LSM Desak Usut Kerusuhan 22 Mei: Kapolri Bentuk Tim Pencari Fakta
Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) memantau aksi 21-22 Mei yang berujung rusuh di beberapa titik di Jakarta.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Kalangan lembaga swadaya masyarakat (LSM) memantau aksi 21-22 Mei yang berujung rusuh di beberapa titik di Jakarta. Mereka berharap dibentuk tim pencari fakta untuk mengungkap secara tuntas pemicu kerusuhan, mencari tahu pelaku penembakan hingga menewaskan warga terduga pelaku kerusuhan, serta mencari oknum Brimob pelaku kekerasan terhadap warga.
Amnesty International Indonesia menuturkan, para terduga perusuh yang ditangkap juga diduga mendapatkan kekerasan oleh aparat. "Kawan-kawan di sini memantau, mereka yang ditangkap itu diperlakukan oleh kekerasan juga," tutur peneliti Amnesty, Papang Hidayat, pada konferensi pers di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).
Catatan lain Amnesty adalah simpang siurnya informasi mengenai data korban karena sulit untuk mengakses hal tersebut. "Untuk korban tewas dan yang penggunaan peluru tajam, itu memang temuan langsung, itu sulit. Akses ke rumah sakit terbatas," tutur Papang.
Baca: Temuan YLBHI soal Kerusuhan 22 Mei: Gubernur Anies Update Korban
Para aktivis LSM juga memperhatikan penyebab dari terjadinya peristiwa tersebut. Koordinator Kontras Yati Andriani menuturkan salah satu pemicunya adalah komentar dari kedua kubu pasangan calon presiden, 01 Joko Widodo - Ma'ruf Amin dan paslon 02 Prabowo Subianto - Sandiaga S Uno.
Selain itu, banyak pula narasi di media sosial yang menunjukkan ajakan untuk menyebarkan kebencian. "Kami mencatat bahwa sebetulnya peristiwa ini dipicu cukup kontributif dari perkataan-perkataan atau pernyataan-pernyataan yang provokatif dari dua kubu baik dari kubu 01 maupun 02," ungkap Yati masih pada konferensi pers yang sama.
Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia ( YLBHI) Asfinawati menuturkan temuannya seperti kekerasan terhadap jurnalis hingga sulitnya akses kepada orang yang ditangkap.
"Mulai dari tindak kekerasan, banyaknya korban, kemudian adanya juga kekerasan terhadap jurnalis, bahkan tim medis, dan ada hambatan untuk mengunjungi orang yang ditahan termasuk keluarga dan advokat," ungkap Asfinawati di Gedung YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/5).
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dengan saksi, informasi dari media, pernyataan pemerintah, penelusuran dokumen, dan analisis hukum.
Menurut catatan Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI) terdapat 20 wartawan yang bertugas dalam peristiwa tersebut dan menerima kekerasan langsung maupun tidak langsung, misalnya melalui media sosial.
Hal-hal di atas merupakan temuan awal. Asfinawati menuturkan bahwa masih ada kemungkinan mereka menemukan temuan secara lebih mendalam.
Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid meminta Kepolisian dan Komnas HAM segera menginvestigasi secara independen menyeluruh segala bentuk potensi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi setelah aksi 22 Mei 2019 di Jakarta.
Usman mengatakan, telah terjadi rentetan kekerasan usai aksi unjuk rasa 22 Mei 2019. Ia juga mengatakan, beberapa korban berjatuhan yang disebabkan tembakan.
"Beberapa di antaranya disebabkan oleh luka tembak dan penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh aparat dalam menangkap salah seorang warga di Kampung Bali, Jakarta Pusat," kata Usman dalam keterangan tertulis.
Baca: MK Tak Berhak Diskualifikasi Jokowi: Begini Pendapat Pengamat Hukum Unsrat
Usman mengatakan, para pelaku kekerasan baik itu dari pihak kepolisian maupun dari pihak luar yang memicu kerusuhan, harus diinvestigasi kemudian dibawa ke ranah hukum. Ia menyebutkan, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) telah menyebutkan bahwa terdapat tiga anak tewas saat kerusuhan 22 Mei.
"Harus ada investigasi mendalam dan menyeluruh untuk mengungkap fakta yang sebenarnya dan segera mengadili para pelaku," ujarnya.
Indikasi pelanggaran HAM yaitu perlakuan yang kejam, tidak manusiawi dan merendahkan martabat manusia oleh aparat dalam melakukan penangkapan seseorang yang diduga sebagai ‘perusuh’ di Kampung Bali. Seperti yang terlihat dalam video yang viral di media sosial dan telah dikonfirmasi kepolisian.
"Hal tersebut adalah pelanggaran serius terhadap SOP kepolisian itu sendiri karena apa pun status hukum seseorang, aparat tidak boleh memperlakukan ia secara kejam dan tidak manusiawi yang merendahkan martabatnya sebagai seorang manusia," tuturnya.
Usman menyadari dalam kerusuhan 22 Mei asrama Brimob telah diserang sekelompok orang beberapa jam setelah protes massal berakhir Selasa malam (21/5). Namun, ia meminta respons kepolisian terhadap serangan semacam itu tetap harus proporsional.
"Aparat dibenarkan untuk dapat menggunakan kekuatan, tetapi itu hanya jika benar-benar diperlukan dan harus bersifat proporsional," kata Usman.
Tindak Tegas
Mabes Polri berjanji akan menindak tegas anggotanya yang terbukti melanggar standar operasional prosedur (SOP) saat mengamankan kericuhan di sejumlah titik di Jakarta pada 22 Mei lalu.
"Polri akan profesional dan akan melakukan tindakan tegas kepada anggotanya yang bekerja tidak sesuai SOP," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Sabtu (25/5).
Tim Mabes Polri juga melakukan verifikasi terhadap sejumlah video oknum brimob memukuli warga yang viral pascakerusuhan. Salah satu video yang sudah diverifikasi kebenarannya menunjukkan sekelompok anggota Brimob melakukan pemukulan terhadap warga di sebuah lahan parkir dekat masjid.
Dedi mengatakan, peristiwa di video itu terjadi di depan masjid Al Huda Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (23/5) pagi. Pria yang dipukuli dalam video itu adalah Andri Bibir.
Baca: TKD Jokowi Maaruf Anggap Kubu 02 Paham UU, Cuma Tak Mau Akui Saja
Polisi mengangkapnya karena diduga terlibat sebagai salah satu perusuh dan provokator dalam aksi di depan Bawaslu. Meski Andri benar pelaku kerusuhan dan telah mengakui perbuatannya, Polri mengakui yang dilakukan sejumlah anggota Brimob dengan memukuli Andri tak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
"Terkait hal itu, Mabes polri sudah menurunkan Propam. Propam sudah bekerja meminta keterangan saksi termasuk tersangka rusuh Andri Bibir. Polri akan profesional dan kan melakukan tindakan tegas kepada anggotanya yang bekerja tidak sesuai SOP," kata dia.
Dedi tak menjawab saat ditanya kemungkinan sanksi yang akan dikenakan. Untuk mengetahui pelanggaran itu, kata Dedi, ada mekanisme yang mesti dilakukan sebelum akhirnya menjatuhkan saksi kepada anggota.
"Mekanisme dan sidang disiplin, dari mekanisme sidang disiplin itu baru bisa diputuskan pelanggaran dan kesalahan apa yang dilakukan," ujarnya.
Polri menetapkan 11 tersangka kerusuhan 22 Mei di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat. Mereka disangka polisi melakukan provokasi untuk membuat kerusuhan.
"Ketika menjelang malam, provokasi sudah didesain perusuh, mulai antara lain benda keras, batu, paving block, petasan, serta macam barang bukti kami hadirkan. Ada bambu sudah dipersiapkan settingan kelompok tersebut, demo yang tadinya damai menjadi rusuh," kata Dedi Prasetyo.
Salah satu tersangka adalah A alias Andri Bibir, yang ditangkap di Kampung Bali, Tanah Abang. Andri berperan mengumpulkan batu agar diberikan kepada perusuh untuk melempari aparat kepolisian.
"Ini prakarsa orang dalam satu area, salah satunya saudara A atau Andri Bibir. Andi mengumpulkan batu dengan menggunakan tas ransel, batu itu disuplai ke temannya 11 orang. Habis cari lagi kirim lagi, dan lempar lagi," kata Dedi.
Kapolri Bentuk Tim Pencari Fakta
Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) untuk menginvestigasi jatuhnya korban dalam kerusuhan 22 Mei. Dedi menanggapi adanya tujuh orang korban tewas dan ratusan luka-luka pascakerusuhan itu. Menurut dia, Kapolri Jenderal pol Tito Karnavian sudah membentuk tim pencari fakta untuk menginvestasi penyebab jatuhnya korban.
Tim ini dipimpin Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Moechgiyarto.
"Menyangkut masalah korban, Bapak Kapolri sudah membentuk tim pencari fakta, sedang disusun komposisi personilnya langsung di bawah pimpinan bapak Irwasum," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo, dalam jumpa pers di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Sabtu (25/5).
Dilansir Kompas.id berdasarkan data Dinas Kesehatan DKI, total ada 905 korban kerusuhan 22 Mei, termasuk delapan korban tewas. Dari delapan korban tewas, empat di antaranya karena luka tembak.
Menurut Dedi, TPF ini akan mulai efektif bekerja pada Senin pekan depan. "Senin, TPF rapat pertama, menentukan rencana tindak lanjut, dan melakukan investigasi secara komprehensif," kata dia.
Hasil kerja TPF ini nantinya akan dilaporkan ke pimpinan Polri sekaligus juga kepada masyarakat. Oleh karena itu, ia meminta masyarakat menunggu hasil investigasi TPF dan tidak berspekulasi.
"Jadi kita menunggu dulu TPF yang sudah dibentuk dan akan segera bekerja dalam rangka investigasi kerusuhan 21-22 Mei," kata dia.
Dedi pun memastikan Polri akan menindak tegas apabila ada anggotanya yang bekerja tak sesuai prosedur sehingga menyebabkan jatuhnya korban. "Polri akan profesional dan akan melakukan tindakan tegas kepada anggotanya yang bekerja tidak sesuai SOP," kata dia. (tribun network/fah/dit/kompas.com)
Polri menetapkan 11 tersangka kerusuhan 22 Mei di sekitar Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat. Mereka adalah:
1. A alias Andri Bibir berperan mengumpulkan batu dengan menggunakan tas ransel dan membawa air dengan jeriken
2. Mulyadi, pelempar batu
3. Arya, pelempar batu
4. Asep, pelempar batu
5. Marzuki, pelempar batu
6. Radiansyah, pelempar batu
7. Yusuf, pelempar batu, botol kaca dan bambu
8. Julianto, pelempar batu, botol kaca, molotov dan bambu
9. Andi , memberikan air minum kepada pendemo
10. Saifudin, pelempar batu, botol kaca dan bambu
11. Markus disebut melempar batu, botol kaca dan bambu
Barang bukti yang diamankan dari pelaku adalah bambu, jeriken, celana, botol kaca, batu, dan handphone. Para tersangka dijerat Pasal 170 KUHP dan Pasal 214 KUHP dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun penjara.