ASII Gencet Indeks Aneka Industri: Begini Kondisi Aset Bank BUMN
Indeks aneka industri menjadi indeks sektor pertama yang memerah di tahun ini. Selasa (12/2), indeks aneka industri turun 3,41% ke 1.342,21.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Indeks aneka industri menjadi indeks sektor pertama yang memerah di tahun ini. Selasa (12/2), indeks aneka industri turun 3,41% ke 1.342,21. Akibatnya, sepanjang tahun ini, indeks aneka industri negatif 3,74%.
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, pelemahan indeks ini terjadi karena pelemahan harga saham PT Astra International Tbk (ASII). Pergerakan saham ini memang sangat mempengaruhi indeks aneka industri, karena bobotnya paling besar dan paling mempengaruhi indeks aneka industri.
Maklum kapitalisasi pasar ASII memang paling besar dibanding saham emiten lain di sektor ini. Kemarin saja, kapitalisasi pasar ASII mencapai Rp 310 triliun. Selasa (12/2), harga saham ASII anjlok 4,38% ke 7.650 per saham.
Analis Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan juga sependapat. Dia menambahkan, salah satu pemicu penurunan harga ASII karena rencana pesaing meluncurkan model mobil baru, Nissan Grand Livina, dalam waktu dekat.
Selain itu, ada pesaing yang akan meningkatkan armada truk untuk disewakan. Hal ini dikhawatirkan menekan kinerja anak usaha Astra, PT United Tractors Tbk (UNTR).
Menurut catatan Valdy, PT Indomobil Multi Jasa Tbk (IMJS) berencana menambah unit truk untuk disewakan sebesar 7.000 unit pada 2019. Angka tersebut naik lebih dari dua kali lipat dari akhir 2018.
Berpeluang rebound
Faktor lain yang turut menekan sektor aneka industri adalah data Purchasing Managers' Index (PMI) Indonesia per Januari 2019 yang merosot ke posisi 49,90. Di samping itu, kata Analis Binaartha Sekuritas M. Nafan Aji berpendapat, melebarnya current account deficit (CAD) ikut memengaruhi pergerakan indeks sektor aneka industri.
Nafan menilai, pelemahan saham sektor aneka industri bersifat sementara. Saat ini saham aneka industri masih konsolidasi. "Diharapkan nanti kembali rebound setelah menyentuh level support 1.355 dengan resistance di level 1.387," jelas dia.
Prospek saham sektor aneka industri masih positif. "Karena dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi lebih baik, ditambah suku bunga serta nilai tukar yang stabil, maka penjualan kendaraan dapat meningkat, baik kendaraan komersial maupun non komersial," kata Valdy. Jika tahun lalu indeks sektor aneka industri naik 7%-9%, harapannya tahun ini bisa lebih.
Valdy merekomendasikan SRIL dan ASII. Sementara Nafan, rekomendasikan saham ASII.
Saham yang Melemah Pada Indeks Sektor Aneka Industri
Nama Saham
%
PT Sat Nusapersada Tbk (PTSN)
19,1
PT Asia Pacific Investama Tbk (MYTX)
16,98
PT Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM)
12,83
PT Multi Prima Sejahtera Tbk (LPIN)
11,56
PT Star Petrocem Tbk (STAR)
8,14
PT Voksel Electric Tbk (VOKS)
8,00
PT Sepatu Bata Tbk (BATA)
7,50
PT Astra International Tbk (ASII)
6,99
PT Nusantara Inti Corpora Tbk (UNIT)
6,2
PT Panasia Indo Resources Tbk (HDTX)
5,56
Sumber: Bloomberg, diolah KONTAN
Tahun Lalu Aset Bank Pelat Merah Melaju
Kinerja bank pelat merah pada 2018 cukup moncer. Tiga bank BUMN bahkan mencatat pertumbuhan aset hingga dobel digit. Bank Rakyat Indonesia (BRI) pada sepanjang 2018 berhasil mencatatkan aset senilai Rp 1.296,89 triliun, tumbuh 15,02% secara year on year (yoy) dari
Rp 1.127,44 triliun. Ini mengukuhkan BRI tetap bank dengan aset terbesar.
Sekretaris Perusahaan BRI Bambang Tribaroto bilang, penopang utama pertumbuhan aset BRI berasal dari pertumbuhan penyaluran kredit yang mumpuni. "Pada 2018 kredit kami tumbuh 14,1% yoy atau naik Rp 104,3 triliun. Nilai tersebut setara dengan 61,4% pertumbuhan aset BRI," katanya kepada KONTAN.
Bank BNI juga berhasil mencatat aset di 2018 senilai Rp 808,57 triliun, tumbuh 13,99% yoy dari Rp 709,33 triliun. BNI berada di posisi keempat bank beraset terbesar. Adapun Bank Tabungan Negara (BTN) dalam laporan keuangan bulanan Desember 2018 (unaudited) meraih pertumbuhan aset paling tinggi sebesar 18,02% yoy menjadi Rp 308,47 triliun.
Pertumbuhan aset tahun lalu membuat BTN merangsek ke posisi kelima besar bank beraset terbesar di 2018 dari tahun sebelumnya berada di posisi keenam. BTN menggeser CIMB Niaga yang asetnya turun tipis 0,46% yoy menjadi Rp 265,06 triliun di 2018.
Direktur Keuangan BTN Iman Nugroho Soeko mengatakan, penopang utama pertumbuhan aset BTN berasal dari pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) dan pertumbuhan penyaluran kredit. "Pertumbuhan didorong oleh DPK yang tumbuh 19,34% yoy dan kredit tumbuh 19,49% yoy," kata Iman.
Tahun ini BTN memproyeksi pertumbuhan aset tidak sekencang 2018 karena likuiditas ketat. "Target pertumbuhan aset tahun ini 13%-15%, turun dari pertumbuhan tahun lalu," lanjut Iman.
Bank Mandiri menjadi satu-satunya bank pelat merah yang pertumbuhan asetnya cuma satu digit yakni 6,80% yoy menjadi Rp 1.202,25 triliun dari Rp 1.124,70 triliun. Dalam paparan kinerja 2018 Direktur Utama Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menjelaskan, salah satunya akibat pertumbuhan DPK konsolidasi yang melambat. Tahun lalu DPK hanya tumbuh 3,1% yoy menjadi Rp 840,9 triliun dibanding 2017, masih naik 6,99% ke Rp 815,8 triliun.
Dari bank swasta, BCA dan OCBC NISP yang berhasil mencatat pertumbuhan aset dobel digit. Direktur BCA Santoso Liem bilang, penopang utama aset dari pertumbuhan kredit yang ditopang kredit korporasi. Sementara BTPN pasca merger dengan SMBC masuk 10 besar bank beraset terbesar. Jumlahnya Rp 189,9 triliun. (Anggar Septiadi/Aldo Fernando)