Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kabinet Kerja II

Jatah Menteri Jadi Rebutan, PKB Tolak PAN Gabung di Koalisi, Politisi PDIP Minta Gerindra Konsisten

Tak hanya koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf yang jadi pemenang pada pilpres, demikian dari kubu lawan.

Editor:
HERUDIN
Istana Negara 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Setelah Pilpres dan Pileg, kursi menteri menjadi incaran partai-partai politik.

Tak hanya koalisi parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf yang jadi pemenang pada pilpres, demikian dari kubu lawan.

Ada yang terang-terangan menyebutkan jatah menteri, ada juga yang 'malu-malu' meminta kuota yang diminta.

Beberapa parpol yang disebut tidak menolak jika ditawari masuk ke koalisi pemerintahan ialah PAN, Partai Demokrat, dan Partai Gerindra.

Namun parpol pengusung Jokowi-Ma'ruf mulai menunjukkan penolakan terhadap wacana masuknya parpol pengusung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Baca: 2 Kesalahan Fatal Ini yang Bikin Ahok Tolak Berhubungan dengan Veronica Tan

Baca: Ahok Cekcok Hebat dengan Putrinya karena Bela Veronica Tan, Nathania Purnama: Papa Kenapa Nikah

Baca: Jepang Raih 2 Gelar, Marcus/Kevin Dapat Pujian dari Pelatih Ganda Putra China

Follow Instagram Tribun Manado

Panasnya perebutan kursi menteri terlihat dari penolakan PKB atas wacana masuknya PAN ke dalam koalisi pemerintahan.

Penolakan tersebut disampaikan oleh anggota Dewan Syuro PKB, Maman Imanulhaq.

Menurut Maman, sikap politik PAN tidak konsisten ketika berada dalam sebuah koalisi.

Hal itu dapat dilihat ketika PAN masuk dalam koalisi partai pendukung Jokowi pada Pilpres 2014. Namun, pada Pilpres 2019 PAN memilih mendukung pasangan Prabowo-Sandiaga.

"PKB itu adalah koalisi yang sangat-sangat konsisten, tidak pernah gabung ke sana, masuk tempat menteri, di tengah jalan pindah lagi. Sekarang tiba-tiba mendekat lagi, kayak PAN."

Demikian kata Maman dalam diskusi bertajuk "Ngebut Munas Parpol" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (20/7/2019).

Maman mengatakan, setiap partai politik harus membangun moralitas kepartaian serta memiliki integritas dan loyalitas terhadap koalisi yang dinaungi.

Oleh sebab itu, ia menyarankan agar partai-partai yang sejak awal tidak mendukung Jokowi-Ma'ruf sebaiknya tetap berada di luar koalisi pemerintahan.

"Menurut saya ada beberapa partai yang sebaiknya tidak masuk (koalisi pemerintah), partai yang tidak jelas, yang cuma merecoki.

"Daripada nanti mengganggu, lebih baik di sana (di luar koalisi pemerintah) sajalah sebagian," ujarnya.

Penolakan juga muncul dari politisi PDI Perjuangan, Effendi Simbolon.

Menurut dia, Partai Gerindra telah lama berbeda sikap dengan PDI Perjuangan. Untuk itu, Effendi berpendapat, akan lebih baik jika Partai Gerindra tetap menjadi oposisi.

"Wong berbeda kok. Kita satu tahun lebih berbeda, dalam tanda petik kita berseberangan.

"Kasihan rakyatnya dong. Berbeda kan tidak berarti membuat kita bermusuhan," kata Effendi, dalam diskusi yang sama.

Baca: UPDATE: PIHAK MANDIRI Blokir 2.670 Rekening yang Alami Penambahan Saldo, Inilah Nasib Para Pemilik

Baca: TRIK Terbaru WhatsApp, Bisa Hack Lokasi Pasangan, Ubah Tulisan, Last Seen Hilang & Ubah Centang Biru

Baca: Nagita Slavina Bertanya Terkait Sosok Mantan Pacar Dua Putra Presiden Jokowi, Ini Jawabannya

Menurut dia, jika Partai Gerindra dipaksakan masuk ke koalisi Jokowi-Ma'ruf, dalam masyarakat akan muncul sikap apatis.

Sejak Pilpres 2014 Partai Gerindra tak pernah ingin masuk dalam koalisi Jokowi.

"Saya pribadi melihat kalau model demokrasi kita seperti ini, ke depan masyarakat kita makin apatis. Wong berbeda, kok bisa satu. Enggak mungkin," ujar Effendi.

Effendi meminta Partai Gerindra konsisten pada posisi di luar koalisi pemerintah. Ia mengatakan, sepanjang memiliki niat yang baik, menjadi oposisi bukan sesuatu hal yang buruk.

"Jadi konsisten sajalah. Pasti sepanjang kita punya niat baik, enggak usah terlalu diakomodir seluruh kebutuhannya," ucap dia.

Menanggapi penolakan dari parpol-parpol pengusung Jokowi, Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan menilai pembentukan kabinet merupakan hak prerogatif presiden.

Karena itu, ia menilai tak perlu dipermasalahkan bila Presiden hendak memperluas koalisinya dengan mengundang parpol-parpol pengusung Prabowo-Sandi untuk bergabung.

"Kalau soal itu tentu menjadi hak prerogatif presiden.

"Jika Presiden merasa perlu memperluas koalisinya, bisa saja mengundang partai-partai lain untuk bergabung," kata Bara saat dihubungi Kompas.com, Minggu (21/7/2019).

Ia menambahkan, masuknya partai yang bukan pengusung Joko Widodo-Ma'ruf Amin ke dalam koalisi pemerintahan juga penting untuk menguatkan rekonsiliasi.

Bara mengatakan, dengan masuknya partai yang tak mengusung Jokowi-Ma'ruf ke dalam kabinet, hal itu akan mengukuhkan rekonsiliasi yang telah dibangun Jokowi dengan pesaingnya saat Pilpres 2019, yaitu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Ia menambahkan, Prabowo dan Jokowi telah menunjukkan upaya rekonsiliasi lewat pertemuan di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta, Sabtu (13/7/2019).

Karena itu, Bara menilai tak masalah jika partai yang tak mengusung Jokowi-Ma'ruf masuk ke kabinet untuk mengukuhkan rekonsiliasi itu.

Hanya partai tersebut harus memiliki komitmen mendukung program pemerintah.

"Ini bukan hanya untuk memperkuat posisi pemerintah di parlemen, tetapi juga memperkuat modal sosial dalam hal rekonsiliasi.

"Masyarakat masih ada yang terluka seusai pilpres dan kita perlu membuka lembaran baru," ujar Bara.

Adapun Partai Gerindra belum memberikan kepastian apakah bersedia masuk ke dalam kabinet.

Menurut Wakil Sekjen Partai Gerindra Andre Rosiade, sebagian besar kader di partainya lebih memilih untuk menjadi oposisi.

Namun, ini bukan berarti Partai Gerindra menutup pintu untuk bergabung dengan koalisi Jokowi-Ma'ruf.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad kemudian menyatakan, partainya akan menawarkan program kepada Jokowi-Ma'ruf jika diajak bergabung.

Apa saja konsep yang ditawarkan Partai Gerindra?

"Konsep kemandirian pangan, ketahanan energi. Pokoknya itu jadikan satu konsep. Kalau konsep mandiri-mandiri itu kemudian diterima (Jokowi-Ma'ruf), lalu kan nanti akan dihitung bidangnya berapa, orangnya berapa, kan begitu," ujar Dasco ketika dihubungi Jumat (19/7/2019).

Jika pemerintahan Jokowi-Ma'ruf bersedia menerima konsep itu, partai berlambang Garuda itu bersedia bergabung.

Namun, jika tawaran itu ditolak, Partai Gerindra tetap memilih menjadi oposisi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Saat Parpol Koalisi Jokowi-Ma'ruf Berebut Jatah Menteri dengan Non-Koalisi...

BACA JUGA:

Baca: Soal CPNS 2019 Alami Perubahan, BKN Sebut Ada yang di Remove dari Sistem, Simak Penjelasannya!

Baca: Alasan ILC Berhenti Tayang, Karni Ilyas Bahas Komplain Netizen untuk Penantian Dua Bulan

Baca: Ahok Nikah Lagi Sama Wanita Muda, Begini Sikap Anak Perempuannya Saat Punya Ibu Tiri, Sempat Cekcok!

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved