Peringatan Dini Tsunami Bikin Warga Panik: Begini Permintaan Gubernur
Gempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Sulawesi Utara dan Maluku Utara Minggu (7/7/2019) pukul 23.17 Wita.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Gempa berkekuatan 7 Skala Richter yang mengguncang Sulawesi Utara dan Maluku Utara Minggu (7/7/2019) pukul 23.17 Wita. Masyarakat di kedua provinsi ini sempat panik menyusul informasi gempa berpotensi tsunami.
Dua jam kemudian baru dinyatakan aman meski banyak yang sudah mengungsi. Gubernur Sulut Olly Dondokambey mengatakan, daerah Nyiur Melambai punya alat mendeteksi tsunami. Pemerintah selalu koordinasi dengan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "Kita akan ada alat melihat datangnya tsunami," kata dia, Senin kemarin.
Alat deteksi itu sebagai bentuk antisipasi, masyarakat tentu diminta tidak panik saat terjadi gempa. Selain itu, Olly menekankan, sejarah di Sulut belum pernah ada kasus tsunami setelah Kemerdekaan RI.
Baca: Tanyakan Komitmen Presiden: Ini yang Dilakukan Baiq Nuril
"Di Sulut sejak RI berdiri belum pernah ada tsunami," ujar dia. Kata Olly, bukan berarti masyarakat lengah, tapi tetap harus waspada. Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sulut Joi Oroh mengatakan, BPBD terus berupaya untuk membuat masyarakat tangguh bencana. "Kita terus sosilisasi bagaimana masyarakat bertindak saat terjadi bencana, kita punya anggaran baik di provinsi maupun kabupaten kota," kata dia.
Pelatihan seperti tsunami drill terus dilakukan tiap tahun, bahkan akan diselenggarakan dalam waktu dekat ini. Termasuk menyiapkan penunjuk arah dan keterangan jalur evakuasi yang belakangan masih minim. "Jalur evakuasi, nanti patungan, kalau kabupaten/kota belum nanti provinsi, sudah ada tapi banyak yang rusak," ujar dia.
Abraham F Mustamu Kepala Stasiun Geofisika Pusat Gempa Regional X melalui Muhammad Juang, Staf Operasional Pengamat Meterologi Geofisika mengatakan, terjadi gempa susulan. Di rentan tengah malam hingga 08.59 pagi sudah terjadi puluhan kali gempa susulan (lihat grafis). "Sudah di-update terjadi 48 kali gempa susulan, lokasi pusat gempa masih di seputaran situ (kedalaman laut)," ujar dia.
"Namun demikian masyarakat tetap waspada terhadap gempa bumi susulan, tetap tenang dan tidak terpengaruh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya," ungkap dia.
Sejumlah masyarakat Desa Kema 1, Kema 2 dan Kema 3, Kecamatan Kema, Kabupaten Minahasa Utara meninggalkan rumah dan barang berharga, Minggu malam hingga Senin dini hari.
Warga yang mengungsi hanya pakaian di badan, menggendong anak kecil, bayi dan memegang erat tangan anak mereka menuju tempat yang aman. Warga mengungsi ke arah Desa Kauditan di Persimpangan Kauditan sambil menggunakan kendaraan roda dua, roda empat dan berjalan kaki.
"Sudah tidak bawa barang-barang cuma diri, mengungsi karena warga lainnya sudah teriak agar pergi lari mengungsi," kata Ibu Iya, warga Jaga V, Desa Kema 3 yang menggendong cucu. Sebelum lari mengungsi, mereka sempat merasakan getaran gempa yang sangat kencang. Banyak yang sudah tidur terkejut lalu bangun.
Baca: Rupiah Lemah Efek Sikap The Fed
"Rumah kami persis dekat pantai," tambahnya.
Bambang, warga Desa Kema 1, mengangkut banyak warga yang lari dari rumah menggunakan mobil pick up. "Ada informasi tsunami, jadi warga di Desa Kema 1 dan Kema 3. Jam 11.30 malam menerima informasi ada tsunami sehingga langsung mengungsi bersama masyarakat ke tempat aman," kata Bambang.
Ia bersama sejumlah masyarakat tidak sempat membawa serta barang berharga. Hanya sebagian harta benda yang bisa dibawa, yang lainnya ditinggalkan. Ibu-ibu lainnya yang ditemui di atas kendaraan pick up mengaku berasal dari Desa Kema 3. Mereka mendapat informasi pasca gempa bumi berpotensi tsunami. Di antara warga di mobil pick up, ada yang mengendong anak bayinya sambil menyusui.
"Lari ke tempat aman karena warga Desa Kema 3 sudah lari karena mau tsunami jadi kami ikut lari," kata Vicky, warga Desa Kema 2 yang rumah dekat pantai. Vicky tidak sempat membawa serta harta benda. "Cuma bawa akta, surat-surat dengan anak-anak punya surat," tandasnya.
Nontje Kapotih, warga Desa Kema 2 lainnya yang dijumpai di lokasi pengungsian nampak sedang berjalan tanpa memakai alas khaki. "Ada mengungsi dari Kema 2. Mengungsi karena takut tsunami," kata Nontje spontan saat bersua dengan tribunmanado.co.id. Tidak ada informasi pasti yang diterimanya. Hanya takut pasca gempa sehingga spontan pergi mengungsi ke tempat yang aman. "Hanya pakaian di badan yang dibawa dari rumah," tandasnya.
Ketiga desa ini berada dekat pantai yang berhadapan langsung dengan Laut Maluku, sumber gempa. Terpantau mereka pergi meninggalkan rumahnya dalam kondisi gelap gulita karena listrik padam.
Ada yang berjalan kaki sambil memegang anak kecil, gedong balita, naik motor tiga orang hingga menggunakan kendaraan roda empat pickp up dan tertutup. "Selain di Kauditan ada warga Kema 3 mengungsi di Minawerot," kata warga lainnya yang melintas di persimpangan Kauditan.
Titik-titik pengungsian warga mulai terlihat di rumah warga di Desa Kema 1, Desa Tontalete, Jalan Kabima-Tontalete. Sekitar pukul 02.30 warga mulai kembali ke rumah setelah peringatan tsunami dicabut BMKG.
Tribunmanado.co.id coba mendekat ke Pantai Kema untuk melihat kondisi air laut. Tiba di Pantai Firdaus terpantau laut bergelombang dan berangin. Sejumlah warga berada di sana hingga pukul 02.00 untuk mengecek langsung kondisi laut.
Baca: Kerusuhan 21-22 Mei 2019 di Jakarta: Si Gondrong Gunakan Glock 42
Ibu Selly, warga yang tinggal di pesisir di dekat Pantai Kema tepatnya di Jaga 2, Desa Kema 2 mengatakan, tidak terjadi air surat, apalagi ada bunyi peringatan akan terjadi tsunami. "Informasi tsunami saya dengar dari warga sekitar, hingga keluarga saya dari Minahasa Selatan menelepon dan katakan untuk waspada dan berhati-hati akan terjadi tsunami," kata Selly.
Hingga 3 jam berlalu yang dikhawatirkan warga tidak terjadi.
"Faktor lainnya, mengapa saya dan keluarga tetap bertahan tidak mengungsi karena saya melihat di tengah laut lampu dari perahu nelayan masih menyala. Kalau lampu sudah tidak kelihatan berarti sudah tertutup gelombang tsunami atau perahu nelayan di laut sudah terseret ke daratan," jelasnya.
Kepala Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kota Manado Maximilian Tatahede mengatakan, warga sempat panik ada yang mengungsi hingga ke Bumi Beringin. "Iya semalam ada gempa 7 SR dan di Manado cukup terasa, ada warga yang panik sampai ngungsi di Bumi Beringin," ucapnya.
Ia mengatakan, bahwa warga yang sempat mengungsi sudah pulang ke rumah, "Semalam itu saya langsung datang ke lokasi, kami beri arahan dan mereka sudah pulang ke rumah masing-masing," ujarnya.
Ia menegaskan belum ada laporan terkait kerusakan atau korban jiwa akibat gempa semalam. "Hingga saat ini belum ada laporan kerusakan atau bahkan laporan korban akibat gempa semalam, dan kalau adapun nanti kami akan informasikan," ujarnya.
Situasi di Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan kondusif pasca diguncang gempa bumi. Amatan tribunmanado.co.id, Senin (8/7/2019) di Pantai Sondana, Kecamatan Bolaang Uki, 13 rumah makan ikan bakar yang berhadapan langsung dengan pantai Laut Maluku tetap berjualan.
"Tadi malam sempat mau mengungsi. Tapi karena pak camat bilang aman. Jadi kami tidak mengungsi," ungkap Nurna, pedagang. Ia mengaku memang sempat waswas, karena gempa yang terjadi sangatlah kuat.
Wakil Bupati Bolsel Dedi Abdul Hamid mengatakan jika masyarakat jangan terpicu dengan informasi yang tidak benar. "Jangan cepat terpancing dengan info di medsos. Pastikan dulu kebenarannya," tegas dia.
Isu tsunami membuat warga harus berlarian menuju kantor Bupati Bolaang Mongondow Timur. Suasana tangisan dan teriakan dari warga terdengar keras. Ruangan Kantor Bupati penuh sesak dengan ratusan warga yang mengungsi
Satu per satu mulai berlarian, sambil mengendong bayi dan perlengkapan tidur. Bunyi klakson motor dan mobil terdengar keras di halaman kantor bupati. "Saya harus lari. Karena ada teriakan air naik," ujar Pratama Isini, warga Tutuyan. Kata dia, ratusan warga sudah ada di sini. Mulai dari bayi hingga lanjut usia berkumpul di sini.
Jovi warga Tutuyan II mengatakan, mendengar isu tsunami langsung datang ke sini. "Angin disertai tanah goyang membuat saya takut dan orang pertama datang ke kantor bupati," ujar Jovi.
Kepala BPBD Kabupaten Boltim, Elvis Siagian mengatakan, warga jangan panik dan diimbau untuk tetap waspada. Walaupun gempa sudah tidak seperti yang pertama, namun warga diimbau tetap tenang.
Siapkan Jalur Evakuasi Pengungsi
Kepala Stasiun Geofisika Pusat Gempa Regional X Abraham F Mustamu melalui Staf Operasional Pengamat Meterologi Geofisika Muhammad Juang mengatakan, gempa dideteksi (dibaca) sensor, data itu kemudian dianalisa sehingga didapatkan parameter gempa.
Semua informasi dipantau dari Stasiun Geofisika Pusat Gempa Regional X di Winangun, Kota Manado. Data yang diperoleh magnitude, waktu kejadian dan lokasi gempa, setelah itu di-update secara terus menerus, sehingga makin akurat.
"Di Sulut memiliki sensor yang bekerja baik, kita tempatkan di sejumlah lokasi," ujar dia. Alat pendeteksi gempa itu bentuk seperti rice cooker, lalu dibuatkan semacam shelter untuk melindungi alat tersebut.
Di Sulut, alat pendeteksi itu di tempatkan di Kotamobagu, Manado, Tondano, Sangihe, Siau dan Melonguane. Kemudian menyeberang ke Maluku Utara di tempatkan juga di Tarnate dan Morotai. Alat ini berhasil mendeteksi gempa di Patahan Halmahera.
Selain mendeteksi gempa, BMKG juga punya alat mendeteksi potensi tsunami, sehingga bisa memberikan peringatan dini untuk masyarakat.
Lain lagi alat untuk mendeteksi potensi tsunami. Ada alat disebut tide gauge, bisa digunakan analisa ketinggaian permukaan air laut atau tdiak.
Kemudian, buoy semacam pelampung besar mengapung di laut. "Kalau alat deteksi tsunami ini disiapkan BMKG Pusat," kata dia.
Selain itu ada juga software dinamakan toast, berfungsi memodelkan prakiraan ketinggian gelombang. Ini memodelkan 3 kriteria tsunami, pertama waspada (gelombang 0-0,5 meter) siaga (0,5-3 meter) dan awas (3 meter ke atas).
Semua alat itu disiapkan BMKG dan beroperasi dengan baik. "Kalau alat deteksi (tsunami) kami belum tahu persis karena itu di BMKG Pusat, tapi itu ada. Buktinya kan BMKG mengirimkan peringatan, apa berpotensi tsunami atau tidak ketika gempa terjadi," ujar dia.
Sesuai tupoksinya tugas BMKG itu menganalisis informasi kemudian meneruskannya ke pemngku kepentingan untuk diambil tindakan sesuai SOP. Informasi disebar lewat aplikasi dan website BMKG
John Wungow Kepala Bidang Penanganan Darurat, BPBD Sulut mengatakan, Sulut punya 2 alat EWS. Satu terpasang di Manado persisnya di Kantor BPBD di Jalan Bethesda dan satu lagi di Kota Bitung.
Cara kerjanya, sistem ini terkoneksi dengan BMKG. Ketika ada peringatan dini gempa berpotensi tsunami maka sistem ini diaktifkan.
Saat aktif akan terdengar bunyi alarm, sebagai tanda warga untuk segera mengungsi. "EWS ini koordinasi dengan BMKG. Pihak BMKG berkompeten untuk menyiapkan itu dari segi teknis," kata dia kepada tribunmanado.co.id.
Persoalannya, EWS yang ada, range alarmnya hanya sejauh 2 kilometer, belum bisa memberi peringatan secara menyekuruh ke masyarakat khususnya di pesisir.
Gempa berpotensi tsunami ini diberi peringatkan untuk daerah Minsel, Bitung dan Minahasa Utara bagian selatan. Di Sulut baru 2 daerah yang punya EWS. Baiknya memang di tiap daerah terpasang masing-masing satu. "Anggarannya satu itu sekitar Rp 2 miliar," ungkap dia.
Di samping itu, peringatan dini ini juga harus terpasang di pesisir. "Harus ada da sistem corong kecil semacam sirene jarak 300-500 meter. Itu kasih bunyi, nanti terkoneksi dengan BPBD," sebut dia.
Selain itu, sesuai SOP disiapkan pula jalur evakuasi. Ia mengakui, belum semua lokasi terpasang tanda jalur evakuasi. Masih butuh lebih banyak. Jalur evakuasi itu, nanti menunju ke tempat aman, yakni ke tempat lebih tinggi. "Misalnya di jalan 17 Agustus," ungkap dia.
Kepala Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kota Manado Maximilian Tatahede mengatakan, memiliki jalur evakuasi tsunami di sepanjang Teluk Manado.
"Jalur evakuasi dari arah Sario naik ke Bumi Beringin, kalau di pusat kota ada jalur ke Sintesa Peninsula Hotel, kalau dari arah Kawasan Megamas itu Jalan TNI ke atas, kemudian untuk dari arah Bahu Malalayang banyak (jalur)," jelasnya kepada tribunmanado.co.id, Senin kemarin.
Ia mengatakan, pihaknya sudah meletakan rambu-rambu khusus jalur evakuasi. Dalam waktu dekat akan kembali memperbaharui rambu tersebut. "Waktu itu kita sudah meletakan rambu-rambu jalur evakuasi tapi nanti kita akan perbaharui kembali," ujarnya.
Ia mengatakan, dilihat dari antusiasme masyarakat saat pembekalan sosialisai dan simulasi hanya pihat tertentu yang mendengarkan dengan seksama.
"Kalau tidak kejadian mereka seperti tidak mau mendengarkan sosialisasi dan cuek-cuek saja saat ada pembekalan," ujarnya.
Ia menjelaskan, dengan kejadian gempa yang di rasakan hingga di Kota Manado semalam saat warga diberikan pembekalan mereka sangat antusiasme mendengarkan.
Micler Lakat, Sekretaris Daerah Kota Manado mengatakan, pusat gempa bumi 157 km dari Manado berada di posisi Laut Maluku. "Masyarakat Manado pada prinsipnya cukup tenang karena di Manado juga pernah terjadi beberapakali gempa yang imbas dari wilayah yang dikatakan tidak terlalu jauh tapi getarannya sampai di Manado," katanya.
Ia mengimbau kepada masyarakat Manado agar tetap tenang dan mencari tempat aman. "Untuk masyarakat Kota Manado tetap tenang cari tempat-tempat yang aman" imbaunya.
Ia menambahkan, saat ini di Kota Manado sudah memiliki kampung siaga bencana. "Saat ada bencana seperti gempa, masyarakat bisa mencari tempat yang aman, karena kan sudah ada beberapa kecamatan dan kelurahan yang dijadikan tempat evakuasi atau kampung siaga bencana, itu dikoordinasikan dengan kecamatan dan kelurahan terkait," bebernya.
Faizi Puja Sukmana, Manager Operasional Mega Jasakelola mengatakan, di Kawasan Megamas tak terjadi kerusakan infrastruktur dan tidak ada korban jiwa akibat gempa. "Tidak ada kerusakan apa-apa di kawasan dan tidak ada korban jiwa maupun yang terluka, yang ada hanya kepanikan mereka keluar," ujarnya.
Derdinand Turambi, Leader Security mengatakan, pihaknya terus berkoordinasi dengan anggota satpam lainnya apabila terjadi bencana seperti kebakaran ataupun gempa. "Kami selalu siaga, anggota selalu berkoordinasi setiap waktu," ujarnya.

Tsunami Drill Harus Rutin
Pengamat sosial dari Unsrat, Jefry Paat mengatakan, kondisi di lapangan, gempa nyatanya membuat kepanikan masyarakat. Ketakutan menyebabkan kepanikan merupakan hal manusiawi, apalagi masih lekat di benak warga bencana tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, setahun silam. Bencana itu memporak-porandakan kota dan menelan banyak korban jiwa.
Potensi bencana jadi bagian yang tak terpisahkan ketika manusia hidup di kelilingi lempeng bumi. Saat ini, yang harus dikuatkan bagaimana masyarakat itu jadi tangguh bencana.
Tangguh dalam artian saat terjadi bencana, masyarakat sudah siap betindak, bagaimana cara menyelamatkan diri atau malahan harus bertahan hidup.
Kesiapan mental ini bisa meminimalisir ketakutan, sehingga saat terjadi bencana bisa berpikir jernih, tidak bingung dan tidak panik karena tahu apa yang akan dilakukan. Misalnya, saat ada di tepi pantai, bagaimana secepatnya mengambil langkah menyelamatkan diri. Tangguh bencana ini tidak diperoleh serta merta, tapi peran serta pemerintah yang wajib memberi sosiliasi ke masyarakat.
Sosialisasi pun tak cukup. Harus disertai dengan latihan rutin, semiasal tsunami drill. Itu pun harus rutin, supaya menanamkan bagaimana masyarakat jadi tangguh bencana. Buat masyarakat familiar dengan langkah-langkah keselamatan. Semisal, saat dibunyikan alarm tsunami masyarakat sudah tahu harus berbuat apa. Jangan malah karena ketidaktahuan, alarm bencana jadi malah bikin panik.
Pemerintah juga wajib menyiapkan infrastruktur kebencanaan, karena selain masyarakat pemerintah harus siap. Paling konkrit, apakah jalur evakuasi sudah disiapkan, gedung-gedung di Sulut sudahkan tahan gempa. Sistem peringatan dini, apakah sudah mumpuni.
Saat ada peringatan tsunami, apakah semua masyarakat bisa mendapat informasi. Sejauh ini informasi mengenai peringatan dini tsunami cepat beredar lewat aplikasi media sosial, langkah positif menjangkau masyarakat. Lalu bagaimana dengan masyarakat yang belum dibekali teknologi smartphone. Semua ini harus dipikirkan juga, dicarikan solusi.
Berusaha Tenang
Tak sedikit warga Kota Manado panik ketika gempa Minggu (7/7/2019) malam. Tapi ada pula yang mencomba tenang namun tetap waspada. D'palm Aambong satu di antara warga
yang berusaha tetap tenang.
"Berasa sekali gempanya, berasa seperti ayunan, apalagi gempa berkekuatan 7,0 Skala Richter, tapi saya tetap berusaha untuk tenang dan berfikir positif," ujar wanita asal Kota Bitung kepada tribunmanado.co.id, Senin kemarin.
Alena, sapaan akrabnya, cepat siaga menjaga akan kemungkinan adanya gempa susulan. "Berusaha tenang dan tetap siaga barangkali ada gempa susulan," ujar wanita kelahiran Bitung 26 Desember 1994 ini.
Putri pasangan Robert Aambong dan Selvi Riwulare itu mengatakan, tetap siaga untuk terhindar dari hal lebih buruk lagi. "Bukannya panik tapi dalam kondisi seperti itu harus tetap tenang, karena di saat seperti itu kalau dihadapi dengan panik terkadang tidak bisa berpikir yang jernih untuk mencari tempat berlindung yang aman," beber lulusan D4 Akuntansi Politeknik Negeri Manado ini.
Wanita yang suka main gitar itu menambahkan, ia terus pantau media sosial rermasuk media online dan BMKG. "Tetap pantau pemberitaan di media online dan BMKG kalau nantinya ada gempa susulan atau peringatan dini adanya tsunami," ujar Secretary Food & Beverage Lion Hotel and Plaza Manado.
Pemilik akun Instagram @alenadpalm berharap tidak ada gempa susulan maupun peringatan dini adanya tsunami untuk wilayah Manado. "Semoga tidak ada lagi gempa dan tidak ada lagi peringatan dini adanya tsunami," ujar pemilik akun Facebook D’palm Aambong.
Lari ke Masjid hingga Mengaku ‘Dosa’
Informasi gempa berpotensi tsunami menyebar di publik. Mulai dari mulut ke mulut, media online, televisi dan media sosial. Tempo singkat, kepanikan melanda ribuan warga yang mendiami pesisir pantai Bungin di Desa Lolak, Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolmong, Minggu (7/7/2019). Warga pun berlarian keluar kampung.
Tempat yang dituju adalah bukit yang jaraknya sekira 4 kilometer. Orang tua serta orang sakit dibopong. Anak-anak digendong ibunya. Dalam paniknya, banyak warga tak sempat membawa harta benda. Yang sempat membawa pun hanya seadanya saja.
Kebanyakan surat berharga serta sedikit pakaian. Bak koor, nama Allah disebut beramai-ramai oleh warga yang dilanda panik. Tak semua warga lari. Beberapa warga justru lari ke masjid yang berada di pesisir pantai. "Banyak yang lari ke masjid padahal masjidnya hanya beberapa meter dari pantai, kebanyakan yang sudah berusia uzur, di sana mereka berdoa," kata Umar
Paputungan, seorang warga.Beber Umar, ketakutan membuat bukit mudah didaki. Padahal bukit tersebut sangat tinggi. "Anehnya kami tak lelah," kata dia. Di atas bukit itu, banyak warga berdoa. Banyak yang mengaku salah, baik kepada istri, anak maupun tetangga. "Kami merasa maut sudah dekat sekali, bukit ini rasa-rasanya takkan sanggup membendung tsunami," kata dia.
Tak lama kemudian datang pemberitahuan pemerintah yang menyatakan tidak ada tsunami. Wilayah Bolmong ternyata tidak masuk daerah siaga. "Memang gempanya tidak terasa kuat, tapi karena lihat di televisi kami langsung panik," kata Imam, warga lainnya. Warga pun balik rumah. Meski dengan waswas. Banyak warga ke masjid untuk berdoa. "Kami semua minta ampun pada Tuhan, takjub pada kemahakuasaan-Nya," kata dia.
Masih dilanda trauma gempa, beberapa warga memilih begadang untuk berjaga dari segala kemungkinan.
Kaban BPBD Bolmong melalui Humas Abdul Paputungan mengatakan, gempa 7 SR yang mengguncang Sulut pada Minggu malam, tak mendampak di Bolmong. Ia mengakui terjadi sedikit kepanikan di kalangan warga. "Tapi bisa kami tenangkan, tak ada kerusakan terjadi," beber dia.
Menurut dia, pihak BPBD masih memantau situasi. Jika ada gempa susulan yang mengancam, pihaknya akan segera memberi informasi pada warga. Dikatakan Paputungan, meski tanpa early warning system (EWS/sistem peringatan dini), pihaknya sudah punya standar operasional prosedur (SOP) penanganan bencana tsunami. Peringatan tsunami dari provinsi akan disebar ke para camat yang seterusnya akan menyebarkan ke masyarakat.
"Kita kerja sama dengan aparat seperti camat, sangadi, juga dengan TNI dan Polri," beber dia. Paputungan menyatakan, pihaknya sudah membuat jalur evakuasi tsunami di sejumlah titik rawan. Rambu-rambu awas tsunami bertebaran di pantai, jalan serta pegunungan. "Kepada masyarakat kami juga getol mensosialisasikan penanganan tsunami di berbagai forum," kata dia. (art/ryo/crz/ana/ven/nie)