultural warga Papua.

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Kolase Tribun Manado/Foto: Istimewa
Gusdur dan Bendera Bintang Gejora Papua 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Pengibaran bendera bintang kejora di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (28/8/2019). berlanjut di Kepolisian.

Kini, 8 orang papua telah ditetapkan tersangka makar oleh aparat kepolisian.

Penangkapan delapan orang itu berdasarkan pemeriksaan sejumlah alat bukti diantaranya rekaman CCTV.

Awalnya, pada Jumat (30/9/2019), aparat kepolisian mengamankan 2 orang atas nama Carles Kosay dan Dano Tabuni di Asrama Mahasiswa Lanny Jaya, Depok, Jawa Barat.

Selanjutnya, 6 orang menyusul ditetapkan sebagai tersangka, salah satunya adalah Surya Anta Ginting, juru bicara Front Rakyat Indonesia untuk Papua Barat (FRI-West Papua).

Surya ditangkap di Plaza Indonesia pada Sabtu (31/9/2019) malam.

BERITA TERPOPULER: Wanita Ini Syok saat Beli Gorengan, Lihat Bungkusan yang Dipakai Ternyata Dokumen Dijual Ibunya

BERITA TERPOPULER: Aulia Kesuma Bongkar Tabiat Buruk Sang Suami yang Buatnya Tak Tahan

BERITA TERPOPULER: Ajudan Prabowo Subianto Bocorkan Keseharian Prabowo, Ada Ritual Unik dan Buku Matematika & Kimia

Sedangkan 5 orang tersangka lainnya, yakni Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Naliana Wasiangge, Wenebita Wasiangge, dan Norince Kogoya, ditangkap di tempat yang berbeda.

Hal ini dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.

"Penyidik Polda Metro Jaya melakukan penyelidikan artinya mengumpulkan alat bukti seperti rekaman CCTV, foto-foto. Setelah kita lakukan evaluasi, ada 8 orang yang kita amankan," kata Argo di Lapangan Promoter Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (1/9/2019).

Gus Dur Tak Larang Bendera Bintang Gejora Berkibar

Pengibaran bendera Bintang Kejora oleh masyarakat papua awalnya tidak pernah dilarang di masa kepemimpinan Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid atau yang akrab disapa Gus Dur.

Gus Dur mengakui bendera Bintang Kejora sebagai salah satu identitas kultural warga Papua.

Sikap Gus Dur saat itu memang menuai kontroversi. Banyak tokoh nasional kontra dengan sikap Gus Dur.

Sebab, bendera Bintang Kejora sudah dianggap lekat dengan simbol gerakan separatisme.

Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia Alissa Wahid mengatakan, Gus Dur memang memiliki pendekatan yang berbeda dalam merespons segala permasalahan di Papua, termasuk soal disintegrasi.

Gus Dur ingin warga Papua merasa nyaman dalam mengekspresikan identitas kebudayaannya. Dengan begitu, mereka juga akan merasa nyaman dengan statusnya sebagai warga negara Indonesia.

"Gus Dur ingin agar warga papua itu merasa sedemikian nyaman. Gus Dur ingin agar warga Papua itu merasa nyaman dengan benderanya. Tapi pada saat yang sama, mereka juga belajar untuk menjadi Papua sekaligus mencintai Indonesia," ujar Alissa saat dihubungi, Rabu (4/9/2019).

Menurut Alissa, Gus Dur ingin memunculkan trust atau rasa percaya orang Papua terharap pemerintah.

Berita Populer: Detik-detik Mahasiswa S2 ITB Gantung Diri, Pesan Terakhir dan Lagu Diputar Bikin Merinding

Berita Populer: IDENTITAS 3 Siswa SMK Dijual ke Perusahaan Kapal, Awalnya Berangkat PKL hingga Sudah 9 Tahun Hilang

Berita Populer: KRONOLOGI 3 Siswa Magang SMK Tak Pulang 9 Tahun, Kapal Hilang hingga Minta Bantuan 2 Presiden

Upaya tersebut dilakukan melalui pendekatan dialog dan kebudayaan.

Gus Dur meyakini pendekatan yang bepijak pada kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan, lebih ampuh dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Papua ketimbang dengan mengedepankan pendekatan keamanan yang cenderung menggunakan cara-cara kekerasan.

Di sisi lain, lanjut Alissa, bendera Bintang Kejora sebagai ekspresi kebudayaan masyarakat Papua seharusnya dihargai dan dihormati.

Sebab, Ia menilai, bendera Bintang Kejora tidak harus selalu dicurigai sebagai bentuk aspirasi atas kemerdekaan wilayah Papua dari Indonesia.

"Kalau sekarang kan enggak. Dengan sikap sekarang yang pendekatannya keamanan itu jadi seperti orang Papua dipaksa untuk memilih antara dia menjadi orang Papua atau menjadi orang Indonesia. bukan itu yang kita inginkan," kata Alissa.

"Kalau kita ingin mereka berintegrasi dengan kita ya tidak dengan cara yang begitu. Bantu dong agar mereka percaya pada kita. Kita lah yang harus berubah cara pandanganya terhadap Papua," tutur dia.

Dikutip dari tulisan Aisah Putri Budiatri yang terhimpun dalam buku Menimbang Demokrasi Dua Dekade Reformasi (2019), Pada 30 Desember 1999, Gus Dur menggelar forum di Jayapura dengan mengundang perwakilan elemen masyarakat dan dihadiri oleh banyak warga.

Dalam pertemuan ini, Gusdur menjawab semua pertanyaan, termasuk mengembalikan nama Papua yang selama rezim Orde Baru diganti dengan Irian Jaya.

Terkait pengibaran bendera Bintang Kejora di Papua, presiden memperbolehkan. 

Hanya saja, Gus Dur meminta agar bendera Bintang Kejora dikibarkan lebih rendah dari bendera Indonesia, Merah Putih.

Gus Dur menyebut bahwa bendera Bintang Kejora hanya sebuah umbul-umbul seperti yang ada ketika pertandingan sepak bola.

Gus Dur pun meminta aparat tidak terlalu risau dengan pengibaran bendera tersebut.

Hal ini seperti yang disampaikan Mubarok saat menghadiri acara 1000 hari meninggalnya Gus Dur.

Mubarok mendapatkan cerita ini dari mantan Menteri Kelautan Freedy Numberi yang menyaksikan sendiri bagaimana Gus Dur mendamprat Wiranto gara-gara bendera OPM tersebut.

Dikutip dari tulisan Tri Agung Kristanto dalam buku Perjalanan Politik Gus Dur, Gus Dur memiliki peran besar dalam terselenggaranya Kongres Rakyat Papua pada akhir Mei 2000.

Kongres itu awalnya tertunda-tendua karena masalah finansial.

Kongres yang dihadiri tidak kurang dari 5.000 rakyat Papua itu akhirnya terselenggara berkas bantuan dari Gus Dur sebesar Rp 1 miliar.

Sekretaris Presidium Dewan Papua Thaha Mohammad Alhamid kepada Kompas menjelang kongres berlangsung mengakui besarnya peranan dana bantuan Presiden Gus Dur untuk penyelenggaraan kongres.

Meskipun pada kemudian hari, Gus Dur kecewa dengan hasil kongres.

"Tadinya saya membantu (Kongres Rakyat Papua,-red) supaya terlaksana, karena panitia kongres menjanjikan dua hal yakni tidak orang asing di dalamnya (Kongres) dan semua orang (Papua) boleh ikut," kata Gus Dur dalam berita Kompas, 6 Juni 2000.

Saat itu, langkah Gus Dur memberikan bantuan dana dikecam karena dianggap memberi peluang opsi Papua memisahkan diri dari NKRI.

Diketahui sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto menegaskan bahwa bendera Bintang Kejora bersifat ilegal di Indonesia.

"Untuk RI, bendera-bendera yang lain itu tidak sah, itu ilegal, kecuali Merah Putih, bendera kebangsaan yang sudah disahkan oleh UU," tutur Wiranto saat konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019).

"Bendera Bintang Kejora, bintang apa lagi nanti, itu pasti ilegal, makanya tidak boleh dikibarkan sebagai bendera kebangsaan," sambung dia.

Masyarakat diminta menaati UU. Pemerintah juga dipastikan Wiranto bertindak sesuai aturan hukum yang berlaku.

"Jadi kalau ada (yang) kemudian mengibarkan bendera itu apalagi di istana, di depan Istana dan sebagainya, pasti ada hukumnya, ada undang-undangnya. Kita ikut undang-undang aja lah," ujar dia.

"Nanti kalau ditindak dibilang pemerintah sewenang-wenang, tidak. Pemerintah selalu bertindak sesuai dengan Undang-Undang dan hukum yang berlaku. Itu saya jamin," imbuh Wiranto.

Sementara, dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) tertulis bahwa Provinsi Papua dapat memiliki lambang daerah sebagai panji kebesaran dan simbol kultural bagi kemegahan jati diri orang Papua dalam bentuk bendera daerah dan lagu daerah yang tidak diposisikan sebagai simbol kedaulatan. (*)

#Melihat Alasan Gus Dur Perbolehkan Bendera Bintang Gejora Berkibar, hingga Minta Aparat Tak Risau

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved