Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pengakuan Pengacara Prabowo Ini Lebih Meyakinan Jokowi Menang di MK

Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden atau disebut sengketa pilpres tinggal menunggu putusan.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
KOMPAS.com/KRISTIAN ERDIANTO
Ketua Tim Hukum 02 - Bambang Widjojanto 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Perselisihan hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pemilihan Presiden atau disebut sengketa pilpres tinggal menunggu putusan. Sembilan orang majelis hakim konsitusi dijadwalkan mengumumkan atau membacakan hasil akhir pilpres 2019, Kamis (27/6) lusa. Bagaimana peluang kemenangan pemohon Paslon 02, Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno?

Kuasa hukum Paslon 02, Bambang Widjojanto, mengakui pihaknya sebagai pemohon sengketa pilpres di Mahkamah Konstitusi tidak mungkin membuktikan kecurangan yang terjadi di pemilihan presiden 2019.

Baca: Ini Figur Alternatif PDIP: Olly Jadi Menteri BUMN

Menurut Ketua Tim Kuasa Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu, yang bisa membuktikan kecurangan adalah institusi negara. “Siapa yang bisa buktikan (kecurangan) ini? Pemohon? Tidak mungkin. Hanya institusi negara yang bisa, karena ini canggih,” kata Bambang di Media Center Prabowo-Sandiaga, Jakarta, Senin (24/6).

Bambang menyebut, dalam sengketa Pilpres 2019 selalu yang dijadikan perbandingan adalah form C1, yakni formulir hasil rekapan perolehan suara asli dari tempat pemungutan suara (TPS) untuk membuktikan perbedaan selisih suara.

Padahal, menurut Bambang, pembuktian kecurangan saat ini tak bisa lagi menggunakan cara-cara lama seperti membandingkan formulir C1. BW sapaan Bambang Widjojanto pun membandingkan MK yang bertransformasi ke arah modern dengan permohonan perkara daring dan peradilan yang cepat, maka pembuktiannya diharapkan dapat menjadi modern pula.

"Katanya speedy trial. Kalau speedy trial enggak bisa pakai old fashioned,” ujar dia.

Hal serupa dikemukakan oleh juru bicara Badan Pemenangan Nasional Prabowo - Sandiaga, Dahnil Anzar. Menurut dia, dalam sidang MK, majelis perlu menggunakan paradigma progresif substantif.

Baca: Apa Kabar Sulut United: Simak Wawancara dengan Pelatih Herkis

“Agar kemudian tadi saya sebutkan paradigma hakim itu bukan lagi paradigma kalkulator, mahkamah kalkulator, tapi paradigmanya progresif substantif,” kata dia.

MK telah selesai menggelar pemeriksaan perkara hasil pilpres melalui persidangan. Sidang digelar sebanyak lima kali, sejak tanggal 14 - 21 Juni, dengan agenda pembacaan dalil pemohon, pembacaan dalil termohon dan pihak terkait, pemeriksaan saksi pemohon, termohon, serta pihak terkait.

Selanjutnya, Mahkamah akan mempelajari, melihat, meneliti alat-alat bukti serta dalil dan argumen yang telah disampaikan selama persidangan.  Menurut jadwal, MK akan memutuskan sengketa perkara pada Kamis (27/6).

Pengamat politik Sebastian Salang mengatakan tidak terlalu sulit bagi para hakim Konstitusi untuk menyimpulkan dan memutuskan perkara sengketa pemilu presiden 2019, pada Kamis (27/6) mendatang.

Sebab semuanya terang benderang. Yakni gugatan tim 02, bukti yang mereka ajukan dan saksi yang dihadirkan, tidak cukup meyakinkan untuk membuat hakim mengabulkan permohonan itu.

Baca: Hakim Maju Sehari Baca Putusan: Begini Tanggapan Kubu Prabowo

"Antara dalil yang disampaikan dengan bukti dokumen dan keterangan saksi masih sumir," ujar Pendiri lembaga Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) ini kepada Tribunnews.com, Senin (24/6).

Menurut dia, karena tim sukses 02 tidak cukup telaten mempersiapkan bukti dan waktu yang terbatas bagi tim kuasa hukum mempersiapkan semuanya dengan baik dan rinci. Sebaliknya, pihak terkait (Joko Widodo-Maruf Amin) dan termohon (Komisi Pemilihan Umum) terlihat sangat siap dengan dokumen sebagai alat yang memperkuat bukti dan argumentasinya.

"Hampir semua tuduhan dan keterangan saksi pihak 02 dapat dipatahkan dalam persidangan. Karena dalil yang mengatakan telah terjadi kecurangan yang terstruktur, sistimatis dan masif (TSM), tidak dapat dibuktikan secara cukup meyakinkan di Pengadilan," jelasnya.

Hal senada juga disampaikan Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indria Samego. "Kalau argumen BPN hanya opini tanpa bukti, kelihatannya dalil pelanggaran Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM) tidak terbukti," ujar Indria Samego.

Dia memprediksi hakim-hakim Mahkamah Konstitusi (MK) akan susah menerima dalil pelanggaran pemilu presiden yang TSM seperti disampaikan BPN. "Hakim konstitusi yang biasa beracara dengan bukti, susah menerima argumen Ketua Tim Hukum BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto (BW) dan kawan-kawan. Buktinya pun lemah," kata Indria Samego.

Jauh dari itu semua, Indria Samego berharap agar semua pihak, baik itu kubu 01 dan 02 bisa legowo menerima apapun nanti keputusan dari MK terkait sengketa pemilu presiden 2019.

Setelah melihat segala halnya baik dari saksi fakta, saksi ahli, substansi gugatan, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin tidak terbukti adanya kecurangan pemilu secara Terstruktur Sistematis dan Masif (TSM).

"Kita tidak melihat satu pun yang dikatakan TSM. Tidak memenuhi kualifikasi itu karena memang tidak ada fakta dan datanya," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Maruf Amin, Abdul Kadir Karding yang juga Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Berdoalah di Tempat Ibadah, Jangan Demo

Tiga hari menjelang pembacaan putusa sidang Mahkamah Konstitusi atas perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden-wakil presiden atau disebut dengan sengketa Pilpres, muncul ajak unjuk rasa ke kantor Mahkamah Konstitusi. Informasi mulai viral melalui media sosial.

Kepal Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan hingga, Senin (224/6), polisi belum mendapat surat pemberitahuan akan adanya unjuk rasa, jelang vonis putusan sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Namun demikian, ia menyebut telah mendapat informasi dari media sosial (medsos) ada sejumlah pihak yang akan menyampaikan aspirasinya. "Untuk informasi (unjuk rasa) sudah kita dapat dari media sosial. Namun dari Polda Metro masih belum mendapat surat pemberitahuan dari beberapa pihak yang akan melakukan kegiatan demo atau menyampaikan aspirasi di beberapa wilayah di Jakarta," ujar Dedi, di Mabes Polri, Jl Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta, Senin (24/6).

Disinggung perihal aksi unjuk rasa yang akan dilakukan Persatuan Alumni (PA) 212, mantan Wakapolda Kalimantan Tengah itu mengaku belum mendapat informasi. "Belum ada info, sampai hari ini belum ada info dari Polda Metro Jaya," ucapnya.

Polisi tengah fokus mengamankan area di MK dan objek vital sekitarnya. Adapun terdapat sekira 47 ribu personel gabungan yang dikerahkan dalam pengamanan tersebut. Jenderal bintang satu itu mengatakan rekayasa lalu lintas pun akan diberlakukan secara situasional. Seperti halnya Senin kemarin, Jalan Medan Merdeka Barat ditutup guna mengantisipasi potensi kerawanan.

Juru Bicara Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Sodiq Mujahid mengatakan bahwa pasangan Calon Presiden dan wakil Presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah mengimbau kepada para pendukungnya untuk tidak melakukan aksi unjuk rasa jelang putusan sengketa Pemilu Presiden pada 28 Juni mendatang.

"Ya, sekali lagi BPN tetap pada permintaan, bukan imbauan lagi. Pak Prabowo untuk tidak melakukan (demo) itu, justru kami sekarang minta kepada mereka, berdoalah di tempat ibadah," ujar Sodiq di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, kemarin.

Dengan adanya imbauan atau permintaan Prabowo-Sandi tersebut, Sodiq menegaskan bahwa mereka yang tetap berunjukrasa tidak terkait dengan BPN atau pasangan calon Prabowo-Sandi. "Dengan permintaan yang tegas itu, berarti kami nyatakan itu bukan dari BPN," katanya.

Hal senada disampaikan, Koordinator Juru Bicara BPN (Badan Pemenangan Nasional) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Dahnil Anzar Simanjuntak mengungkapkan tak bisa menolak bila ada pihak yang akan menggelar aksi unjuk rasa di Mahkamah Konstitusi (MK).

“Seperti yang Pak Prabowo sampaikan kepada pendukungnya untuk berdoa tak perlu datang ke MK. Kalau ada mobilisasi massa berarti di luar instruksi. Itu di luar kuasa kami karena kami menghormati hak konstitusional setiap warga negara untuk menggelar aksi unjuk rasa,” ujar Dahnil. Dahnil pun mengulang pernyataan Prabowo bahwa akan menghormati segala putusan MK nantinya.

Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN), Eddy Soeparno, menegaskan, BPN tidak memberikan arahan kepada individu atau kelompok tertentu untuk ikut aksi massa mengawal proses perselisihan hasil Pemilihan Umum Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi.

"Kami telah menegaskan bahwa akan menghormati putusan MK. Soal aksi massa, tidak ada arahan sama sekali," ujar Eddy saat ditemui di UI, Depok, Jawa Barat, Senin (24/6). Eddy mengatakan, sikap BPN itu terkait pembacaan putusan MK dan melakukan hal yang konstitusional terkait hal tersebut.

Jika ada yang melakukan aksi massa, ia meminta peserta aksi tidak merepresentasikan kelompok dan partai politik tertentu. Ia menyebutkan, PAN juga tidak mengarahkan kadernya untuk mengikuti aksi massa.

"Tidak ada arahan untuk kader PAN. Apakah ada larangan untuk ikut demo ya tidak, tidak ada larangan, bebas saja asalkan dilakukan secara individu dan mentaati rambu-rambu hukum yang sudah ada,"  kata dia.

Sebelumnya, Juru Bicara PA 212, Novel Bamukmin mengatakan sejumlah organisasi  akan menggelar aksi mengawal sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat, 28 Juni, saat pembacaan putusan sidang sengketa Pilpres 2019. Organisasi tersebut antara lain Persaudaraan Alumni (PA) 212, dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF).

"Ketika kami mengambil langkah politik akan tetapi kami saat turun ke MK tidak lagi mengambil langkah politik karena gerakan kami adalah bela agama agar keadilan bisa ditegakan dan tidak melibatkan partai atau tokoh politik sebagai mana gerakan kami aksi bela islam 1410, 411, 212 tanpa urusan politik," kata Novel Bamukmin, Minggu (23/6).

"Memang benar Prabowo dan Sandi telah menghimbau seperti itu dan itu kami sangat menghargai sebagai tokoh politik yang akan kami ikuti," lanjut dia. (tribun Network/vin/thf/zal/mal)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved