Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Orang Miskin Bakal Sulit Berobat: Pemerintah ‘Lempar Bola’ Bayar Iuran

Rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengancam orang miskin

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribun manado / Siti Nurjanah
Kartu BPJS Kesehatan 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Rencana pemerintah menaikkan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mengancam orang miskin di Sulawesi Utara.

Apalagi pemerintah pusat akan membebankan pembayaran iuran BPJS-KIS kepada setiap pemda pada tahun 2020. Sebanyak 109.848 warga miskin di Kota Manado yang selama ini mengandalkan Jamkesda terancam kesulitan berobat menyusul kebijakan itu.

Baca: Benny Wenda Aktor Rusuh Papua: Mobilisasi Informasi di Inggris-Australia

Siti Ceningrat, warga Manado mengatakan, selama ini terbantukan dengan adanya Jamkesda. Kata dia, jika iuran naik, namun Pemkot Manado hanya menanggung Rp 23 ribu per bulan, akan membebani mereka.

"Selama ini keluarga kami untuk berobat hanya berharap di BPJS Kesehatan dari pemerintah. Itu saja kalau masuk rumah sakit masih ada obat yang harus dibeli di luar tanggungan BPJS Kesehatan.

Jadi kalau sampai (iuran) naik dan selisih naiknya kami yang bayar, kayaknya kurang setuju," ujarnya. "Kami ada 5 anggota keluarga dan kalau misalnya kelebihan dari Rp 23 ribu itu kami bayar per bulan, kayaknya kami tidak sanggup," ujarnya.

Ia berharap pemerintah kota maupun pusat dapat bersinergi mencari solusi. "Pak Presiden (Jokowi) selalu bilang biaya kesehatan untuk warga kurang mampu kan gratis, kalau nanti bayar berarti gak gratis lagi," ucapnya.

"Seperti saya yang sakit gula dan sebulan itu terkadang dua kali masuk rumah sakit, ada suntikan insulin, nah kalau misalnya kami harus bayar lagi iuran BPJS Kesehatan, kayaknya gak mampu ya," ucapnya.

Tambahnya, pernah dirinya membeli insulin di luar tanggungan BPJS kesehatan harganya itu cukup mahal.
"Dengan adanya BPJS kesehatan dari pemerintah kami sangat terbantu, harga obat mahal teratasi, jadi jangan sampai kami membayar selisih dari iuran BPJS Kesehatan kalau nantinya tarif iuran dinaikan," ujar Siti.

Baca: 85 Anggota DPR RI Terpilih Terancam Tak Dilantik

Kadis Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kota Manado, Sammy Kaawoan menjelaskan, dana Jamkesda-KIS ditata di APBD. Menurutnya, Manado adalah terbesar kepesertaan Jamkesda dari 15 kabupaten dan kota se-Sulut. "Peserta Jamkesda di Kota Manado per 1 Desember 2018 berjumlah 109.848 warga," ucapnya. "Seluruh (11) kecamatan di Manado,” katanya.

Anggota DPRD Bolaang Mongondow Timur, Argo Sumaiku menolak kebijakan itu. Menaikkan iuran bukan solusi. Iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 1 dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu per bulan, kelas 2 dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu, sedangkan kelas 3 dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.

Pemerintah harus mengkaji lagi, apakah mempunyai efek atau tidak bagi masyarakat. Mengingat data lalu, ada masyarakat yang tersendat masalah pembayaran iuran BPJS.

"Harus diubah bukan iuran BPJS melainkan manajemen diperbaiki," ujar Argo, Senin (2/9/2019). Kata dia, kebijakan ini mempengaruhi masyarakat, karena naik dua kali lipat terutama kelas 3 yang didominasi warga miskin.

Lanjut dia, Pemerintah Kabupaten Boltim harus kaji dulu. Kenaikan iuran bakal mempengaruhi APBD 2020. Warga miskin harus ditanggulangi melalui KIS dari APBD. Kepala Dinas Kesehatan Boltom Eko Marsidi mengatakan, tahun 2020, Pemkab Boltim akan mengkaver 31 ribu jiwa masyarakat miskin ke kelas III. "Kami bakal sediakan Rp 14 miliar untuk dana BPJS. Rencananya kelas 3," ujar Eko.

Pemkab Bolmong masih menunggu juknis soal kenaikan iuran BPJS untuk menyusun Jamkesda dari APBD. "Kita masih tunggu juknis," kata Kepala Badan Keuangan Daerah (BKD) Bolmong Rio Lombone. Pihaknya belum beroleh informasi terkait hal tersebut dari BPJS di Tondano.

Rio memastikan bakal mengikuti juknis. Jun Pampaile, Kabid di Dinas Kesehatan Bolmong mengatakan, Jamkesda di Bolmong dianggarkan untuk 5.000 peserta. Total anggarannya Rp 1 miliar lebih. "Tiap peserta membayar Rp 23 ribu per bulan," beber dia.

Baca: Wanita Lanjut Usia Tewas Dipatuk Ayam Peliharaan, Berawal dari Ambil Telur di Kandang

Kata dia, Bolmong, satu dari dua daerah di Sulut yang belum menerapkan konsep universal coverage. Artinya belum semua warga terkover. "Hanya Bolmong dan Boltim yang belum mengkover semua warganya ke BPJS," kata dia.

Pemkab Minsel akan sesuaikan Perpres Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan. APBD Minsel mengkover 84.897 penerima bantuan iuran (PBI) dan APBN 99.549 PBI. Rumah Sakit Umum (RSU) GMIM Kalooran Amurang, RSU Cantia Tompasobaru dan RSU Daerah Teep Amurang yang bekerja sama dengan Pemkab Minsel.

Bupati Minsel Christiany Eugenia Paruntu melalui Kepala Dinas Kesehatan Erwin Schouten mengatakan, kenaikan iuran masih wacana. Presiden Joko Widodo belum menandatangai Perpres. Tapi Pemkab Minsel akan menyesuaikan dengan tarif baru. Apalagi tahun depan, pemerintah daerah yang akan menanggulangi secara penuh iuran itu.

"Kalau untuk pembenahan fasilitas kesehatan di rumah sakit daerah tentunya akan dilakukan. Puskesmas juga sudah mulai dibenahi pelayanan dan fasilitasnya agar masyarakat terlayani dengan baik," ujar Schouten.

Schouten belum memastikan APBD 2020 untuk kesehatan. "Yang pasti akan diusahakan naik dibanding anggaran kesehatan di 2019," kata dia. Kepala BPJS Kesehatan Kabupaten Minsel Ferry Toar mengatakan perpres kenaikan iuran belum ada. "Kalau sudah ada akan ada pengumuman," ucap dia.

Defisit anggaran

BPJS Kesehatan mengaku akan mengalami defisit sebesar Rp 77,9 triliun pada 2024 jika iuran program jaminan kesehatan nasional (JKN) tak dinaikkan dan upaya bauran kebijakan tidak diterapkan.

Berdasarkan rencana kerja BPJS Kesehatan, pada 2019 defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 32,8 triliun, meningkat menjadi Rp 39,5 triliun di 2020, di 2021 menjadi Rp 50,1 triliun, di 2022 Rp 58,6 triliun, di 2023 Rp 67,3 triliun dan sebesar Rp 77,9 triliun di 2024.

"Memang pada saat penyusunan proyeksi ini dengan harapan bauran-bauran kebijakan sejak awal tahun 2019 itu sudah dijalankan. Tetapi sampai hari ini kami tetap terus berproses untuk mempercepat bauran kebijakan untuk dijalankan," ujar Fahmi di gedung komisi XI DPR, Senin (2/9).

Direktur Utama BPJS Kesehatan Fahmi Idris mengatakan, defisit yang semakin lebar ini disebabkan berbagai faktor. Faktor tersebut disebabkan karena akses yang semakin baik, fasilitas kesehatan semakin bertambah dan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat ditambah penyakit katastropik yang mendominasi pola pembiayaan saat ini.

Fahmi menjelaskan, saat ini biaya yang dikeluarkan untuk peserta lebih tinggi dibandingkan premi yang diterima. Menurutnya, ini lah yang mendasari mengapa peningkatan premi per peserta per orang perlu dilakukan.

"Ditemukan ada under price terhadap iuran. Rata-rata iuran tahun 2018 Rp 36.200, kemudian biaya per orang per bulan Rp 46.500 artinya memang ada gap Rp 13.000.

Kemudian tahun 2019 biaya per orang per bulan Rp 50.700 kemudian premi per orang rata-rata Rp 36.700," tutur Fahmi. Lebih lanjut Fahmi berharap dengan adanya perbaikan fundamental terhadap iuran program JKN, maka persoalan defisit BPJS Kesehatan dapat deselesaikan dengan lebih terstruktur. 

Vicky Lumentut Lobi Wapres

Peraturan Presiden (Perpres) Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan tinggal ditandatangani Presiden Joko Widodo. Celakanya, pemerintah pusat akan membebankan pembayaran iuran BPJS-KIS kepada pemerintah daerah.

Mulai 1 Januari 2020, pemda harus menanggung pembayaran iuran jaminan kesehatan orang miskin. Asosiasi Pemerintah Daerah Indonesia (APEKSI) terus melakukan lobi menyikapi rencana pemerintah pusat.

Sejauh mana lobi pemda untuk isu kesehatan orang miskin ini. Berikut petikan wawancara khusus tribunmanado.co.id dengan Ketua Dewan Pengawas APEKSI yang juga Wali Kota Manado GS Vicky Lumentut, Senin (2/9/2019).

Pemerintah pusat akan melimpahkan BPJS-KIS kepada pemda. Tanggapan Anda?

Nah nanti jika kenaikan (iuran BPJS) itu sudah terjadi dan pembebanan ke daerah, ini akan jadi sebuah persoalan bagi daerah.

Apa yang dilakukan APEKSI menyikapi rencana pemerintah pusat itu?

Saya selaku Ketua Dewan Pengawas APEKSI bersama tim APEKSI melakukan audiensi dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla untuk mempertimbangkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan. Jika dinaikan, maka agar tidak membebani kabupaten/kota.

Jadi kami (APEKSI) beberapa waktu lalu melakukan audiensi dengan Pak Wapres Jusuf Kalla. Salah satu poinnya untuk dipertimbangkan kalau sampai iuran BPJS Kesehatan dinaikan maka tolonglah untuk tidak membebani daerah.

Khusus untuk Kota Manado, bisa Anda jelaskan bagaimana pembayaran Jamkesda untuk warga miskin?

Sekarang ini kita ada beban untuk memberikan 100 persen jaminan kesehatan. Untuk Kota Manado itu ada 109.848 jiwa yang kita biayai dengan premi Rp 23 ribu (per bulan setiap orang). Nah, kalau itu ditingkatkan kemudian jadi beban kota, berarti kita akan kehilangan sumber daya dana untuk membiayai program yang lain.

Menurut Anda apa yang harus dilakukan pemertah untuk mencarikan solusi kenaikan iuran BPJS Kesehatan?

Tentunya mereka dalam hal ini pemerintah pusat mensolusikan kekurangan yang ada saat ini tetapi dengan harapan jangan menjadi beban bagi pemerintah daerah.

Ada rencana kebijakan lain terkait kewajiban untuk menyiapkan unfrastruktur kesehatan bagi daerah. Tanggapan Anda?

Bukan kita yang menyiapkan. Nah fasilitas itu rumah sakit yang menyelenggarakan BPJS Kesehatan yang harus menyiapkan.

Apa harapan Anda dengan kebijakan menaikan iuran BPJS Kesehatan?

Jadi diharapkan kenaikan itu membuat pelayanan menjadi lebih baik. Bisa menjawab keluhan-keluhan masyarakat. Jadi rumah sakit penyelenggara itu meningkatkan pelayanan kesehatan.

Terakhir, bagaimana dengan anggaran kesehatan di tahun 2020?

Untuk anggaran BPJS Kesehatan, kami masih mengacu pada plot anggaran tahun sebelumnya dengan jumlah anggaran Rp 30.732.794.994.

Kita plot masih sama dengan yang lama (Rp 30.732.794.994) sambil menunggu kebijakan-kebajakan ini. Inikan baru diwacanakan dan belum ada keputusan dan belum ada petunjuk bahwa sudah ada kenaikan iuran BPJS Kesehatan, kita menunggu petunjuk akan hal itu. 

DPR Tolak Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Komisi IX dan Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat menolak usulan kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional Kartu Indonesia Sehat (JKN KIS) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebesar 100 persen yang diajukan pemerintah.

DPR mendesak pemerintah untuk menyelesaikan data cleansing serta mencari cara dalam menanggulangi defisit Dana Jaminan Sosial Kesehatan.

Penolakan tersebut merupakan kesimpulan rapat kerja Komisi IX dan Komixi XI DPR bersama Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial, BPJS Kesehatan dan DJSN di Komplek Parlemen, Jakarta, Senin (2/9). Komisi IX dan Komisi XI menolak rencana pemerintah untuk menaikkan premi JKN untuk Peserta Bukan Penerima Upah dan Bukan Pekerja kelas III.

"Sampai pemerintah menyelesaikan data cleansing serta mendesak pemerintah mencari cara lain dalam menanggulangi defisit DJS Kesehatan," ujar Wakil Ketua Komisi XI Soepriyatno.

DPR memandang pemerintah belum bisa menaikkan iuran jika belum menyelesaikan defisit anggaran BPJS Kesehatan yang mencapai Rp32,84 triliun. Soepriyatno mengatakan perbaikan ini termasuk penyelesaian data cleansing terhadap sisa data dari hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebanyak 10.654.530 peserta JKN yang masih bermasalah.

DPR juga meminta Kementerian Kesehatan untuk memperbaiki sistem pelayanan kesehatan. Ini termasuk pemenuhan infrastruktur dan SDM kesehatan untuk mendukung supply side program JKN.

Dalam putusan tersebut, DPR juga menjabarkan poin-poin lain terkait penilaian kenaikan iuran. Komisi IX dan Komisi XI mendesak BPJS Kesehatan untuk terus melakukan perbaikan sistem kepesertaan dan manajemen iuran, termasuk kolektabilitas iuran dan percepatan data cleansing bersama Kementerian Sosial dan Kementerian Dalam Negeri, sehingga ada peningkatan pelaksanaan tugas BPJS Kesehatan sesuai amanat UU No 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.

Komisi IX dan Komisi XI meminta BPJS untuk segera menyelesaikan penunggakan pembayaran klaim dari Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (F KRTL) sehingga pelayanan kesehatan dapat terus berjalan.

Komisi IX dan Komisi XI mendukung penguatan dan harmonisasi peraturan perundang-undangan JKN, termasuk adanya penguatan payung hukum yang mempersyaratkan kepesertaan program JKN dalam memperoleh pelayanan publik.

Komisi IX dan Komisi XI mendesak BPJS Kesehatan untuk segera menindaklanjuti rekomendasi hasil Audit BPKP terkait pencatatan piutang iuran segmen PBPU sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan.

Komisi IX dan Komisi XI mendesak pemerintah untuk membuat kebijakan dalam mengoptimalkan sisa dana kapitasi sebagai tindak lanjut dari hasil Audit BPKP. (Tribun Network/yud/art/dru/ven/ana/ktn)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved