Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Masjid di Manado

Sejarah Islam di Manado Tak Lepas dari Kisah Dua Masjid Ini

Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut, tak bisa dipisahkan dari berdirinya dua masjid di Kota Manado.

Penulis: Reporter Online | Editor: Rizali Posumah
(Foto koleksi: colonialarchitecture.eu via Kelung.com)
Kota Manado tempo dulu 

Untuk akses ke Masjid ini, sebetulnya cukup mudah karena hanya beberapa menit saja dari pusat Kota Manado.

Ada dua jalur pilihan untuk bisa mencapai masjid ini, yakni melalui jembatan Megawati di Jl Hasanudin atau melalui Jembatan Soekarno, penghubung jalan Boulevard - Boulevard Dua.

Secara fisik bangunannya sudah mengalami lima kali renovasi, sudah tidak nampak keaslian rumah ibadah yang pertama dibangunnya bersifat langgar (tahun 1776).

Masjid Agung Awwal Fathul Mubien
Kondisi Masjid Agung Awwal Fathul Mubien saat didatangi Tribun Manado pada 23 Mei 2018. (TRIBUNMANADO/INDRI PANIGORO)

Menurut penuturan Hamzah Radjap soal sejarah singkat sebagaimana yang dia kutip dari Alm Ust Said Taha Bachmid, dirunut para Wekmester/Lurah tentang, Masjid Awwal Fathul Mubien artinya masjid pertama pembuka yang nyata.

Sejarahnya berawal saat tahun 1760 beberapa orang Muslim dari Ternate, Makiang dan Ambon datang dan bermukin di Kota Manado bagian utara.

Saat itu, Kota Manado dalam kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda.

Tahun 1770, muslim dari daerah lain seperti Jawa Tengah, Jogjakarta dan Jawa Timur berdatangan dan bermukin juga di sini.

Banyaknya orang-orang jawa yang datang, membuat semakin bertambahnya pemukim di wilayah ini. 

Dikemudian hari, pemukiman ini diberi nama Desa Suraya,  sekarang namanya Kampung Islam.

Selanjutnya, pada 1776 penduduk sekitar membuat tempat ibadah berbentuk Langgar.

Langgat tersebut belantai tanah denga atap daun rumbia serta dinding anyaman bambu.

Di tahun itu juga, komunitas muslim di daerah ini semakin bertambah. 

Mereka berdatangan dari Sumatra Barat, Sumatra Selatan, Sulawesi hingga dari luar Nusantara, yakni Hadramaut Yaman.

Para pendatang ini banyak yang berprofesi sebagai pedangang, guru agama dan para Pendekar Silat.

Di tempat ini mereka mengajar baca Al-Quran, Maulida, Barzanji, Hadra, Samrah dan bela diri pencak silat yang hingga hari ini masih terus dilestarikan.

Halaman
123
Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved