Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Nasional

Jadi Sasaran Kritik Aktivis, Mantan Panglima TNI Moeldoko sebut Jangan cari Gara-gara dengan TNI

Staf Kepresidenan Moeldoko meminta semua pihak tidak mencari gara-gara dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Editor: Frandi Piring
Tribunnews.com/ Theresia Felisiani
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Selasa (22/1/2019) di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta 

TRIBUNMANADO.CO.ID - KEPALA Staf Kepresidenan Moeldoko meminta semua pihak tidak mencari gara-gara dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Dia juga meminta jangan ada pihak yang mencari popularitas, dengan melontarkan kritik terkait wacana penempatan anggota militer aktif dalam jabatan sipil.

Terlebih, belakangan ada sejumlah aktivis yang mengkritik rencana penempatan anggota TNI aktif ke jabatan sipil, yang dikhawatirkan memunculkan dwifungsi ABRI.

"Menurut saya, janganlah rekan-rekan sekalian, para pegiat apapun namanya itu, jangan cari gara-gara dengan TNI, enggak usah. Jangan mencari popularitas melawan TNI. TNI milik kita semua," tegas Moeldoko, Jumat (8/3/2019), di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.

Mantan Panglima TNI itu menyadari ketika Orde Baru, TNI menjadi sasaran kritik para aktivis. Seiring terjadinya reformasi, kata Moeldoko, TNI telah melakukan perubahan.

Moeldoko juga meminta semua pihak tidak melihat TNI hari ini dari sudut pandang masa lalu. Pensiunan TNI bintang empat ini mengaku turut terlibat dalam pembenahan di internal TNI.

Dia berani memastikan tidak akan ada dwifungsi di era reformasi ini.

Baca: Penembakan Prajurit TNI di Papua - Jenazah Serda Siswanto Bayu, Dimakamkan di TMP Grobogan

"Saya bekerja keras untuk memperbaiki situasi. Itu kira-kira kami memandang, saya pastikan tidak akan kembali dwifungsi ABRI, itu kunci," papar Moeldoko.

Lebih lanjut Moeldoko juga menjelaskan, TNI (sebelum reformasi ABRI) telah melakukan reformasi internal setelah tumbangnya Orde Baru di bawah kekuasaan Presiden ke-2 RI Soeharto.

Tiga hal yang diubah seusai reformasi ialah perubahan struktur, doktrin, dan kultur.
Reformasi struktur, lanjut Moeldoko, telah dilakukan dengan menghapus bidang sosial politik.

Selanjutnya, terkait kultur, kata Moeldoko, TNI melakukan pembenahan agar lebih dekat kepada rakyat.

"Sudahlah, kita hidup berdampingan dengan baik. Kritik boleh tapi jangan merusak piskologi prajurit. Psikologi prajurit kita sudah baik, jangan dilukai dengan hal-hal itu. Nyanyian masa lalu sudahlah masa lalu," sarannya.

Sebelumnya, dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) sekaligus aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Robertus Robet, meminta maaf kepada TNI apabila dinilai merendahkan lembaga tersebut.

Robet mengaku bersalah karena telah mengganti lirik Mars TNI dalam orasinya ketika Aksi Kamisan di depan Istana Negara, silang Barat Daya Monumen Nasional (Monas), Gambir, Jakarta Pusat, 28 Februari 2019 lalu.

"Saya ingin neminta maaf, tidak ada maksud saya untuk menghina dan merendahkan institusi TNI yang saya cintai," ungkap Robet kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Kamis (7/3/2019).

Penangkapan sekaligus pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Kepolisian pun dibenarkannya, lantaran orasinya terkait rencana pemerintah menempatkan TNI pada sejumlah kementerian itu.

"Saya ingin menyatakan bahwa benar saya diperiksa dan diamankan oleh pihak kepolisian, oleh karena orasi saya yang telah menyinggung dan merendahkan institusi TNI," tutur Robet.

"Saya juga ingin menyatakan bahwa benar yang menyampaikan orasi saat aksi Kamisan benar adalah saya," tambahnya.

Walau begitu, Robet mengaku enggan menyebutkan substansi pemeriksaan yang dilakukan oleh penyidik Direktorat Cyber Crime Bareskrim Mabes Polri, yang berlangsung sejak Kamis (7/3/2019) dini hari hingga petang.

Dirinya mengaku menyerahkan kasus dugaan ujaran kebencian yang disangkakan kepadanya, kepada pihak kepolisian.

"Saya berpegang pada keadilan, biar proses hukum dijalankan sesuai ketentuan berlaku," ucapnya.

Terpisah, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Dedi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan Robet terkait pelanggaran ujaran kebencian sesuai pasal 45 ayat 2 juncto pasal 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), telah selesai.

Pihaknya pun telah memulangkan Robet seusai menjalani pemeriksaan.

"Hari ini untuk Saudara R setelah dilakukan pemeriksaan, kemudian proses administrasi penandatanganan beberapa berita acara selesai, Saudara R dipulangkan oleh penyidik," papar Dedi kepada wartawan di Bareskrim Mabes Polri, Kamis (7/3/2019).

Walau telah dipulangkan, proses penyelidikan terkait kasus yang menimpa Robet terus dilanjutkan sesuai ketentuan.

Sehingga, apabila pihaknya membutuhkan keterangan Robet, pihaknya akan kembali melakukan pemanggilan.

"Tentunya nanti akan dipanggil ulang kembali, apabila memang masih dibutuhkan keterangan saudara R," jelasnya.

Terkait upaya penangkapan Robet yang dilakukan pihaknya pada Rabu (6/3/2019) jelang tengah malam, Dedi menyebutkan pihaknya telah sesuai ketentuan.

Pihaknya telah melakukan gelar perkara sekaligus melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi sesuai Pasal 207 KUHP.

Sehingga, anggapan masyarakat tentang pemaksaan dalam kasus Robet dibantahnya dengan tegas.

"Setelah dinyatakan cukup, dari hasil gelar perkara tersebut, maka dari penyidik Direktorat Cyber Crime Bareskrim tadi malam mengambil langkah penegakan hukum, berupa mendatangi kediaman Saudara R dan membawa Saudara R ke kantor untuk dimintai keterangan," terangnya. (*)

Baca: Moeldoko: TNI Profesional, Mustahil Dwifungsi Kembali

Tautan: Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Moeldoko: Jangan Cari Gara-gara dengan TNI, http://wartakota.tribunnews.com/2019/03/08/moeldoko-jangan-cari-gara-gara-dengan-tni?page=all.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved