Berita Manado
Jenazah Muhammad Rahim Warga Afganistan Dimakamkan di Samping Makam Sajjad
Puluhan warga antusias mengangkat keranda jenazah almarhum menuju ladang pekuburan.
Penulis: Tirza Ponto | Editor: Alexander Pattyranie
Jenazah Muhammad Rahim Warga Afganistan Dimakamkan di Samping Makam Sajjad
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Setelah disemayamkan di Masjid SIS Aldjufrie Malendeng, Manado, Sulawesi Utara, selama 15 menit, jenazah Muhammad Rahim warga Afganistan, langsung diantar ke ladang pekuburan oleh teman-teman Amar Rahim, anak dari almarhum Muhammad Rahim, Rabu (20/03/2019) sekitar pukul 13.10 Wita tadi.
Terpantau wartawan tribunmanado.co.id, puluhan warga antusias mengangkat keranda jenazah almarhum menuju ladang pekuburan.
Meski lokasi pekuburan menanjak ke bukit, namun semangat dari anak-anak kuliahan Unsrat ini tidak putus.
Terpantau juga anak dari almarhum Muhammad Rahim, yakni Amar Rahim, mengangkat keranda ayahnya sampai di lokasi pemakaman.
"Ayah dimakamkan di samping makam almarhum Sajjad," ungkap Amar.
Muhammad Rahim (60) warga Afganistan, meninggal dunia di RSUP Kandou Manado, Selasa (19/03/2019), sekitar pukul 18.45 Wita.
Muhammad Rahim adalah paman Sajjad, penghuni Rudenim Manado yang melakukan aksi bakar diri pada awal Februari silam.
Rahim yang berdiri dekat Sajjad pun ikut terbakar.
Rahim dirawat hampir 2 bulan di rumah sakit karena menderita luka bakar.
Amar Rahim, anak Muhammad Rahim mengatakan, ayahnya meninggalkan pesan-pesan sebelum meninggal dunia
"Ayah sempat mengatakan kalau kami yang tertinggal jangan ke mana-mana. Indonesia adalah negara yang aman," ungkap Amar Rahim ke tribunmanado.co.id, di Masjid Kampus Unsrat, Rabu (20/03/2019).
Ditambahkannya, sudah kurang lebih 20 tahun mereka di Indonesia, tidak pernah buat kekacauan di Indonesia.
"Apa salah kami. Kami hanya ingin jadi warga Indonesia. Warga Indonesia sudah baik bagi kami, sehingga kami ingin jadi warga Indonesia," tuturnya.

Dikatahui, Rahim ikut terbakar karena berdiri di dekat keponakannya, Sajjad Jacob (24) yang melakukan aksi bakar diri di Rudenim Manado pada Selasa (06/02/2019) silam.
Sajjad meninggal pada Rabu (13/02/2019) dan dimakamkan di Malendeng pada Kamis (14/02/2019).
Aksi nekatnya tersebut sempat bikin heboh masyarakat Sulawesi Utara.
Lulusan Unsrat Manado ini menghembuskan napas terakhir setelah berjuang melawan derita luka bakar selama sepekan dirawat di RSUP Kandou.
Saat dirawat, Sajjad mengungkapkan aksi nekatnya tersebut karena petugas rudenim dan kepolisian memaksa masuk ke area kamarnya.
Aksi bakar diri tersebut membuat pamannya yang berada dekat ikut terbakar.
Sajjad mengungkapkan dia dan penghuni lain terus melakukan protes ke PBB terkait status mereka dalam beberapa tahun terakhir.
Mereka unjuk rasa hingga mogok makan untuk mendapatkan status sebagai pengungsi sebelum dideportasi ke negara tujuan.
Dia merasa hidup di Rudenim seperti dalam penjara.
Atas aksi protes tersebut, dia dan keluarganya didatangi petugas dan kepolisian untuk digeledah.

Kepala Rudenim Manado Arther Mawikere mengatakan status penghuni rudenim final reject atau ditolak sebagai pengungsi.
“Yang jelas status mereka final reject, dan sejak 01 Februari 2019 berada dalam pengawasan Imigrasi sesuai surat UNHCR 31 Januari 2019. Termasuk Internasional Organizations for Migrations yang telah memutus pemberian fasilitas mereka, oleh karena ulah dan perbuatan mereka yang menolak beberapa kali pihak UNHCR untuk menemui mereka. Sehingga status mereka adalah Immigratoir,” ujar Mawikere kepada tribunmanado.co.id pada Sabtu (09/02/2019)
Pihaknya meminta bantuan polisi untuk mengecek kamar para penghuni karena pagar menuju kamar sudah ditutup.
Saat itulah Sajjad yang menolak digeladah melakukan aksi bakar diri.
Sayang, aksi nekad Sajjad yang gigih memperjuangkan nasibnya dan pencari suaka lain justru menyebabkan nyawanya hilang.
Sang pahlawan pencari suaka yang bergaul akrab dengan warga Manado ini sudah dimakamkan.
Kematian Sajjad meninggalkan duka, banyak protes pun dilayangkan warganet Manado terkait kematian Sajjad.
Sajjad dan keluarga memang sudah hampir 10 tahun tinggal di Manado setelah sebelumnya tinggal di NTB selama 10 tahun.
Alasan kemanusiaan tentu membuat banyak orang berempati atas peristiwa menimpa Sajjad.
Namun, ada hukum internasional yang harus dipatuhi dalam perjuangan para pencari suaka tersebut.
Apalagi Indonesia bukan negara peratifikasi konvensi Wina tentang pengungsi.
Sehingga tidak ada kewajiban untuk mengurus pengungsi.
Para pencari suaka tersebut hanya titipan yang kapanpun bisa dideportasi.
Amar Karim, keluarga Sajjad mengungkapkan sebagai warga yang lari dari negaranya, kedatangan mereka hanya untuk mendapatkan kedamaian.
Indonesia dia anggap sebagai negara yang mampu memberi kedamaian itu.
Dia menyebut, kebaikan yang mereka rasakan tidak hanya setahun melainkan sudah 20 tahun, yakni 20 tahun di Nusa Tenggara Barat dan 10 tahun di Manado.
"Karena masyarakat Indonesia kami bisa bernapas. Keluarga kami telah mendapatkan kehangatan yang diberikan masyarakat Indonesia selama ini. Kami berharap dukungan penuh dari Masyarakat Indonesia,” lanjut dia.
(Tribun Manado/Jufry Mantak)
BERITA POPULER:
Baca: Heboh Video Perkelahian Siswa di Manado, Berikut 3 Video Pelajar Berkelahi di Sulut yang Viral 2019
Baca: Viral 18 Foto Diduga Syahrini dengan Pria Indo dan Bule, dari Pelukan hingga Ciuman di Atas Ranjang
Baca: Dimarahi Hingga Menangis oleh Raffi Ahmad, Tangisan Nagita Slavina Tak Digubris Sang Suami
TONTON JUGA: