Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

News

Anak Tukang Becak Cuma Butuh 10 Bulan untuk Lulus S2 Cumlaude di ITB

Gadis 22 tahun yang berasal dari Cilegon, Banten ini, berhasil menyelesaikan studi S2 di ITB cuma dalam waktu 10 bulan.

Editor: Maickel Karundeng
istimewa
Kisah Inspiratif Herayati 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Kisah inspiratif dan luarbiasa si anak tukang becak yang mampu berprestasi.

Mungkin beberapa orang masih mengingat kisahnya tahun lalu.

Pada tahun 2018 lalu, Herayati si anak tukang becak berhasil lulus S1 berpredikat cumlaude dengan IPK 3,77 dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Belum ada satu tahun semenjak lulus S1, Herayati si anak tukang becak kembali buat publik terkagum-kagum.

Gadis 22 tahun yang berasal dari Cilegon, Banten ini, berhasil menyelesaikan studi S2 di ITB cuma dalam waktu 10 bulan.

Tak sembarangan, gadis kelahiran 17 April 1997 itu berhasil lulus S2 dan mendapat predikat cumlaude dengan IPK 3,8.

Mengutip Tribun Jabar, Herayati mengaku sudah mulai tertarik untuk kuliah di ITB sejak berada di bangku SMP.

Baca: TERUNGKAP Seperti Apa Sosok Brigadir Rangga, Polisi yang Tembak Mati Polisi Pangkat Brigadir Kepala

Baca: Hubungan Liar, Penuh Darah dan Alkohol Tewaskan Pasangan Miliuner Inggris, Suami Mengaku Salah

Baca: Gemar Film Dewasa Sejak SMP, Hubungan Badan Sejak 15 Tahun, Liar Tanpa Pilih Pasangan

Kisah Inspiratif Herayati
Kisah Inspiratif Herayati (istimewa)

"Saya masuk ITB tahun 2014. Awalnya diceritakan sama guru SMP yang alumnus ITB, dan beliau ternyata dapat beasiswa full. Dari situ Hera pengen kuliah tapi dapat beasiswa full," ungkap dara yang akrab dipanggil Hera itu.

"Nah yang Hera tahu cuma ITB doang. Yang dipikiran cuma ITB dan ITB. Selain itu, Hera juga suka sama kimia pas SMA. Dan jurusan kimia terbaik di Indonesia memang ada di ITB." imbuhnya.

Namun awalnya, Herayati mengatakan jika keputusannya untuk kuliah di ITB sempat membuat kedua orangtuanya, Sawiri (67) dan Durah (63), khawatir.

Namun beruntung, orangtuanya diyakinkan oleh tetangga, hingga akhirnya memperbolehkan Herayati berkuliah di ITB.

"Orangtua dibilang sama tetangga, 'Sudah Pak, Hera mah dikuliahin saja'. Nah pas Hera bilang mau ke ITB, orangtua sebenarnya khawatir tapi enggak pernah bilang 'jangan'. Jadi mungkin khawatirnya dipendam.

"Bahkan orangtua saya bilang, 'masalah biaya urusan belakangan yang penting masuk dulu'," sambungnya.

Berkat dukungan kedua orangtua, keinginan, dan kedisiplinannya, Herayati berhasil membuktikan jika ia mampu menjadi salah satu lulusan terbaik ITB.

Bahkan kini, Herayati sudah menjadi dosen kimia di Universitas Sultan Agung Tirtayasa meski usianya yang masih terbilang sangat muda.

"2018 lalu saya diminta datang ke Untirta, tapi saat itu saya baru lulus S1, sementara jadi dosen minimal S2," ungkap Hera, dikutip Grid.ID dari Kompas.com.

Herayati, akan mulai mengajar kimia dasar untuk para mahasiswanya pada September 2019 nanti.

Kini, Hera bermimpi untuk bisa menjadi dosen tetap dan PNS di usia muda.

"Maunya jadi dosen tetap, tapi harus PNS, sambil menunggu penerimaan, jadi dosen luar biasa dulu sementara di teknik untuk kimia dasar, mulai ngajar bulan September ini," tandasnya. (*)

Berita ini telah tayang di grid.id dengan judul https://www.grid.id/amp/041799075/jadi-dosen-kimia-di-usia-22-tahun-herayati-anak-tukang-becak-cuma-butuh-10-bulan-untuk-lulus-s2-cumlaude-di-itb?page=all

 

Follow akun instagram Tribun Manado:

Baca: Atasan Ungkap Kelakuan Sebenarnya Brigadir Rangga Tianto, Polisi Penembak Mati Bripka Rahmat Efendy

Baca: Dijerat UU Perlindungan Anak, Guru Olahraga Ditangkap Polisi, Janji Nikahi Siswanya Saat Lulus

Baca: Penyakit Ginjal Diderita Banyak Orang, Ini Tanda-Tanda Fisik

Like Facebook Tribun Manado:

Berita terkiat Herayati

Kisah Herayati, Anak Tukang Becak yang Lulus Cum Laude di ITB, Semangatnya Mengharukan

TRIBUNJABAR.ID, BANDUNG - Sikap pantang menyerah melawan keterbatasan tampaknya pantas ditiru dari seorang perempuan berusia 20 tahun bernama Herayati.

Meskipun berasal dari keluarga tak mampu, perempuan yang berasal dari Cilegon, Banten ini berhasil lulus predikat cum laude dengan IPK 3,77 dari Institut Teknologi Bandung (ITB).

Bahkan, putri dari pasangan suami istri Sawiri (66) dan Durah (62) ini sempat mendapatkan IP 4,00 pada semester lima.

Pekerjaan ayahnya yang hanya sebagai tukang becak di daerah Perumahan Krakatau Steel, Cilegon, Banten, bukan dijadikan alasan baginya untuk berhenti berjuang.

Hebatnya lagi, Herayati atau akrab disapa Hera juga merupakan mahasiswi langganan penghargaan Dean’st List, enam kali berturut-turut.

Dean'st list adalah penghargaan dari Dekan FMIPA karena prestasi akademik yang baik berturut-turut sejak semester 1 2015 sampai semester 1 2017 memiliki nilai rata-rata (NR) selalu di atas 3.5.

Selain berhasil lulus program sarjana dan yudisium cum laude, Hera juga mengikuti perkuliahan program magister melalui program jalur cepat S1 – S2 (fast track) dan telah menyelesaikan 12 SKS mata kuliah program magister dengan nilai rata-rata 3.75.

Prestasi lainnya, dia juga pernah menjadi delegasi Indonesia dalam acara Asia Pasific Future Leader Conference 2017 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Hera merupakan wisudawan dari program studi kimia, FMIPA ITB yang telah diwisuda pada wisuda ketiga ITB tahun akademik 2017/2018, di Sabuga, Kota Bandung Sabtu (21/7/2018).

Saat ditemui Tribun Jabar di Sabuga, Hera terlihat sedang menunggu giliran untuk befoto bersama teman-teman mahasiswa seangkatannya.

Mengenakan toga berwarna biru khas ITB, Hera terlihat bahagia.

Tak henti-hentinya dia melemparkan senyum saat bercerita mengenai perjalanannya selama berjuang di kampus yang berada di Jalan Ganesa, Kota Bandung itu.

Riasan khas perempuan juga terlihat menghias wajahnya.

Hera bercerita, dia mulai tertarik untuk masuk ITB sejak berada di kelas sembilan SMP.

"Saya masuk ITB tahun 2014. Awalnya diceritakan sama guru SMP yang alumnus ITB, dan beliau ternyata dapat beasiswa full. Dari situ Hera pengen kuliah tapi dapat beasiswa full," ujarnya.

"Nah yang Hera tahu cuma ITB doang. Yang dipikiran cuma ITB dan ITB. Selain itu, Hera juga suka sama kimia pas SMA. Dan jurusan kimia terbaik di Indonesia memang ada di ITB."

Keinginan masuk ITB pun sempat dia utarakan kepada kedua orangtuanya.

Tak disangka, orangtuanya rupanya mendukung penuh keinginan putrinya.

"Orangtua dibilang sama tetangga, "Sudah Pak, Hera mah dikuliahin saja". Nah pas Hera bilang mau ke ITB, orangtua sebenarnya khawatir tapi enggak pernah bilang "jangan". Jadi mungkin khawatirnya dipendam," ujar Hera.

"Bahkan orangtua saya bilang, "masalah biaya urusan belakangan yang penting masuk dulu"," sambungnya.

Sejak SMA, Hera pun mulai mengerjakan soal-soal seleksi perguruan tinggi.

Bahkan, dia sempat mendapatkan beasiswa untuk belajar di bimbingan belajar persiapan seleksi perguruan tinggi.

"Pas kelas XII ikut try out SBMPTN yang ada soal ITB-nya. Se-Banten saya dapat peringkat empat nilainya. Yang peringkat 1-5 se-Banten dikasih beasiswa di bimbingan belajar itu," kata Hera.

Perempuan yang pernah bersekolah di MAN 2 Cilegon ini rupanya masuk ke ITB melalui jalur SBMPTN.

Saat pendaftaran SNMPTN ia sempat tak diterima di ITB.

Saat daftar seleksi bersama itu, dia juga mendaftar beasiswa bidik misi.

"Tapi sebelum masuk ITB, saya lebih dulu diterima di sebuah universitas negeri di Jakarta. Tapi, universitas itu mewajibkan untuk menyetorkan uang daftar ulang dulu," ujar Hera.

"Karena sebelumnya belum tahu keterima di ITB, jadi Hera ambil. Daftar ulangnya, orangtua saya bahkan sampai jual emas," katanya.

Singkat cerita, Hera lebih memilih ITB ketimbang perguruan tinggi tersebut.

Dia akhirnya bisa masuk melalui jalur SBMPTN dan menerima beasiswa bidik misi.

Selama kuliah di ITB, dia pun mengaku tak pernah kekurangan meskipun keluarganya terbatas dari segi ekonomi.

"Karena Hera punya keyakinan, rezeki tuh selalu dapat terus selama masa kuliah," ujar Hera.

Selama masa kuliah, dia rupanya pernah mendapat bantuan dari Pemerintah Kota Cilegon, Kepala Staf Kepresidenan Indonesia Jenderal Moeldoko, dan Menko Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.

Bahkan, untuk mendapatkan uang tambahan, Hera juga bekerja paruh waktu sebagai guru privat bagi mahasiswa tingkat pertama ITB.

Ternyata, di dua semester pertama, nilai akademiknya tidak terlalu baik, karena jumlah matakuliah yang beragam di Program TPB.

"Setelah masuk program studi sarjana kimia, karena suka dengan kimia, nilai menjadi meningkat drastis," ujar Hera.

Dalam menyelesaikan tugas akhir S1, Herayati mengembangkan suatu sintesis yang berasal dari kulit udang yang dapat digunakan untuk menyerap limbah timbal pada air Sungai Cikapundung.

“Penelitian saya yang dibimbing Ibu Dr. Deana Wahyuningrum dapat membantu untuk mengurangi polusi air. Terlebih timbal merupakan logam berat yang berbahaya bagi kesehatan,” ujarnya.

Sosok orangtua, dikatakan anak bungsu dari empat bersaudara ini, adalah sosok yang terus membuatnya tetap semangat menjalani studi di ITB.

Semangat itu, ujarnya, juga harus dibarengi dengan rajin beribadah dan berdoa.

“Kedua orangtua selalu mendukung saya. Beliau tak pernah mengeluh walau kondisi ekonomi dalam keadaan yang terbatas. Maka dari itu saya berusaha untuk terus berprestasi di ITB,” kata Hera.

Setelah lulus nanti, dia bercita-cita ingin menjadi dosen di daerahnya, Cilegon, Banten.

"Saya ingin membaktikan diri kepada daerah yang sudah mendukung saya selama studi di ITB, saya juga sangat senang mengajar dan meneliti," kata Hera.

Selama berbincang dengan Tribun Jabar, tak sedikit berapa orang menghampiri Hera.

Ada yang sekadar mengucapkan selamat, ada pula yang memberinya hadiah wisuda seperti bunga atau boneka.

Raut muka bahagia kembali terpancar dari wajah Hera saat dia dipanggil untuk berfoto bersama dengan teman-teman satu angkatan prodinya.

Dengan mantap, dia mulai berjalan ke depan untuk berfoto.

Berita ini telah tayang di TribunJabar dengan judul https://jabar.tribunnews.com/2018/07/21/kisah-herayati-anak-tukang-becak-yang-lulus-cum-laude-di-itb-semangatnya-mengharukan?page=all

BERITA SELEB

Baca: Nikahi Pria Brazil, Aura Kasih Sampai Harus Pakai Google Terjemahan Saat Bicara dengan Mertua

Baca: Pakai Topi Buaya Darat, Hotman Paris Mendadak Jadi Kuli Bangunan, Sehari Digaji Rp 100 Ribu

Baca: Penampilan Arsy Tuai Pujian Saat Tampil di Atas Panggung Bersama Anang dan Ashanty, Arsya Ngapain?

Sumber: Grid.ID
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved