Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Berita Terkini

Fadli Zon Tak Setuju Kader Gerindra Tri Susanti Ditetapkan Tersangka: Dia Perlu Dibela!

Fadli Zon pun menilai tindakan Susi kala itu adalah benar lantaran berniat membela Bendera Merah Putih yang Susi duga telah dirusak.

Penulis: Rhendi Umar | Editor: Rhendi Umar
Kolase Tribun Manado/Foto: Istimewa
Tri Susanti dan Fadli Zon 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Keputusan kepolisian menetapkan Tri Susanti alias Susi sebagai tersangka ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong, dikritik oleh Wakil Ketua Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Susi diketahui adalah koordinator lapangan (korlap) aksi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur (16/8/2019).

Susi bersama ratusan ormas datang melakukan pengepungan dilatarbelakangi adanya penistaan simbol negara yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Papua.

Simbol negara tersebut antara lain bendera NKRI yang patah dan terjatuh diselokan.

Dampak dari kejadian tersebut, ratusan masyarakat papua melakukan demontrasi berujung kericuhan hebat di daerah papua dan papua barat.

Sebagaian dari masyarakat bahkan menyuarakan tuntutan agar papua  bisa merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia.

BERITA TERPOPULER: Sempat Galau, Luna Maya Sampai Rela Tas Hermes Seharga Ratusan Juta Miliknya Penuh Coretan Puisi

BERITA TERPOPULER: Bermodal Obat Pereda Batuk Bisa Kencani Wanita Cantik

BERITA TERPOPULER: Vanessa Angel Pamer Tato di Punggung, Pakai Dress Hitam Dengan Belahan Rendah di Bagian Dada

Fadli Zon pun menilai tindakan Susi kala itu adalah benar lantaran berniat membela Bendera Merah Putih yang Susi duga telah dirusak.

Fadli tak masalah jika Susi ditahan karena terbukti bersalah. Namun, dalam hal ini, menurut dia, bukan Susi yang melakukan kesalahan.

"Itu kan dia kalau tidak salah membela Merah Putih yang dilecehkan," kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/9/2019) dilansir dari kompas.com.

Menurut Fadli, kala itu Susi tidak melontarkan kata-kata bernada rasial. Sebaliknya, sebagai seorang warga negara, sudah sepatutnya Susi membela bendera kebangsaan.

"Menurut saya bukan dia (yang salah), tetapi kalau ada masyarakat membela (Bendera) Merah Putih yang dipatahkan, dimasukkan ke got, kan perlu (dibela)," ujar dia. 

Fadli juga menyampaikan, siapa pun pihak yang bersalah, baik itu melontarkan ucapan rasial atau merusak bendera, harus diusut. 

"Memasukkan itu (merah putih) ke got maupun mereka yang menucapkan kata rasial itu tentu sangat menyakiti hati masyrakat," kata Fadli.

Tri Susanti ditetapkan sebagai tersangka ujaran kebencian dan penyebaran berita bohong pada hari Rabu (28/8/2019).

Ia ditetapkan sebagai tersangka bersama satu orang lainnya bernama Syamsul Arifin. Keduanya resmi ditahan hari ini, Selasa (3/9/2019).

Polisi memastikan, kedua tersangka ini akan ditahan hingga 20 hari ke depan.

Berita Populer: Korban ART yang Digigit Sparta Anjing Milik Bima Aryo Kehilangan Setengah Darah dalam Tubuh

Berita Populer: DAFTAR NAMA Korban Tewas Kecelakaan Beruntun 21 Mobil di Tol Cipularang hingga Turunkan Tim Khusus

Berita Populer: Ini Daftar Lengkap Bursa Transfer 20 Klub Liga Inggris

Susi Ditahan

Setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim atas kasus ujaran kebencian dan provokasi, Susi kini resmi ditahan di Mapolda Jatim, Selasa (3/9/2019) dini hari.

Dilansir dari tribunnews.com, kuasa Hukum Tri Susanti, Sahid menuturkan, penahanan yang dilakukan pihak Polda Jatim terhadap kliennya berlangsung selama kurun waktu 1 x 24 Jam.

"Ya sementara Bu Susi ada penangkapan atau penahanan 1 kali 24 jam," katanya saat ditemui di depan Gedung Siber Ditreskrimsus Mapolda Jatim, Selasa (3/9/2019) dini hari.

Sahid memastikan, kliennya itu siap menjalani proses penahanan sementara yang dilakukan Polda Jatim.

"Kondisi Bu Susi sehat alhamdulillah, dia tegar dan sudah siap dengan keadaan seperti ini," ujarnya.

Senin (2/9/2019) kemarin, sejak pukul 12.00 WIB hingga pukul 23.30 WIB, Susi diperiksa sebagai tersangka di Ruang Siber Ditreskrimsus Mapolda Jatim.

Tri Susanti alias Susi ditemani Sahid kuasa hukumnya, Senin (26/8/2019). SURYA.co.id/Luhur Pambudi (SURYA.co.id/Luhur Pambudi)
Pemeriksaan itu, lanjut Sahid, merupakan pemeriksaan ketiga setelah, Jumat (30/9/2019) kemarin yang seharusnya menjadi sesi kedua pemeriksaan terhadapnya, Susi mangkir karena kelelahan.

Sahid menuturkan, kliennya selama kurun waktu 12 jam di ruang penyidik dicecar 37 pertanyaan.

"Mengenai kegiatan tanggal 14 sampai 15, 16, 17 dan seputar masalah bendera yang patah, terus masalah tanggal 16 hari Jumat, jam satu siang kejadiannya kan di situ," ujar dia.

Sahid menegaskan, kliennya ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan Pasal 45A atau jo pasal 28 ayat 2.

"Ujaran kebencian atau menyebarkan berita bohong. Jadi pasal ya sesuai panggilan. Pasal 45A atau jo pasal 28 ayat 2 tentang ujaran kebencian atau menyebarkan berita bohong," jelasnya.

Sahid mengaku, pihaknya senantiasa mematuhi proses hukum yang telah bergulir di Polda Jatim.

Kendati, pihaknya masih akan berupaya mengajukan penangguhan penahanan terhadap Susi.

"Kami masih pelajari untuk mengajukan penangguhan penahanan atau peralihan penahanan itu," tuturnya.

Ditanya soal keinginan pihak kuasa hukum mengajukan pra-peradilan.

Sahid mengungkapkan, pihaknya belum ada niatan untuk itu.

"Praperadilan belum kita pikirkan masih mau diskusi dengan tim kuasa hukum," pungkasnya.

Kronologi Pengepungan di Asrama Papua

Kronologi saat Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Surabaya, Jawa Timur, berawal ratusan organisasi masyarakat (ormas) hingga berujung upaya penangkapan paksa kepada 43 mahasiswa asal Papua.

Kepala Polrestabes Surabaya Kombes Pol Sandi Nugroho menjelaskan aksi yang dilakukan ormas di Asrama Mahasiswa Papua dilatarbelakangi adanya penistaan simbol negara yang diduga dilakukan oleh mahasiswa Papua.

Saat itu, Jumat (16/8/2019), kelompok ormas melakukan aksi di depan asrama sejak pukul 16.00 WIB hingga pukul 21.00 WIB. 
Namun, aksi massa tersebut dapat dihentikan setelah polisi berhasil membubarkan massa.

"Normatifnya, polisi sudah mengerjakan apa yang menjadi standar dan kami tidak mengedepankan upaya paksa. Kami negosiasikan dengan catatan bahwa kita ingin menegakkan hukum tapi jangan melanggar hukum," kata Sandi, Selasa (20/8/2019).

Pihaknya saat itu telah mengimbau ormas yang berdemonstrasi dan bersedia membubarkan diri.

Sementara itu, polisi tetap melakukan pengamanan di asrama tersebut untuk menghindari adanya bentrokan.

"Kenyataannya, jam 21.00 WIB (asrama) sudah bersih dan kami sudah mengamankan. Di sana (asrama) hanya tinggal petugas yang mengamankan (mahasiswa Papua) di asrama tersebut," ujar dia.

Sandi mengatakan, perwakilan massa yang melakukan aksi kemudian diberikan saluran dengan meminta mereka melaporkan bila benar terdapat dugaan adanya perusakan dan pembuangan bendera Merah Putih ke dalam selokan.

Sehingga, pada Jumat (16/8/2019) malam, massa yang tergabung dalam gabungan ormas itu datang ke kantor polisi dan membuat laporan.

"Kita BAP saksi-saksinya, dan kemudian kita lengkapi alat buktinya," jelasnya.

Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang.
Massa melakukan aksi di Jayapura, Senin (19/8/2019). Aksi tersebut untuk menyikapi peristiwa yang dialami mahasiswa asal Papua di Surabaya, Malang dan Semarang. (ANTARA FOTO/GUSTI TANATI)

Keesokan harinya, Sabtu (17/8/2019) sekitar pukul 10.00 WIB, polisi mencoba berkomunikasi dengan mahasiswa Papua karena ada laporan tentang penistaan lambang negara berupa pembuangan bendera Merah Putih tersebut.

Harapannya, laporan yang dilayangkan gabungan ormas tersebut bisa dijawab dan diklarifikasi oleh mahasiswa Papua atau Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) di Surabaya sebagai pihak terlapor.

Namun, upaya negosiasi untuk mengomunikasikan masalah pembuangan bendera dengan mahasiswa Papua tersebut belum mendapat tanggapan.

Kemudian, pihaknya meminta bantuan kepada pihak RT, RW, lurah, camat, hingga perkumpulan warga Papua di Surabaya, untuk mengimbau mahasiswa asal Papua keluar dari asrama dan mengadakan dialog dengan kepolisian.

"Ternyata tetap tidak mendapat tanggapan (untuk mengadakan dialog)," kata Sandi.

Di sisi lain, pihaknya juga mendapat informasi dari gabungan ormas yang melayangkan laporan ke Polrestabes Surabay.

Disampaikan bahwa apabila tidak ada jawaban mengenai penyebab pembuangan bendera, massa tersebut akan kembali mendatangi asrama mahasiswa Papua.

"Kira-kira apa polisi akan membiarkan massa itu datang ke sana? Kami mencegah, jangan sampai terjadi bentrokan antara saudara-saudara kita yang ada di sana (mahasiswa Papua) dengan massa lain yang ada (ormas)," jelas Sandi.

Karena alasan itulah, polisi berusaha berkomunikasi dengan mahasiswa Papua untuk mencari tahu akar masalahnya.

Setelah upaya negosiasi mengalami kebuntuan, polisi juga sudah mengeluarkan peringatan sebanyak tiga kali sebelum akhirnya melakukan penindakan dan mengeluarkan surat perintah.

Surat perintah yang dimaksudkan Sandi itu, antara lain surat perintah tugas dan surat penggeledahan yang sudah disiapkan.

Penindakan dengan mengangkut paksa mahasiswa Papua itu dinilai merupakan upaya terakhir yang dilakukan polisi.

Hal itu karena upaya dialog yang dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB tidak membuahkan hasil.

Setelah itu, polisi membawa 43 mahasiswa Papua tersebut ke Polrestabes Surabaya.

Menurut Sandi, sebenarnya ia hanya akan membawa 15 mahasiswa Papua untuk dimintai keterangan soal perusakan dan pembuangan bendera.

Namun, ada sekitar 30 mahasiswa tambahan asal Papua yang datang ke asrama pada siang harinya.

Ia pun telah memisahkan 15 mahasiswa Papua di sana yang dinilai berkompeten untuk memberikan keterangan kepada polisi soal adanya perusakan bendera.

"Ternyata mereka tidak mau. 'Kalau mau dibawa teman kami, bawa kami semua', akhirnya kita bawa semuanya ke kantor dan kemudian kita periksa maraton," ujar Sandi.

Dalam pemeriksaan itu, Sandi menyiapkan sepuluh penyidik agar proses pemeriksaan tidak memakan waktu panjang.

Menurut dia, hanya ada satu mahasiswa yang tidak diperiksa lantaran tidak bisa berbahasa Indonesia.

Sehingga, polisi pun mengambil keterangan dari 42 mahasiswa asal Papua tersebut.

"Waktu kami periksa, semua dalam keadaan sehat walafiat dan kami kasih makan supaya bisa melihat bahwa kami mengedepankan hak asasi mahasiswa," tutur Sandi.

Pemeriksaan terhadap puluhan mahasiswa itu selesai pukul 23.00 WIB.

Usai diperiksa, 43 mahasiswa Papua itu langsung dipulangkan pada Minggu (18/8/2019) dinihari pukul 00.00 WIB.

"Intinya bahwa kami sudah mengerjakan upaya penegakan hukum untuk mengamankan teman-teman kita supaya tidak terjadi bentrokan massa dengan massa yang lainnya," ujar Sandi.

Sosok Tri Susanti, Kader Gerindra, Korlap Pengepungan Asrama Papua Surabaya, Ini Rekam Jejaknya

Sosok Tri Susanti alias Susi, korlap ormas yang meminta maaf soal insiden di Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Tri Susanti nenjadi viral di medial sosial.

Namanya sempat menjadi trending topic Twitter usai muncul sebagai koordinator lapangan  (korlap) aksi pengepungan Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya, Jawa Timur pada Jumat lalu (16/8).

Susi memang terlihat ada di lokasi bersama warga dan sejumlah anggota ormas saat asrama mahasiswa digeruduk.

Tri Susanti
Tri Susanti (TRIBUNNEWS)

Permintaan maaf itu disampaikan Tri Susanti alias Susi menanggapi beredarnya video yang menunjukkan adanya ujaran bernada rasis terhadap mahasiswa Papua.

"Kami atas nama masyarakat Surabaya dan rekan-rekan ormas menyampaikan permohonan maaf, apabila ada masyarakat atau pihak lain yang sempat meneriakkan itu (teriakan bernada rasisme)," katanya di Mapolda Jatim, Selasa (20/8/2019).

Bagi beberapa netter, nama dan wajah Tri Susanti memang tidak asing.

Ia pernah bersaksi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Tri Susanti juga diketahui sebagai kader Partai Gerindra.

Hal ini membuat politisi Gerindra, Fadli Zon berjanji akan melakukan investigasi terkait dugaan keterlibatan kader Gerindra tersebut.

Berikut Tribunnews.com merangkum sosok Tri Susanti, wakil ormas yang meminta maaf soal aksi di Surabaya, dilansir dari berbagai sumber:

1. Kader Gerindra

Dari penelusuran, Tri Susanti merupakan kader Partai Gerindra yang sempat maju sebagai caleg anggota DPRD Kota Surabaya.

Dari laman KPU Surabaya, Tri Susanti maju mewakili dapil Surabaya 3 meliputi Bulak, Gunung Anyar, Mulyorejo, Rungkut, Sukolilo, Tenggilis Mejoyo, dan Wonocolo.

Nama Tri Susanti berada di nomor urut delapan dari sembilan caleg.

Sayangnya, ia gagal di Pileg 2019 karena tidak mendapatkan suara yang cukup.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon mengaku akan menyusuri informasi tersebut.

2. Hadir di Sidang Sengketa Pilpres 2019 MK

Tri Susanti pernah hadir sebagai saksi dalam sidang sengketa Pilpres 2019 di MK, beberapa waktu lalu.

Ia dihadirkan oleh Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bersama 14 saksi dan dua saksi ahli lainnya.

Kepada Hakim MK, I Dewa Gede Palguna, Tri Susanti mengaku berasal dari Surabaya dan berprofesi sebagai ibu rumah tangga.

"Kenjeran," kata Tri Susanti saat ditanya daerah asal di Surabaya.

Tri Susanti juga mengaku dirinya sebagai relawan dari pasangan 02.

Dalam sidang sengketa itu, Tri Susanti membeberkan soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) fiktif yang ada di rumahnya.

3. Ikut aksi di Asrama Mahasiwa Papua

Tri Susanti juga menjadi satu dari perwakilan ormas yang mendatangi Asmara Mahasiswa Papua di Jalan Kalasan, Tambaksari, Surabaya, Jumat (16/8/2019).

Ia mengungkapkan, tujuan massa ormas yang dikomandoinya hanya bertujuan menegakkan bendera merah putih di Asrama Mahasiswa Papua.

Setahu Susi, selama ini, para penghuni Asrama Mahasiswa Papua diduga enggan menjalankan tradisi memasang bendera merah putih menjelang peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus.

"Kami hanya ingin menegakkan bendera merah putih di sebuah asrama yang selama ini mereka menolak untuk memasang," kata Susi saat ditemui awak media di Mapolda Jatim, Selasa (20/8/2019).

Wanita yang tergabung di Ormas Forum Komunikasi Putra-Putri Purnawirawan TNI/Polri Indonesia (FKPPI) itu juga membantah bilamana aksi mereka pekan lalu ditafsirkan secara sembrono oleh beberapa pihak sebagai aksi pengusiran mahasiswa Papua.

"Jadi kami tidak berkeinginan untuk menolak, mengusir atau apa pun itu kepada mereka, kami hanya ingin di asrama tersebut ada bendera merah putih," ujarnya.

Ia juga membantah ada teriakan bernada rasial yang ditujukan pada mahasiswa Papua di dalam Asrama Mahasiswa Papua.

"Kalau dibilang, masyarakat Surabaya terjadi bentrok atau ada teriakan rasis, itu sama sekali tidak ada," tegasnya.

Susi juga menegaskan, aksi yang pihaknya lakukan di asrama tersebut hanya ingin memastikan bendera merah putih dipasang tegak jelang perayaan Agustus-an.

"Tujuan utama kami hanya fokus untuk memasang bendera merah putih," ujar dia.

4. Meminta maaf

Tri Susanti yang merupakan wakil ormas meminta maaf apabila aksi mereka dianggap sebagai pemicu konflik yang lebih besar di Papua.

"Kami atas nama masyarakat Surabaya dan dari rekan-rekan ormas menyampaikan permohonan maaf, apabila ada masyarakat atau pihak lain yang sempat meneriakkan itu (teriakan bernada rasisme)," katanya di Mapolda Jatim, Selasa (20/8/2019).

Menurut Susi, munculnya beragam tafsir yang cenderung negatif terkait aksi ormas yang mendatangi Asrama Mahasiswa Papua itu, murni disebabkan oleh pelencengan informasi.

"Iya tujuan kami untuk merah putih dan ternyata berdampak seperti itu, mungkin ada pihak lain yang sengaja mengondisikan," kata Susi.

"Kami menyampaikan permohonan maaf dan semoga khususnya di Papua tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," jelasnya.

Susi juga mengatakan, pihaknya sejak awal tidak berniat ingin melakukan intimidasi ataupun mengusir pada mahasiswa Papua yang tinggal di Asrama Mahasiswa Papua.

"Jadi kami tidak ada keinginan untuk mengusir atau ancaman-ancaman kepada mereka. tidak ada Itu semua sama sekali," tuturnya. (*)

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUNMANADO TV:

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved