Bebasnya BTP, Rengkuan Berikan Refleksi Buku Biografi Tjahaja Seorang Purnama ke Publik, Ini Isinya!
Buku itu sudah diluncurkan di Graha Serbaguna Taman Kemayoran Condominium, Jakarta Pusat, Rabu (23/01/2019) malam, satu hari sesudah kebebasan Ahok.
Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
Bebasnya BTP, Rengkuan Berikan Refleksi Buku Biografi Tjahaja Seorang Purnama ke Publik, Ini Isinya!
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Setelah bebasnya Basuki Tjahaja Purnama (BTP), Stefi Rengkuan, penerbit Pohon Cahaya Yogya cabang Penerbit Cahaya Pineleng Jakarta mengangkat kembali refleksi buku biografi 'Tjahaja Seorang Basuki', Jumat (25/01/2019).
Buku itu sudah diluncurkan di Graha Serbaguna Taman Kemayoran Condominium, Jakarta Pusat, Rabu (23/01/2019) malam, satu hari sesudah kebebasan Ahok.
Peluncuran buku ini sudah diberitakan tribunnews.com.
Baca: Hotman Paris Keberatan Hidupnya Dikaitkan dengan Ahok
Baca: Sat Lantas Kotamobagu Akan Gelar Bimbel Tes Pembuatan SIM
Buku ini disebut sebagai simbol merayakan kebebasan BTP.
Buku biografi berjudul 'Tjahaja Seorang Basuki' tersebut ditulis oleh Rudi Thamrin.
Peluncuran buku sekaligus diskusi publik itu dihadiri oleh sejumlah narasumber yang mendukung Ahok serta ratusan 'Ahoker'.
Baca: Turis Jerman Kagum Pameran Foto Tomohon Jaman Dulu dan Jaman Sekarang
Baca: Konser John Mayer di Jakarta, Daftar Harga Tiket Paling Murah Rp 1,3 Juta, Bisa Pesan Mulai Hari Ini
Hadir Tokoh Masyarakat Nuril Arifin atau akrab disapa Gus Nuril, Pengamat Politik Karyono Wibowo, Advokat Senior Amirullah Tahir, Peneliti LPI Aven Jaman, Aktivis 98 Tirtayasa, serta Penerbit Sasongko Iswandaru.
Dalam acara tersebut sebagaimana dikutip dalam tribunnews, Rudi mengatakan bahwa dirinya selama ini telah mengikuti perkembangan perjalanan karir Ahok.
Mulai dari 2014 silam hingga akhirnya mantan Bupati Belitung Timur itu divonis bersalah terkait kasus penistaan agama dan menjalani masa hukumannya selama hampir dua tahun di Rutan Mako Brimob Kelapa Dua Depok.
Baca: Digoda Ayu Dewi, Luna Maya Tiba-tiba Ungkap Merasa Kasihan pada Pacar Baru Ariel Noah
Baca: Bawaslu RI Menyebut Tabloid Indonesia Barokah Tidak Memiliki Kantor
Dalam perjalanan tersebut, ia melihat sosok Ahok sangat spiritual dan dewasa secara emosional.
Menurutnya, Ahok merupakan sosok yang kini telah memiliki kecerdasan dalam mengendalikan emosinya.
Seiring waktu berlalu, Ahok dianggap mulai bijak menghadapi fitnah, hujatan dan perlakuan buruk lainnya yang ia terima.
"Saya melihat dia punya kecerdasan emosi sebenarnya, dia tahan gempur, difitnah, dihujat dan sebagainya, mungkin ini kehendak Tuhan, itulah titik tertingginya," kata Rudi, dalam acara tersebut.
Berikut Refleksi Stefi Rengkuan:
Lux, Lumen, Light atau Cahaya adalah sebuah kata yang punya daya magis yang kuat, apalagi jika itu menjadi sebuah nama.
Itulah juga sebabnya mengapa judul ini dipilih.
Benar apa yang dikatakan oleh pepatah bahasa Latin Nomen est omen.
Nama adalah sebuah tanda.
Persoalannya tanda apakah yang ditorehkan oleh Basuki Tjahaja Purnama.
Daya magis apa yang dipendarkan oleh sosok yang menyandang nama ini?
Bagi segelintir politisi busuk nan korup, Basuki Tjahaja Purnama adalah sebuah nama yang angker, tidak bersahabat dan pantas dienyahkan.
Bagi kaum pembencinya, entah karena sentimen suku atau agama, Basuki Tjahaja Purnama adalah cahaya kegelapan yang nyaris membutakan mata mereka sehingga tak ada lagi kebaikan yang dapat mereka lihat.
Bagi mereka Ahok adalah sosok yang mengerikan karena telah mengobrak-abrik tatanan yang katanya sudah ‘harmoni, aman dan damai’.
Tak ada lagi kenyamanan setelah Ahok hadir dalam kancah perpolitikan nasional.
Mengapa?
Karena kegundahan dan kegusaran Ahok yang jujur dan tegas adalah catatan hitam tersendiri atas perpolitikan tanah air khususnya atas integritas para politisinya.
Namun, bagi orang-orang yang sudah terlanjur apatis dengan kondisi negeri, Ahok bagaikan seberkas cahaya yang menelisik di tengah kegelapan.
Orang-orang berharap pada sosok ini untuk dapat menerangi satu bagian saja dari negeri yang terlanjur hidup dalam gelap.
Bagi mereka justru Ahok menjadi catatan putih yang harus dibaca dengan jujur dan hati bersih.
Kehadirannya masih sangat dibutuhkan oleh Indonesia saat ini untuk mengobrak-abrik tatanan hitam dan koruptif dari pejabat-pejabat yang sudah nyaman dengan tingkah laku serakahnya selama bertahun-tahun.
Mencermati tulisan-tulisan dalam buku ini, “Tjahaja Seorang Basuki” memang merupakan catatan hitam putih tentang sosok Ahok dan banyak hal yang belum selesai dalam kebhinnekaan kehidupan berbangsa dan berperpolitik.
Refleksi-refleksi dalam “Tjahaja Seorang Basuki” ini adalah upaya untuk mengkritisi kecenderungan politik kebohongan dan kepalsuan yang selama ini dipertontonkan oleh banyak para politikus, daripada sekedar upaya pemujaan pribadi bernama Ahok.
Ahok juga mungkin tidak suka dikultuskan secara individu.
Kehadiran Ahok jadi secercah harapan sekaligus menjadi catatan putih akan lahirnya Indonesia yang lebih bersih transparan dan peduli pada rakyatnya.
Wajar banyak orang mengidolakannya dan apakah wajar pula banyak orang menghujatnya? Barangkali perspektif hitam putih buku ini dapat membantu kita memahami realitas apa adanya dan memberi penilaian normatif serta solusi komprehensif demi semakin cemerlangnya permata ibu pertiwi Indonesia di mata semua anak kandungnya tanpa terkecuali dalam dunia yang terus berubah ini.
Entahkah semakin baik atau malah menjauh dari cita-cita bersama berbangsa dan bernegara?
Begitu masifnya kejahatan korupsi dan mentalitas penguasa yang mengutamakan kepentingan diri dan kelompoknya, sampai-sampai membuat mata orang dikaburkan bahkan tak berdaya mengenali dan memahami realitas yang sejatinya dari Indonesia.
Apakah identitas sejati Indonesia?
Identitas sejati dan asali Indonesia tak bisa dilepaskan dari masa lalu dan masa depannya dalam bingkai norma dan perjuangan mencapai cita-citanya yang mulia.
Lantas mengapa kaca mata?
Kacamata hanyalah tanda dan simbol.
Tapi yang punya arti dan makna.
Baca: 2 Maret Sat Lantas Kumpulkan Tiga Ribu Kaum Millenial
Baca: Bupati Vonnie: Guru ASN Swasta Wajib Pindah ke Sekolah Negeri
Selain sebagai cahaya yang berpendar, Basuki Tjahaja Purnama itu ibarat sebuah kacamata untuk kita melihat Indonesia lebih jelas, jujur dan tegas.
Dengan demikian kacamata itu justru melindungi kita untuk tetap berani secara etis moral spiritual menghadapi realitas dan permasalahannya.
Banyak realitas di negeri ini yang tidak tampil apa adanya.
Ada asumsi dan persepsi yang saling bertindih dalam memaknai sebuah peristiwa.
Alhasil realitas itu menjadi kabur, jauh dari realitas sejatinya.
Baca: Petani Bolmong Keluhkan Kelangkaan Pupuk
Baca: Belum Lama Menikah dengan Ratu Kecantikan Rusia, Sultan Muhammad V Dikabarkan Bercerai
Apalagi mata kita kadung silau enggan menerima cahaya terang, atau kabur malah buta dengan kegelapan.
Padahal bening atau gelap kaca mata kita bukan soal, sejauh itu pas dan sesuai ukuran dan fungsinya.
Maka kita harus mengakui jika memang membutuhkan sebuah kaca mata untuk melihat realitas itu secara lebih jernih dan jelas, tak perlu malu atau takut, apalagi memecahkannya untuk kepentingan ego semata.
Kaca mata itu Ahok. Ahok itu Basuki Tjahaja Purnama.
(Tribunmanado.co.id/David Manewus)
TONTON JUGA: