Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Kisah

Pemecah Batu Biayai Hidup 75 Orang Anak Yatim

Teriknya matahari yang bersinar siang itu seakan menusuk kulit. Sementara di ujung Jalan Cipinang Jaya II B, Cipinang Besar Selatan, terlihat seorang

Editor:
tribunnews
pemecah batu 

Sarono mengaku tak mematok harga untuk menjual hasil pecahan batu yang telah menjadi pasir.

Pria asal Kebumen, Jawa Tengah ini rela dibayar berapa pun sesuai keikhlasan sang pembeli.

"Pendapatan enggak tentu walaupun prosesnya lama. Saya jual juga enggakpatokin harga, seikhlasnya saja yang mau beli sekarung berapa," ujar Sarono.

"Biasanya ada yang beli Rp 10.000 sekarung ada yang Rp 20.000 minta 3 karung ya Alhamdullillah enggak apa-apa," sambung dia.

Biayai 75 anak yatim

Meski pendapatannya tak seberapa, Sarono mengaku terpanggil untuk membantu anak yatim-piatu.

Semua itu berawal ketika ia bertemu dengan seorang ibu yang membawa anak dan diketahui sudah tak mempunyai ayah.

"Jadi pertama saya sndiri enggak nyari anak yatim tapi Allah gerakin. Waktu itu saya ke Pasar Gembrong, saya masih bisa samar-samar melihat tahun 2002 saya beli makanan burung karena dulu hobi melihara burung," kata Sarono.

"Pas mau pulang naik angkot ada ibu-ibu bantu nyetopin (angkot) ibunya gendong anak, anaknya teriak mau jajan saya kasih ongkos sedikit. Akhirnya setelah itu saya coba ke rumah ibu itu, saya samperin tanya RT soal benar enggak sudah yatim. Ternyata benar. Ya dari situ saya mulai membantu anak-anak," ucap dia.

Sarono mengaku bersyukur bisa membantu para anak yatim.

Sebab, ia pun tak mempunyai anak kandung dan hanya tinggal berdua dengan istrinya di rumah kecil yang tak jauh dari lokasi ia memecahkan batu.

Pak Sarono, tunanetra yang bekerja sebagai pemecah batu untuk biayai 75 anak yatim, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur.
Pak Sarono, tunanetra yang bekerja sebagai pemecah batu untuk biayai 75 anak yatim, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. (KOMPAS.com/ Ryana Aryadita)

Hingga kini, anak yatim yang dibiayai pendidikannya oleh Sarono berjumlah 75 orang.

Anak-anak ini memang tak menetap di rumahnya, tetapi selalu datang mengunjungi Sarono dan istrinya ke rumah untuk mengaji bersama, bermain, maupun berkumpul.

"Saya mulai merawat anak yatim maupun duafa yang punya ayah tetapi enggak pernah diurusin. Saya berani tanggung jawab ke Allah, saya urusin anak ini," ujar Sarono.

Bahkan, beberapa dari anak angkatnya sudah duduk di bangku kuliah atau bekerja.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved