Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ibadaj Haji

Bukan Cari Gelar, Orang Nusantara Zaman Dulu Beribadah Haji untuk Mencari Ilmu

Mereka beribadah juga untuk menuntut ilmu, alhasil setelah pulang bisa memberikan konstribusi kepada masyarakat sekitarnya.

Editor:
AFP PHOTO/KARIM SAHIB
Pemandangan dari udara menunjukkan jemaah haji tengah mengelilingi Kabah, tempat paling suci bagi umat Islam di Masjidil Haram, Kota Mekah, Arab Saudi, Minggu (3/9/2017). Tercatat sekitar 2,1 juta umat Muslim dari berbagai belahan dunia berkumpul untuk melaksanakan ibadah haji tahun ini. 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Beribadah haji bukan sekadar menjalankan ritual belaka, terutama bagi orang Nusantara zaman dulu.

Mereka beribadah juga untuk menuntut ilmu, alhasil setelah pulang bisa memberikan konstribusi kepada masyarakat sekitarnya.

Perjalanan ibadah haji haji orang-orang Nusantara zaman dulu bukan mencari gelar.

Pengendali ibadah haji, Oman Fathurrahman, yang juga pakar sejarah dan manuskrip kuno bercerita tentang perjalanan haji orang-orang Nusantara di jaman dahulu.

Setelah mereka pulang ke tanah air menjadi orang yang punya kontribusi besar terhadap bangsa dan negara.

Baca: Kisah Bette Nash, Pramugari Paling Senior yang Berusia 84 Tahun, Masih Aktif Bekerja Hingga Saat Ini

Baca: Massa Hancurkan Mobil Pelaku Pencuri Anjing, Beraksi Pakai Pelat Nomor Palsu, Polisi Temukan Ini

Baca: Pamer Tato Baru, Nikita Mirzani Geram Saat Dituding Pasang Implan di Bagian Dada

 

“Dalam sejarahnya, ada empat aspek yang mendorong orang Nusantara naik haji: ibadah, ziarah, tijarah (dagang), dan rihlah ilmiah (perjalanan mencari ilmu).

"Meski bersusah payah, dan dengan biaya mahal, sejak dulu Muslim Nusantara sangat antusias pergi ke Tanah Suci.

"Makkah diyakini sebagai kota suci yang memiliki nilai spiritual, teologis, dan sosial yang sangat tinggi.

"Bagi para Sultan dan penguasa negeri, pergi haji bahkan menjadi tambahan legitimasi,” Oman Fathurrahman di Kantor Daker Makkah, Rabu (31/7/2019)

Bahkan mereka yang sudah beribadah dari tanah suci jaman dahulu sangat menonjol.

Ada banyak tokoh besar yang punya pengaruh besar dalam sejarah negeri ini seperti dua tokoh pendiri ormas Islam terbesar Indonesia Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.

“Dulu, aspek rihlah ilmiah sangat menonjol. Di abad 17 ada Syekh Abdurrauf Singkel Aceh yang tinggal selama 19 tahun untuk haji dan belajar ilmu agama.

"Di abad 19 kita punya kisah Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Ahmad Dahlan, dan Kiai Kholil Bangkalan dari Jawa, atau Tuan Guru Abdul Majid dari Lombok.

"Mereka membangun reputasi keilmuannya di Tanah Suci, melalui perjalanan haji. Pulang haji, mereka menjadi tokoh berilmu tinggi yang menjadi pemersatu bangsa,” katanya.

Oman Fathurrahman menjelaskan, sejumlah manuskrip menunjukkan bahwa perjalanan haji dari Nusantara sudah ada setidaknya sejak abad 15.

Baca: KKB Papua Menyerah Berkat Strategi Ayah Ani Yudhoyono, Bahas Soal Keluarga dan Hutan: Lindungi Bapak

Baca: Panglima TNI Resmikan Pasukan Elite Komando Operasi Khusus TNI, Koopssus dan Koopsusgab Beda?

 

 

Manuskrip Hikayat Hang Tuah adalah contohnya.

Namun, sebagian kisah haji itu lebih bersifat mitos ketimbang fakta sejarah, karena belum bisa dibuktikan benar-tidaknya.

“Catatan haji yang mulai lebih bersifat faktual mulai dijumpai dalam teks asal abad ke-16 dan 17, seperti Sajarah Banten dan Babad Kraton.

"Dikisahkan bahwa perjalanan haji sebelum ada mesin uap itu dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari jalan kaki dari Jawa, berkuda, jalan darat, melewati sungai, gunung, hutan belantara, hingga lautan samudera.

"Waktu tempuhnya bisa berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun untuk sampai ke Makkah,” katanya.

Babad Nitik Sultan Agung juga menyinggung cerita mitologis Sultan Agung yang sering berkunjung ke Mekkah.

Ia bahkan membawa sebagian tanah dari Mekkah untuk dibawa pulang ke Jawa.

Sesampainya di Jawa, tanah itu dilemparkan, dan jatuh di lokasi yang sekarang menjadi tempat pemakaman keluarga Sultan Agung. Sekarang titik tersebut dikenal dengan Imogiri.

“Sejak abad 17 hingga masa kontemporer, catatan pengalaman perjalanan ibadah haji semakin sering dituliskan sebagai memoar, dengan berbagai sudut pandang, mulai dari pengalaman spiritual, perjalanan keilmuan, hingga tujuan diplomasi,” kata Oman Fathurrahman.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Bukan Hanya Cari Gelar, Zaman Dulu Orang Nusantara Pulang Haji Makin Berilmu dan Pemersatu Bangsa

Baca: Gubernur Siap Lantik Elly Lasut dan Mochtar Parapaga, Asal Dua Kondisi ini Terpenuhi

Baca: Kisah Asmara Ahok dengan Puput, Sang Anak Tanya Kenapa Pilih yang Muda, Ahok Jawab Blak-blakan

Baca: Sebelum Gempur KKB Papua, Komandan TNI AD Bermimpi Aneh, Maknanya Kematian

SUBSCRIBE YOUTUBE TRIBUN MANADO TV:

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved