Pengebom Pegang Cucu Saya Lalu Ledakkan Diri, Korban Tewas 310 Orang di Sri Lanka
Jumlah korban jiwa akibat teror biadap yang meledakkan bom di delapan lokasi di Sri Langka, Minggu lalu, bertambah menjadi 310 orang.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Jumlah korban jiwa akibat teror biadap yang meledakkan bom di delapan lokasi di Sri Langka, Minggu lalu, bertambah menjadi 310 orang. Ada kisah pilu dari lokasi kejdian. Dilip Fernando dan istri selamat, namun tujuh anggota keluarga, termasuk ipar dan cucuknya meninggal akibat ledakan di Gereja Santo Sebastian di kota Negombo, Sri Lanka.
"Di akhir misa, mereka melihat seorang pemuda masuk ke gereja dengan sebuah tas besar. Dia sempat memegang kepala cucu saya sembari lewat. Dia pelaku pengeboman," kata Dilip, pensiunan berusia 66 tahun itu, kepada AFP.
Saat nahas itu, Delip Fernando tiba di Gereja Santo Sebastian di kota Negombo, pada Minggu Paskah (21/4) pagi. Gereja itu amat dipenuhi umat yang akan beribadah. Akibat gereja terlalu penuh, Dilip memilih pergi dan beribadah di tempat lain.
Keputusan itu menyelamatkan nyawa Dilip. Sebab, tak lama setelah dia pergi, sebuah bom meledak menghancurkan gereja di saat umat tengah merayakan hari besar Kristen itu. Puluhan orang tewas di gereja itu dalam serangkaian serangan bom yang mengguncang Sri Lanka dan menewaskan tak kurang dari 310 orang.
Pada Senin pagi, sehari setelah tragedi itu, DIlip kembali ke gereja di kota pesisir itu untuk melihat kehancurannya. "Saya biasa datang misa di sini," ujar pensiunan berusia 66 tahun itu kepada AFP.
Di gereja yang diserang itu, puluhan aparat keamanan menjaga di luar. "Kemarin (Minggu) saya dan istri tiba pukul 07.30, tetapi gereja sudah penuh, tak ada lagi tempat. Saya tidak ingin berdiri sepanjang misa jadi saya pergi ke gereja lain," kata Dilip.
Tujuh anggota keluarga besar Dilip, memilih tetap di Gereja Santo Sebastian. Mereka duduk di luar gereja karena di dalam sudah penuh. Dan, di sanalah mereka melihat seorang pria yang mereka yakini sebagai pelaku bom bunuh diri.
Keluarga Dilip bertanya-tanya mengapa pemuda itu memasuki gereja di saat misa hampir usai. Delip melanjutkan, pria itu berusia 30-an dan tampak tidak berbahaya. Demikian gambaran keluarganya soal pemuda itu.
"Dia tak terlihat gembira atau takut. Dia amat tenang," papar Dilip. Tak lama setelah pemuda itu memasuki gereja, ledakan keras terjadi. Ledakan keras itu membuat keluarga saya berlarian, mereka amat takut. Mereka menghubungi saya, tapi saat itu saya sudah berada di gereja lain," kata Dilip.
"Saya amat beruntung karena biasanya saya memilih masuk gereja itu. Kami amat lega sekaligus amat sedih," katanya.
Bomber Bukan WNI
Isu mengenai keterlibatan warga negara Indonesia, bernama Insan Setiawan, sebagai pelaku bom bunuh diri di Sri Lanka sempat mencuat, Selasa (23/4). Informasi ini setelah situs berita online di Colombo, ibu kota negara itu, melansir berita memuat nama tersangka pelaku peledakan.
Mabes Polri memastikan, tidak ada warga negara Indonesia (WNI) yang menjadi korban ataupun pelaku dalam peristiwa rentetan serangan teroris di Sri Lanka pada Minggu (21/4).
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Humas Brigjen (Pol) Dedi Prasetyo mengatakan, Polri telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri hingga Kepolisian Sri Lanka perihal informasi tersebut.
"Setelah dilakukan koordinasi yang di-leading sektor Kemenlu, kemudian dengan Kepolisian RI, dan Sri Lanka, sudah diidentifikasi seluruh pelaku dan korban," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (23/4).
"Sampai dengan hari ini kita belum dapat informasi bahwa korban dan pelaku ada WNI yang terlibat," katanya.
Dedi sekaligus membantah kabar yang beredar bahwa salah satu pelaku teror tersebut merupakan WNI. Ia mengatakan, pelaku yang dimaksud adalah warga negara Sri Lanka. "Sudah terindentifikasi dan yang bersangkutan adalah warga negara Sri Lanka, bukan WNI," ujarnya.
Kementerian Luar Negeri pun memastikan pelaku bom bunuh diri saat Paskah di Sri Lanka bukan WNI. Sebelum di beberapa media lokal Sri Lanka pelaku disebut bernama Insan Setiawan dan diduga berasal dari Indonesia.
Dugaan tersebut segera dicek kebenarannya oleh KBRI Colombo. Akhirnya diketahui pelaku bom bunuh diri adalah Insan Seelawan, bukan Insan Setiawan.
"KBRI telah melakukan komunikasi langsung dengan otoritas keamanan Sri Lanka dan memperoleh informasi bahwa nama yang benar adalah Insan Seelawan, warga Sri Lanka," ujar Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu Lalu Muhamad Iqbal.
Terkait kewarganegaraan pelaku, Iqbal memastikan Insan tidak memegang kewarganegaraan Indonesia. "(Insan Seelawan) WN Sri Lanka," ucapnya.
Tangkap 40 Orang
Pemerintah Sri Lanka mengumumkan adanya penambahan angka korban tewas ledakan bom yang terjadi di delapan tempat seantero negeri. Juru bicara kepolisian Ruwan Gunasekera dalam keterangan tertulis menyatakan korban tewas saat ini mencapai 310 orang dari sebelumnya dilaporkan 290 orang.
"Ada sejumlah korban yang meninggal ketika mendapat perawatan di rumah sakit," terang Gunasekera seperti dikutip kantor berita AFP Selasa (23/4). Kemudian jumlah korban luka berada di angka 500 orang.
Gunasekera juga berkata kepolisian telah menangkap 40 orang yang dianggap berhubungan dalam ledakan tersebut. Pemerintah Sri Lanka menyalahkan kelompok ekstremis lokal, National Thawheeth Jamaath (NJT), organisasi yang diduga terafiliasi ogranisasi teroris --Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS), sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas insiden itu.
Serangan 8 bom yang terjadi pada Minggu pagi waktu setempat itu menyasar gereja karena bertepatan dengan peringatan Minggu Paskah, serta hotel mewah.
Terdapat kabar bahwa aparat keamanan sebenarnya sudah mendapat peringatan akan adanya serangan dari dinas intelijen asing pada 4 April, lebih dari dua pekan sebelumnya. Perdana Menteri Ranil Wickremesinghe menyatakan bakal menggelar penyelidikan untuk mengungkap bagaimana bisa peringatan tersebut tidak ditindaklanjuti.
Juru bicara pemerintah Rajitha Senaratne menyatakan pemerintahan Wickremesinghe tidak mendapat pemberitahuan buntut perseteruannya dengan Presiden Maithripala Sirisena. Wickremesinghe sempat dipecat dari jabatannya pada Oktober 2018. Namun dimasukkan kembali setelah Sirisena ditekan mahkamah agung Sri Lanka. Meski begitu, Sirisena masih menjauhkan Wickremesinghe dari dewan pada Desember 2018 yang membuatnya tidak bisa menerima informasi rahasia soal keamanan negara.
Bahkan setelah serangan, Senaratne berkata anggota dewan keamanan tidak bersedia untuk memenuhi panggilan Wickremesinghe dan membahas kejadian tersebut. "Saya pikir, mungkin hanya inilah satu-satunya negara di dunia di mana anggota keamanannya tidak suka dipanggil oleh perdana menteri," sindir Senaratne.
Bantuan Interpol
Organisasi kepolisian internasional, Interpol, telah mengirim tim investigasi ke Sri Lanka untuk membantu pemerintah setempat mengungkap kasus serangan bom yang menewaskan hampir 300 orang. Dilansir AFP, Interpol telah mengirim Tim Respon Insiden (IRT) atas permintaan otoritas Sri Lanka.
Tim yang dikirim akan meliputi petugas spesialis dengan keahlian pemeriksaan TKP, ahli bahan peledak, kontra-teror, dan identifikasi korban. "Bahkan jika diperlukan, petugas tambahan dengan keahlian lain, seperti digital forensik, biometrik, serta analisis foto dan video akan siap dikirimkan untuk membantu tim di lapangan," kata pernyataan Interpol.
Sekretaris Jenderal Interpol Juergen Stock, mengatakan organisasi itu akan siap memberikan dukungan apa pun yang diperlukan pemerintah Sri Lanka dalam mengungkap kasus serangan bom pada Minggu (21/4/2019) itu.
"Informasi untuk membantu mengidentifikasi orang-orang yang terkait dengan serangan dapat datang dari mana saja di dunia, di mana jaringan global dan basis data Interpol akan menjadi sangat penting, terutama bagi para petugas di lapangan," ujar Interpol. (tribun network/dit/rin/kompas.com)