Berita Terkini
Di Mata Najwa, Pdt Benny Giay Sebut Papua Warga Kelas Dua Indonesia hingga Singgung GAM
Tokoh Masyarakat Papua Pdt Benny Giay menyebut orang papua adalah warga kelas dua Negara Indonesia.
Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
#Di Mata Najwa, Pdt Benny Giay Sebut Papua Warga Kelas Dua Indonesia hingga Singgung GAM
TRIBUNMANADO.CO.ID - Tokoh Masyarakat Papua Pdt Benny Giay menyebut orang papua adalah warga kelas dua Negara Indonesia.
Penjelasan tersebut dia sampaikan saat menjadi narasumber dalam program Mata Najwa bertajuk 'Masa Depan Papua', dikutip dari saluran YouTube Najwa Shihab, Kamis (5/9/2019).
"Kita merasa hari ini, orang papua dalam negara ini, adalah warga kelas dua. Karena apa, negara tidak hadir saat ujaran rasis disampaikan di jawa,"ujar Benny
Dia mengambil contoh kasus Frans Kaisepo, pahlawan nasional, namun warga di jawa dan indonesia menyebutkan bahwa dia adalah monyet.
"Tidak ada teguran dari negara, para pemain persipura pun disebut kera, monyet, kete dan tidak ada pernyataan dari Negara ini, ujarnya.
Dia pun juga menjelaskan soal kejadian di asrama Papua tahun 2017. Disitu TNI dan Polri hadir tapi hanya membiarkan saja kejadiannya.
BERITA TERPOPULER: Elza Seret Istri Reino Barack Lantaran Sempat Dihina Nikita Mirzani, Janjikan Tidak Dipungut Biaya
BERITA TERPOPULER: Kebencian Dana pada Aulia Kesuma Terungkap Lewat WhatsApp, AK: Dia Nggak Suka Waktu Saya Hamil Rena
BERITA TERPOPULER: Kenalan di FB, Gadis Ini Dibawa ke Indekos Lalu ‘Disuntik’, Tak Pulang Rumah Seminggu
Ia juga menyinggung soal otonomi khusus soal penanganan aceh dan papua.
Dalam penyelesaian Aceh selalu mendapat perhatian khusus dari pemerintah.
"Pemimpin Gerakan Aceh Merdeka ( GAM) selalu dijadikan mitra dialog, sedangkan Benny Wenda disebut sebagai provokator. Orang Papua sadar bahwa kami bangsa Monyet dan bangsa Kera, tapi dihadapan Indonesia, namun bukan dihadapan Tuhan," ujarnya.
Ia pun menambahkan bahwa gereja di Papua tanggal 26 Agustus 2019, kami sudah minta keadilan dari negara ini, dengan memberikan kesempatan kepada OPM dan UNHBP duduk bersama.
"Tindakan ini kami lakukan seperti apa yang Jakarta buat kepada Aceh, kalau tidak kami bertanya, ada apa ini?
Simak Videonya:
Wiranto Sebut Tak Akan Ada Referendum untuk Papua dan Papua Barat
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, menggelar konferensi pers terkait Papua, Selasa (3/9/2019).
Dalam konferensi pers tersebut, Wiranto menyatakan, tidak ada referendum untuk Papua dan Papua Barat.
Sementara itu, Wiranto juga berharap agar masyarakat tidak terkecoh dengan berita yang disampaikan tokoh separatis Papua yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Papua, Benny Wenda.
Melalui siaran langsung Breaking News Kompas TV, Wiranto mengklarifikasi tuduhan pihak-pihak yang menganggap pemerintah telah bersikap tidak adil terhadap Papua dan Papua Barat.
Berita Populer: Berikut 5 Nama yang Dicoret Juventus dari Skuat Liga Champions
Berita Populer: Mandi di Waktu Ini Bisa Sebabkan Kematian Mendadak
Berita Populer: Ponsel Gaming Black Shark 2 Pro Resmi Diluncurkan, Ini Tiga Fitur Andalannya
Selain itu, Wiranto juga mengklarifikasi wacana referendum Papua dan Papua Barat yang beberapa waktu ini digaungkan oleh warga Papua.
Wiranto menyebut, banyak informasi dan tuntutan tentang referendum atau keinginan untuk memisahkan diri dan merdeka dari Indonesia.
Menko Polhukam itu mengatakan, pihak-pihak yang menuntut referendum sebenarnya tidak menyadari apa yang terjadi selama ini.
"Kalau kita berbicara referendum, sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat untuk Papua dan Papua Barat disuarakan referendum," kata Wiranto.
Dalam hukum internasional, referendum bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tetapi wilayah Non-Self-Governing Territories.
Misalnya, Timor Timur yang merupakan provinsi seberang lautan dari Portugis.
Di PBB, Timor Timur memang bukan wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, di sana boleh mengajukan referendum.
Namun, Papua dan Papua Barat sudah pernah referendum pada 1969.
"Sesuai prinsip-prinsip Piagam PBB, sudah dilaksanakan satu jajak pendapat yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB. Muncul resolusi 2524 yang sah, Papua dan Papua Barat (waktu itu Irian Barat) sah sebagai wilayah NKRI," jelas Wiranto.
"Keputusan PBB tidak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, nggak bisa. Sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi," lanjutnya.
Kemudian, Wiranto juga berbicara mengenai hak-hak dasar masyarakat Papua.
Disebutnya, warga Papua merasa hak-hak dasarnya tidak dipenuhi, baik hak politik, ekonomi, sosial, budaya.
Mereka beranggapan, hak-hak mereka merasa dikebiri oleh pemerintah.
"Itu kan tidak benar. Karena UU Nomor 21 Tahun 2002 tentang Otonomi Khusus sebenarnya hak-hak dasar itu sudah diberikan, silakan diatur oleh pemerintah daerah di sana, dengan tetap mengacu pada undang-undang yang ada di Indonesia," terang Wiranto.
"Jadi, tidak ada berita yang seperti disampaikan Benny Wenda di luar negeri, Indonesia itu mengebiri hak-hak Papua, Papua Barat," tegasnya.
Wiranto melanjutkan, selama ini banyak berita dari luar negeri maupun dalam negeri yang memberitakan adanya pembunuhan, pelanggaran HAM, dan tidak adanya pembangunan di Papua dan Papua Barat.
"(Warga Papua dan Papua Barat) merasa dianaktirikan, itu semua tidak benar. Jangan kita terkecoh dengan hal seperti itu," ujar Wiranto.
Wiranto kembali menegaskan, wacana self determination atau referendum telah ditutup oleh hukum internasional.
"Hukum nasional kita juga sudah final. Tidak ada pembicaraan seperti itu," kata Wiranto. (rhendiumar/tribunmanado.co.id)
#Di Mata Najwa, Pdt Benny Giay Sebut Papua Warga Kelas Dua Indonesia hingga Singgung GAM
SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV: