Info
Pembunuh di Christchurch Sebut Dirinya Seperti Nelson Mandela
“Saya hanya orang putih biasa. Seperti Nelson Mandela, akan habiskan 27 tahun di penjara dan akan mendapat hadiah nobel perdamaian.”
Brenton Tarrant, terdakwa pembunuh 50 Jamaal masjid di Christchurch, New Zealand bersama mending ayah, Ibu dan adik want Tahun 1994
Ayah Brenton, Rodney adalah bekas buruh pabrik, kolektor sampah warga kota Grifton. Ibunya, seorang guru sekolah dasar.
Dari sebuah dokumen foto tahun 1994, Brenton memiliki seorang adik perempuan, yang besar dengan ibunya.
Alasan keamanan, Pascainsiden, ibu dan adik perembuan Brenton, 'disembunyikan' aparat keamanan Australia.
Ayahnya juga atlet triathlon (lari, renang, balap sepeda) level suburb. Seperti typical pendatang Eropa, ayahnya dikenal ramah, murah senyum dan suka menghabiskan waktu luang di kedai alkohol.
Brenton menghabiskan usai remaja bersama ayahnya. Ibunya cerai saat Brenton masih sekolah menengah.
Mengutip reportase Isabella Kwai, --jurnalis 9 News, jaringan berita Australia—, The New York Times, menyebut Brenton jadi yatim di setamat SMA di Grafton High School, tahun 2009.
Baca: Jokowi Minta Para Pendukungnya untuk Waspada Jelang Hari Demokrasi
Kara Hickson, 28, rekan sekelasnya, menyebut pretasi Brenton di sekolah “poor grade”, di bawah rata-rata.
Brenton sedikit pemalu, tapi selalu mencoba membuat temannya tertawa. “Karena mirip komendian di kelas (clown), banyak teman yang sering mengerjainya (bully).
Brenton diidentifikasi temannya juga sebagai penikmat heavy metal. Jenis musik yang banyak digandrungi pemuda penyediri. “Saya selalu melihat di jalan samping shopping center dengan adik kelas,”
Karena nilai rapor yang rendah, serta berasal dari keluarga kelas pekerja bawah, Brenton tak bisa melanjutkan kuliah.
Sepeninggal ayahnya, 2009 hingga 2011, Brenton bertahan hidup dari gaji sebagai pelatih kebugaran di Big River Gym, di bibir sungai Grafton.
Pemilik Big River Gymnastic and Squash, Tracey Gray kepada media lokal di Brisbane, meyakini Brenton terpapar faham radikal setelah keluar dari tempat kerjanya. “Ada kelompok yang mengubah cara pandangnya tetang dunia dan ideologis,”
Kepada TV Channel Nine, nenek Brenton, Marie Fitzgerald, juga membenarkan cucunya banyak berubah dalam 7 tahun terakhir. “Dia bukan lagi anak yang saya kenal dulu. Sangat berubah.”
Pasca-insiden di Masjid Christchurch di NZ, Brenton disebut banyak berinteraksi dengan kelompok ideologis haluan kanan, yang menekankan supremasi ras kulit putih di Eropa.
Dia banyak berkomunikasi lewat email dan media sosial dengan aktivis ‘anti imigran Muslim” di Eropa, Italia, Austria, Jerman, dan Perancis.
Dari penelusuran jaringan media, Brenton pernah traveling ke Austria, Jerman, dan ada foto dirinya di facebooknya bersama rekannya di Seoul, Korea Selatan tahun 2014.