Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

KPK Duga Sri 'Main' Fee Proyek: Begini Kekayaan Bupati Talaud

Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip diduga tak ingin dibelikan tas yang sejenis dengan tas yang dimiliki pejabat perempuan lain di Sulut.

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUN MANADO/SITI NURJANAH
Mobil parkir di depan rumah milik Bupati Talaud Sri Wahyumi Manalip di Tamansari Metropolitan, Manado, Rabu (1/5/2019). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi Manalip diduga tak ingin dibelikan tas yang sejenis dengan tas yang dimiliki pejabat perempuan lain di Sulut. Diketahui Sulut adalah panggung politik bagi srikandi. Ada lima kepala daerah dari kaum perempuan.

Sri kini jadi tersangka penerima suap terkait revitalisasi pasar di Talaud. "Sempat dibicarakan permintaan tas merk Hermes dan Bupati tidak mau tas yang dibeli, sama dengan tas yang sudah dimiliki oleh seorang pejabat perempuan di sana. Karena kebetulan selain Bupati Talaud ada (beberapa) bupati yang perempuan juga di Sulut," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (30/4/2019) malam.

Diduga tas yang dibelikan rencananya diberikan sebagai hadiah ulang tahun. KPK mengamankan barang bukti berupa tas, jam, dan perhiasan mewah serta uang dengan nilai sekitar Rp 513.855.000. "KPK mengidentifikasi adanya komunikasi aktif antara Bupati dengan BNL (Benhur Lalenoh, orang kepercayaan Sri Wahyumi) atau pihak lain, misal pembicaraan proyek, komunikasi terkait pemilihan merk tas dan ukuran jam yang diminta," kata Basaria.

Rincian barang dan uang yang diamankan KPK adalah, tas merk Channel senilai Rp 97,36 juta, jam tangan merk Rolex senilai Rp 224,5 juta dan tas merek Balenciaga senilai Rp 32,99 juta. Kemudian anting berlian merk Adelle senilai Rp 32,07 juta, cincin berlian merk Adelle senilai Rp 76,92 juta dan uang tunai sekitar Rp 50 juta. Barang tersebut dibeli oleh seorang pengusaha sekaligus tersangka pemberi suap bernama Bernard Hanafi Kalalo. Pada Minggu malam, 28 April 2019, Bernard bersama anaknya membeli barang mewah tersebut di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta.

Basaria menjelaskan, pada awalnya, Sri diduga meminta fee sekitar 10 persen kepada kontraktor terkait dua proyek revitalisasi pasar di Talaud. Meski demikian KPK belum mengungkap secara rinci berapa nilai proyek revitalisasi itu. "Tim KPK mendapatkan informasi adanya pemintaan fee 10 persen dari bupati melalui BNL (Benhur Lalenoh) sebagai orang kepercayaan bupati kepada kontraktor untuk mendapatkan proyek pekerjaan di Kabupaten Talaud," kata dia.

KPK menetapkan tiga orang tersangka yaitu SWM (Sri Wahyumi Maria Manalip), BNL (Benhur Lalenoh) dan BHK (Bernard Hanafi Kalalo) serta mengamankan barang bukti senilai Rp 500 juta terkait kasus dugaan suap pengadaan barang atau jasa di Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun Anggaran 2019.

Menurut Basaria, Benhur bertugas mencari kontraktor yang dapat mengerjakan proyek dan bersedia memberikan fee 10 persen. Benhur kemudian menawarkan Bernard Hanafi Kalalo proyek di Kabupaten Talaud dan meminta fee 10 persen.

KPK amankan barang bukti terkait kasus Bupati Talaud
KPK amankan barang bukti terkait kasus Bupati Talaud (Tribun Medan)

"Sebagai bagian dari fee 10 persen tersebut, BNL meminta BHK memberikan barang-barang mewah kepada SWM, Bupati Talaud," ujar Basaria. Pada pertengahan April, untuk pertama kalinya Benhur mengajak Bernard untuk diperkenalkan ke Sri Wahyumi.

Beberapa hari kemudian berdasarkan perintah Sri ke Benhur, Bernard diminta ikut ke Jakarta untuk mengikuti beberapa kegiatan Sri di Jakarta. "Terkait fee yang diharuskan oleh Bupati, BNL meminta BHK memberi barang-barang mewah sebagai bagian dari imbalan sebesar 10 persen. Barang dan uang yang diberikan diduga terkait dengan 2 proyek revitalisasi pasar di Talaud," kata dia. Kedua pasar itu adalah Pasar Lirung dan Pasar Beo.

KPK menetapakan Sri Wahyumi, Benhur, dan Bernard sebagai tersangka. Dua nama pernama ditetapkan sebaga tersangka penerima suap, sementara Bernard sebagai pemberi. Sri Wahyumi dan Benhur disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 hurut b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

Sementara Bernard disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Bupati Sri resmi memakai rompi tahanan seusai menjalani pemeriksaan pasca terjaring OTT KPK, di gedung KPK Jakarta, Rabu (1/5/2019) dini hari. Penyidik KPK resmi melakukan penahanan selama 20 hari pertama terhadap tiga orang tersangka antara lain Sri.

Berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara yang diunduh dari situs KPK, Sri baru dua kali melaporkan harta kekayaannya, yakni pada 2010 dan 2018. Laporannya yang terakhir itu dilakukannya pada saat mencalonkan diri menjadi Bupati dalam Pilkada Kabupaten Kepulauan Talaud 2018. Saat itu Sri mencatatkan total harta kekayaannya senilai Rp 2,2 miliar.

Kriminolog Sulut Dr. Rodrigo Elias
Kriminolog Sulut Dr. Rodrigo Elias (Ist)

Selidiki Panitia Lelang Proyek

Rodrigo Elias, pengamat hukum dari Unsrat, menilai permintaan dan pemberian fee proyek 10 persen yang sudah menjadi rahasia umum. Iming-iming ini sudah terjadi sejak proses tender atau lelang.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved