Sejarah
Kisah Peltu Tatang Sniper Terbaik Indonesia, Sendirian Tewaskan 100 Tentara Musuh
Badannya masih tegap kendati usianya sudah 67 tahun. Demikian pula bahasa tubuhnya: sangat militer.
peluru-peluru kaliber 7.62 mm yang dibuat khusus oleh AS, dan senapan serbu AK-47 sebagai wahana untuk melancarkan raid, sudah gatal untuk segera bertempur bersama para sniper dari satuan Kopassus.
Tapi tugas awal Tatang, seperti diperintahkan oleh Kolonel Edi Sudarajat sendiri, ternyata hanya mengawal Dansatgas Pamungkas itu yang dalam perannya sebagai Dansatgasus juga harus turun ke medan tempur.
Pengawalan Tatang terhadap Kolonel Edi pun bersifat pribadi dalam artian jika Dansatgasus itu diserang musuh, Tatang harus siap sebagai tameng hidup dari terjangan peluru.
Tugas sebagai pengawal pribadi Dansatgasus itu lama-lama membuat Tatang kurang berperan maksimal sebagai seorang sniper yang baru lulus dari didikan Green Beret.
Apalagi sesuai dengan doktrin pendidikannya, seorang sniper bukan hanya bertugas melaksanakan pengawalan tapi harus mampu menembus wilayah musuh secara senyap untuk melaksanakan missi intelijen.
Selain itu, sniper yang berhasil memasuki jantung wilayah musuh tanpa terdeteksi juga bertugas menciptakan kekacuan dengan cara melumpuhkan sasaran terpilih, khususnya komandan tertinggi yang bertugas mengendalikan jalannya peperangan.
Demi bisa menjalankan fungsi sniper yang sesungguhnya di medan tempur, Tatang pun kemudian memberanikan diri untuk minta ijin kepada Kolonel Edi untuk masuk ke medan tempur lawan dan ternyata diperbolehkan.
Tatang terjun dalam pertempuran di kawasan Lautem, Lospalos Utara, dan masih menghadapi perlawanan sengit dari Fretilin.
Melalui taktik perang gerilya yang dterapkan di kawasan pegunungan dan pantai, pasukan TNI harus bertempur mati-matian untuk menghancurkan kekuatan Fretilin.
Tatang untuk pertama kali menembak mati targetnya yang bertempur menggunakan senapan otomatis dalam pertempuran terbuka di Lautem.
Tembakan awal yang sempat mengguncang jiwanya karena dirinya ternyata telah membunuh manusia.
Tapi karena Tatang menyadari bahwa di medan perang seorang tentara hanya mengenal doktrin dibunuh atau membunuh, untuk menjatuhkan sasaran tembak berikutnya ia sudah merasa biasa.
Salah satu misi tempur Tatang yang menghasilkan kill hingga 49 korban adalah ketika Tatang bertempur untuk menghadang serangan pasukan Fretilin di kawasan Remexio (1977).
Medan tempur Remexio yang bergunung dan terletak di belakang kota Dili memang dikenal sebagai kuburan bagi pasukan TNI mengingat begitu banyak prajurit yang gugur.
Sebelum berangkat ke medan perang di pegunungan Remexio, yang terletak sekitar 30 km dari kota Dili, Tatang membekali diri dengan senapan Winchester M-70 berperedam suara lengkap dengan 50 butir peluru kaliber 7.62 mm berwarna putih.