Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Guru di Pedalaman Papua

Kisah Guru di Pedalaman Papua, Terpencil Bukan Berarti tak Berkembang

Mengabdi di pedalaman Papua tak lantas membuat Refol Malimpu tertinggal dari kemajuan. Fasilitas wifi gratis membuatnya terhubung dengan dunia

Penulis: Finneke Wolajan | Editor: Finneke Wolajan
Istimewa
Refol Malimpu, guru yang mengabdi di pedalaman Papua, saat mengajar di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Di sudut luar rumah menjadi tempat bagi Refol Malimpu untuk memainkan telepon selularnya. Sehabis menjalankan rutinitasnya sebagai guru, berselancar internet menjadi hiburannya setiap hari.

Refol mencari sudut rumah dengan jaringan internet paling kuat. Sebab ia hanya menggunakan pancaran wifi yang dipasang di Sekolah Alkitab yang tak jauh dari rumahnya. Jaringan operator takkan mampu membuatnya berlancar bebas karena jaringan yang sangat lambat.

Wajar saja, Refol yang merupakan guru profesional alumni PPG SM3T angkatan 3 LPTK Universitas Negeri Manado ini sedang mengabdi di pedalaman Papua. Tepatnya di Kabupaten Tolikara, Distrik Kembu, Provinsi Papua. Saat ini ia mengajar di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu. Agustus 2019 genap enam tahun ia mengabdikan dirinya untuk anak-anak sekolah di Kabupaten Tolikara.

Refol Malimpu, guru yang mengabdi di pedalaman Papua, saat olahraga bersama muridnya di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu.
Refol Malimpu, guru yang mengabdi di pedalaman Papua, saat olahraga bersama muridnya di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu. (Istimewa)

Refol bersyukur, meski tinggal di tempat terpencil di wilayah pegunungan tengah Papua, ia bisa mengikuti perkembangan dunia luar lewat internet. Sebenarnya tak hanya di sudut rumahnya, Refol juga bisa menikmati internet gratis dan lancar di titik lainnya.

Di Distrik Kembu ada tiga jaringan wifi. Pertama milik Sekolah Lentera Haparan, kedua milik Dinas Pendidikan yang dipasang di SMP Negeri Kembu, yang ketiga wifi yang terpasang di Sekolah Alkitab, yang merupakan jaringan WiFi Nusantara milik Kementerian Komunikasi dan Informatika RI.

“WiFi Nusantara bisa menjangkau sekolah dasar saya mengajar, hingga ke puskesmas di Distrik Kembu,” ujarnya kepada tribunmanado.co.id, saat berbincang lewat pesan Whatsapp, Kamis (15/8/2019).

Jaringan wifi di tiga titik ini gratis dan bisa digunakan siapapun. Selain Refol yang adalah pendatang asal Sulawesi Tengah ini, banyak juga warga asli Papua yang menikmati fasilitas ini. “Kebanyakan anak muda,” katanya.

Jaringan internet yang gratis dan lancar ini sangat membantu Refol, terutama untuk meningkatkan kapasitasnya sebagai seorang pengajar. Refol menambah referensi untuk bahan ajar lewat internet. Apalagi buku yang tersedia di sekolahnya sangat terbatas. “Buku di sini sedikit sekali. Kalau ada internet begini sangat membantu,’ katanya.

Apalagi sebagai guru yang memiliki latar belakang bahasa asing, banyak ketidaktahuan Refol mengenai pelajaran-pelajaran Sekolah Dasar. Jauh dari latar belakangnya sebagai guru Bahasa Perancis. Ia perlu terus belajar strategi mengajar anak Sekolah Dasar. “Saya belajar di internet. Saya perlu menambah materi yang kekinian dari internet,” ujarnya.

Terhubung dengan dunia maya membuat Refol juga bisa berkomunikasi dengan teman-temannya di luar negeri. Sembari terus mengasah kemampuan bahasa asingnya. “Jadi bukan berarti terpencil trus tidak bisa berkembang. Bukan berarti di pedalaman lalu tertinggal,” ucapnya.

Jarak ribuan kilometer Refol dan orangtuanya di Sulawesi Tengah tak lagi menjadi masalah ketika bisa saling mengirim pesan, teleponan dan berbicara lewat panggilan video. “Kalau kangen tinggal video call. Jadi berasa selalu dekatlah karena ada internet,” ujarnya. Refol tak sendiri, ia bersama kakak perempuannya yang sama-sama mengabdi di Kabupaten Tolikara. Rindu dua kakak beradik ini pun tak lagi tertahan karena jarak dengan orangtua.

Refol Malimpu dan kakak perempuannya, guru yang mengabdi di pedalaman Papua, saat mengajar di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu.
Refol Malimpu dan kakak perempuannya, guru yang mengabdi di pedalaman Papua, saat mengajar di SD YPPGI Mamit, Distrik Kembu. (Istimewa)

Refol mengenang masa-masa di mana ia merasa seperti terisolasi sebagai pengabdi di pedalaman. Apalagi awal-awal ia mengabdi di Distrik Kembu tiga tahun lalu. Mau telepon saja sangat sulit, apalagi berselancar internet. “Tak ada jaringan sama sekali dulu. Puji  Tuhan sekarang sudah jauh lebih baik. Harus berterima kasih kepada Kementerian Kominfo RI yang sudah membangun WiFi Nusantara ini,” ujarnya.

Selain jaringan internet, Refol memang merasakan perkembangan di Kabupaten Tolikara. Tahun 2013 pertama kali mengabdi di Distrik Anawi dan tahun 2016 di Distrik Kembu hingga kini. Pertama kali ia di Distrik Kembu, ia harus naik pesawat karena belum ada jalan darat. Beberapa bulan setelah itu, jalan darat sudah terbuka.

"Banyak perkembangan yang saya lihat. Seperti bandara di Kembu yang sudah diaspal, jalan dari Ibukota Kabupaten Tolikara yang sudah bisa dilewati kendaraan. Bahkan sekarang sudah mulai pengaspalan," katanya.

Selain Refol, Apin, fotografer asal Wamena juga terbantu dengan jaringan WiFi Nusantara yang dipasang di sekolah-sekolah di Wamena. Sebagai fotografer, Apin perlu untuk memamerkan karya-karyanya, sebagai portofolio. Wifi yang terpasang di sekolah-sekolah sangat membantunya. Sebab jaringan operator telepon di Wamena lambat. Jika hanya mengandalkan itu, Apin takkan mampu mengunggah foto-fotonya dengan cepat. “Untuk ada WiFi Nusantara itu. Saya dan teman-teman terbantu dengan itu,’ ujarnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved