Politik
VIDEO, Detik-detik Wiranto dan Kivlan Zein Tatap Muka dan Terlibat Perdebatan
Wiranto dan Kivlan Zein Tatap Muka dan Terlibat Perdebatan, Dari rekaman terlihat Wiranto dan Kivlan Zein sama-sama menggunakan batik.
Menurut dia, dalam dokumen TGPF yang diketuai oleh Marsuki Darusman dan sekretaris Rusita Nur itu bisa dilihat dengan jelas institusi atau tokoh yang diduga menjadi dalang kerusuhan.
"Itu produknya ada. Dari sana sudah jelas 1998 sumber kerusuhan mengarah ke institusi mana, figur mana, ada di sana," kata Wiranto.
Wiranto menyebut, justru ia sebagai Menhankam/Panglima ABRI saat itu melakukan berbagai upaya untuk mencegah kerusuhan.
Ia mengaku melakukan berbagai langkah persuasif, edukatif kompromis dan dialogis dengan para aktivis reformasi agar jangan sampai muncul kekacauan.
Namun, saat kerusuhan sudah mulai pecah pada 13 Mei, Wiranto langsung mengirim pasukan dari Jawa Timur. Tanggal 15 kerusuhan sudah mereda.
"Bukan saya dalang kerusuhan. Saya mencegah kerusuhan terjadi. Tiga hari saya mampu amankan negeri ini," kata dia.
Tuduhan sebagai dalang kerusuhan 1998, kata Wiranto, bukan hal yang baru.
Mantan Panglima ABRI itu menyebutkan tudingan muncul beberapa kali, yaitu saat ia masuk Pilpres 2004 dan pemilihan wakil presiden 2009.
"Itu semuanya selalu diwarnai tuduhan kepada saya. Sekarang saya buka-bukaan saja," katanya.
Mantan Kepala Staf Kostrad Kivlan Zein menuduh Menko Polhukam Wiranto sebagai dalang kerusuhan 1998.
Tudingan itu disampaikan Kivlan dalam acara "Tokoh Bicara 98" di Add Premiere Ballroom, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan, Senin (25/2/2019).
Baca: Kemaluannya Dipegang-pegang Gadis Belia ini Menjerit, Tersangka Langsung Ditangkap Warga
Jenderal bintang dua itu mengaku telah mengetahui kelicikan Wiranto sejak dirinya meninggalkan Jakarta saat kerusuhan terjadi.
"Ya sebagai Panglima ABRI waktu itu, Pak Wiranto atas kejadian itu kenapa dia meninggalakan Jakarta dalam keadaan kacau? Dan kenapa kita yang untuk amankan Jakarta tidak boleh kerahkan pasukan? Itu! Jadi kita curiga loh keadaan kacau masa nggak boleh mengerahkan pasukan," katanya.
Kemudian, lanjut Kivlan, Wiranto minta Soeharto supaya mundur dengan cara membiarkan mahasiswa menduduki gedung MPR/DPR pada 21 Mei 1998.
Selain itu, Kivlan juga mengatakan kalau Wiranto tidak memfasilitasi penambahan personil pengamanan untuk masuk ke Jakarta.