Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Jobfield and Experience

Cerita Seorang Perawat Indonesia yang Meraup Untung di Negeri Sakura, Gaji Belasan Juta

Menjadi pekerja di luar negeri merupakan pengalaman berharga. Seperti yang dirasakan oleh AW, yang bekerja di Jepang sebagai perawat di rumah sakit.

Editor: Frandi Piring
shutterstock
Kerja sebagai Perawat 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Menjadi pekerja di luar negeri merupakan pengalaman berharga.

Seperti yang dirasakan oleh AW, yang bekerja di Jepang sebagai perawat di rumah sakit di negara itu.

Pria asal Bali ini dapat bekerja di luar negeri merupakan peserta program economic partnership agreement (EPA) antara pemerintah Indonesia dan Jepang.

Selain mendapat pengalaman berharga, AW juga mengaku mendapat gaji yang besar ketika bekerja di negeri sakura itu.

Baca: Video Hebohnya Warga Melihat Jokowi Bersama Beberapa Kabinet Naik MRT Jakarta

Menurut dia, gaji perawat di Jepang lebih besar ketimbang saat dia menjadi perawat di sebuah rumah sakit di Lombok, NTB.

Tergantung dari rumah sakitnya, kalau saya (penghasilannya) kurang lebih bersihnya Rp 13 juta,” kata pria yang enggan disebutkan nama aslinya itu kepada Kompas.com, Senin (18/3/2019).

Selama empat tahun di negeri matahari terbit itu, AW bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit di Osaka bagian timur.

Dia bisa ke Jepang setelah lolos seleksi yang dilakukan oleh BNP2TKI.

Saya ikut daftar program ini dari BNP2TKI. Jadi murni daftar sesuai prosedur, ikut ujian tulis, psikologi, medical check up. Nanti ada pengumuman, lalu matching untuk ke Jepangnya,” kata AW.

Baca: Saingi Lagu Wik Wik Wik, Viral Lagu Ngat Tangat Thangat Tangat Ditonton Jutaan Warganet

Untuk bisa bekerja sebagai perawat di Jepang, kata AW, minimal harus punya pengalaman kerja selama dua tahun.

Setelah lolos seleksi, para peserta harus mengikuti pelatihan selama enam bulan di Indonesia dan enam bulan lagi di Jepang.

Tiga bulan pertama untuk belajar bahasa Jepang lanjutan. Setelah itu tiga bulan lagi masuk ke fase belajar kejuruan," kata AW.

AW mengatakan,"Kami belajar perawatan Jepang mulai dari segi bahasanya. Setelah itu kami dijemput oleh rumah sakit yang menerima kami. Kami ditempatkan di asrama."

Baca: VIDEO: Wijaya Saputra dan Gisella Perawatan Kulit Bareng di Plaza Indonesia

Setelah mengikuti program tersebut selama empat tahun, kata AW, nantinya akan ada ujian keperawatan yang diselenggarakan pemerintah Jepang.

Jika lolos seleksi barulah bisa memperpanjang masa kerja di Jepang.

Namun, AW tak lulus ujian tersebut. Akhirnya dia harus kembali ke Indonesia.

"Kalau enggak lulus enggak bisa lanjut lagi kerja di sana. Visanya cuma empat tahun,” kata AW.

Kendati mendapat penghasilan besar selama di Jepang, AW mengaku belum tertarik kembali bekerja di sana.

Dia masih ingin berkumpul dengan keluarganya di Indonesia.

"Mau menikmati dengan keluarga dulu. Mau asah skill sekalian dulu di sini. Setelah balik dari Jepang belum mau kerja dulu, masih mau santai dulu,” kata dia.

Baca: Pemkot Tomohon Adakan Pelatihan Kuliner dan Suvenir

Suka dan duka

Lalu apa suka dan duka selama bekerja di Jepang?

AW menceritakan suka dukanya kepada Kompas.com saat bekerja sebagai perawat di negeri Sakura itu.

Ia mengaku mendapat pengalaman baru selama bekerja empat tahun di Jepang.

"Enak ya, namanya juga negara maju dapat pengetahuan baru dari segi teknologi, budaya mereka, iklim kerja dan gaji lebih besar," kata AW, perawat yang enggan disebutkan namanya.

AW mengatakan, orang Jepang sangat disiplin dengan waktu.

Saat bekerja, karyawan tak boleh bersantai-santai.

"Kalau masih jam kerja kami enggak boleh santai, tapi pas istirahat kami harus istirahat. Kerjanya delapan jam juga. Lima hari kerja," kata AW.

Selain itu, menjadi perawat di Jepang tak boleh melakukan tindakan medis seperti di Indonesia.

Menurut pria yang pernah bekerja di sebuah rumah sakit di Osaka, Jepang itu hanya dokter yang dibolehkan mengambil tindakan medis.

"Misalnya menjahit luka, itu dokter yang melakukan. Kalau di sini kan, perawat punya keahlian itu. Di sana itu enggak boleh perawat lakuin tindakan medis," kata Aw.

Kendati begitu, menurut AW, orang Jepang sangat suka dengan perawat ataupun caregiver asal Indonesia.

Sebab, para tenaga kerja asal Indonesia mempunyai kemampuan lebih dibanding perawat asal Jepang.

AW mengaku pada awalnya kesulitan beradaptasi di Jepang.

Bahasa yang menjadi kendala utama untuk bersosialisasi dengan masyarakat Jepang.

Namun, lambat laun dia mulai bisa beradaptasi.

Alhasil, dia mampu bergaul dengan penduduk asli Jepang.

"Kalau kami welcome mereka welcome. Tapi ada juga yang enggak welcome dan enggak ramah. Di mana-mana ada juga kayak gitu," ujar AW.

Senada dengan AW, Yayu juga mengaku pada awalnya kesulitan bersosialisasi dengan orang Jepang.

Dia sempat beranggapan orang Jepang sangat tertutup.

Akan tetapi, setelah lama tinggal di sana dia baru mengetahui bagaimana kepribadian orang Jepang.

"Mulanya saya berpandangan orang Jepang itu tertutup, kurang mau sosialisasi, tapi ternyata mereka mau terbuka kalau mereka trust pada kita," kata Yayu.

AW dan Yayu merupakan perawat dan caregiver asal Indonesia yang mengikuti program kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Jepang.

Program tersebut telah bergulir sejak 2008 lalu.

Melalui program tersebut, pemerintah Jepang akan memperkerjakan perawat dan cargiver asal Indonesia di beberapa rumah sakit yang ada di sana.

Sejak 2008 lalu, sebanyak 2.116 perawat dan caregiver asal Indonesia telah merasakan bekerja di Jepang.

Baca: Fahri Hamzah: Waspadalah Telur akan Ditamparkan di Wajah Atau Kepalamu Karena Kecuranganmu

Tautan: http://wartakota.tribunnews.com/2019/03/19/bekerja-jadi-perawat-di-jepang-dapat-gaji-hingga-belasan-juta-rupiah?page=all.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved