Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Dua Eksekutor Aksi 22 Mantan Tentara: Target Menembak Mati 4 Purnawirawan Jenderal TNI/Polri

Dua dari enam orang kelompok yang merencanakan pembunuhan terhadap empat pejabat dan tokoh nasional

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
KOMPAS TV
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian (tengah) menunjukkan barang bukti senjata api sitaan saat menyampaikan konferensi pers perkembangan pascakerusuhan di Jakarta di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Rabu (22/5/2019). 

Ia mengaku bahwa tidak mengetahui kemana TJ pindah. Namun administrasi kependudukan, kata Sulaeman, masih terdata sebagai penduduk di wilayahnya. Sebab, saat pindah TJ tidak mengajukan surat pindah.

"Saya gak tahu pekerjaannya. Anaknya saya juga gak tahu. Setahu saya dia jadi anggota Angkatan Laut kan, udah dari situ udah jarang ketemu," katanya.

Kapuspen TNI Mayjen TNI Sisriadi mengikuti acara buka puasa bersama awak media di Balai Media TNI, Jalan Kramat Raya Jakarta Pusat pada Selasa (28/5). Setelah bertemu sebentar dengan wartawan, Sisriadi masuk ke kamar mes di belakang Balai Media tersebut dan lama tidak keluar kamar lagi.

Tribunnews.com telah mencoba mengkonfirmasi lewat aplikasi Whats App dan sambungan telepon mengenai dua pelaku yang merupakan mantan anggota TNI, namun hingga berita diturunkan belum ada jawaban.

Polisi mengungkap adanya kelompok pihak ketiga yang ingin menciptakan martir dalam aksi menolak hasil pilpres pada 21-22 Mei 2019 di depan Gedung Bawaslu, Jakarta. Kelompok ini juga diduga berniat membunuh empat pejabat negara dan seorang pemimpin lembaga survei.

Polisi menetapkan enam tersangka baru terkait kerusuhan 22 Mei 2019. Keenam tersangka itu terkait kasus pemilikan senjata ilegal. Asmaizulfi alias AF alias Fifi, seorang perempuan, sedangkan lima lainnya adalah laki-laki yakni berinisial HK alias Iwan, AZ, IR, TJ, dan AD. Kepolisian juga menyita 4 senjata api ilegal dilengkapi amunisi.

Senjata api itu adalah jenis revolver Taurus kaliber 38, senpi rakitan laras panjang Meyer, serta dua senjata rakitan laras pendek caliber 22.

"TJ diminta membunuh dua tokoh nasional. Saya tak sebutkan di depan publik. Kami TNI/Polri sudah paham siapa tokoh nasional tersebut. Ada empat target kelompok ini menghabisi nyawa tokoh nasional," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal  dalam konferensi pers di kantor Kemenkopolhukam, Senin (27/5).

Saat memberi keterangan, Irjen Muhammad Iqbal didampingi Wakil Kapuspen TNI, Laksma TNI Tunggul Suropati. Laksma TNI Tunggul Suropati memperlihatkan senjata api revolver Taurus caliber 38, sedangkan Iqbal memperlihatkan senjata laras panjang.

Baca: Begini Tanggapan Polisi soal Video Fadli Zon: Rencana Doa Bersama di Depan Bawaslu

Uang Dolar Singapura

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto mengatakan, rencana pembunuhan terhadap pejabat negara sebenarnya sudah ada sejak dulu. "Jadi rencana pembunuhan pejabat itu sejak dulu selalu ada ya," ujar Wiranto saat ditemui di Kantor PPATK, Jakarta Pusat, Selasa.

Meski demikian, Wiranto menyatakan aparat keamanan cukup sigap dalam menangkap dan mengungkap penumpang gelap aksi 21-22 Mei 2019. "Kita bersyukur bahwa aparat keamanan kita cukup sigap ya. Operasi intelijen, operasi keamanan, itu sangat cepat sekali," kata Wiranto.

Ia menyebutkan, dalang aksi kerusuhan tersebut juga sudah diketahui oleh kepolisian, baik penjual maupun pemasok senjata, yang memerintahkan kerusuhan dan rencana pembunuhan serta eksekutornya. "Tim sudah menangkap, ya, baik penjual, pemasok, yang memerintahkan, eksekutor, maupun penadahnya. Kita tunggu saja pemeriksaan kepolisian, ya," ujar Wiranto.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengungkapkan, penyandang dana dalam kasus rencana pembunuhan pejabat negara adalah orang papan atas. "Iya (orang papan atas) pendananya ya," ujar Dedi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Selasa (28/5).

Namun, saat ditanya siapa pendana tersebut, Dedi mengatakan sosok tersebut masih didalami dan akan diungkap. Dedi mengatakan, pendana memberikan pecahan dolar Singapura kepada HK selaku tersangka koordinator lapangan dalam kasus tersebut. Pecahan dolar Singapura yang diterima HK senilai Rp 150 juta. Uang tersebut digunakan untuk membeli senjata.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved