Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Pemberian Remisi terhadap Pembunuh Wartawan Dikecam Aji Denpasar, Ini Tanggapan Menkumham

Ketua AJI Denpasar Nandang R Astika mengatakan, keputusan Jokowi merupakan langkah mundur terhadap penegakan demoKetua AJI Denpasar Nandang R Astika m

Editor: Aldi Ponge
Kompas.com
Menkumham Yasonna Laoly 

TRIBUNMANADO.CO.ID -- Aliansi Jurnalis Independen ( AJI) Denpasar menyesalkan pemberian grasi oleh Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) terhadap I Nyoman Susrama yang menjadi otak pembunuh wartawan Radar Bali, Jawa Pos Grup, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.

Ketua AJI Denpasar Nandang R Astika mengatakan, keputusan Jokowi merupakan langkah mundur terhadap penegakan demokrasi.

"Pengungkapan kasus pembunuhan wartawan di Bali tahun 2009 saat itu menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia. Ini karena sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat," ucap Nandang, melalui siaran pers, Rabu (23/1/2019).

Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadilan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, yang masih banyak belum diungkap.

Baca: Resmi Bercerai, Gisella Anastasia Mengaku Lupa Caranya untuk Bisa Move On

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat dan aktivis, yang dari awal ikut mengawal Polda Bali, tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.

Perlu waktu berbulan-bulan dan energi ekstra hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali.

Pemberian grasi dari seumur hidup menjadi 20 tahun ini, dinilai bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers, karena setelah 20 tahun akan menerima remisi hingga kemudian pembebasan bersyarat.

Karena itu, AJI Denpasar sangat menyayangkan dan menyesalkan pemberian grasi tersebut.

Meski presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi sesuai diatur UU Nomor 22 Tahun 2002 dan perubahanya UU Nomor 5 Tahun 2010, namun seharusnya ada catatan maupun koreksi baik dari Kemenkum HAM RI dan tim ahli hukum presiden sebelum grasi itu diberikan.

"Untuk itu AJI Denpasar menuntut agar pemberian grasi kepada otak pembunuhan AA Gede Bagus Narendra Prabangsa untuk dicabut atau dianulir," pungkas Nandhang.

Lemahkan Penegakan Kemerdekaan Pers

AJI menilai pemberian remisi ini sebagai langkah mundur terhadap penegakan kemerdekaan pers.

"Ini bisa melemahkan penegakan kemerdekaan pers," kata Ketua AJI Denpasar Nandhang R. Astika.

Nandhang menjelaskan, pengungkapan kasus pembunuhan Prabangsa tahun 2010 silam menjadi tonggak penegakan kemerdekaan pers di Indonesia.

Sebab, sebelumnya tidak ada kasus kekerasan terhadap jurnalis yang diungkap secara tuntas di sejumlah daerah di Indonesia, apalagi dihukum berat.

Baca: Ahok Bebas Kamis Besok, Ini Aktivitas Hari-hari Terakhir BTP hingga Enggan Komentari DKI Jakarta

Karena itu, vonis seumur hidup bagi Susrama di Pengadlan Negeri Denpasar saat itu menjadi angin segar terhadap kemerdekaan pers dan penuntasan kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang masih banyak belum diungkap.

AJI Denpasar bersama sejumlah advokat, dan aktivis yang dari awal ikut mengawal Polda Bali tahu benar bagaimana susahnya mengungkap kasus pembunuhan jurnalis yang terjadi pada Februari 2009 silam.

"Perlu waktu berbulan-bulan dan energi yang berlebih hingga kasusnya dapat diungkap oleh Polda Bali," kata Nandhang.

Tanggapan Menkumham

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly menegaskan pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang pemberian remisi kepada I Nyoman Susrama, terpidana yang menjadi otak pembunuh berencana wartawan Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, pada 2009 silam.

Yasonna menyampaikan ini menanggapi kecaman yang datang dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) terkait pemberian remisi itu.

Susrama yang pada 2010 divonis hukuman penjara seumur hidup, kini mendapatkan remisi perubahan hukuman menjadi 20 tahun penjara.

"Kalau kecaman kan bisa saja, tapi kalau orang itu sudah berubah bagaimana?" kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

"Kalau kamu berbuat dosa, berubah, masuk neraka terus? Enggak kan? Jadi jangan melihat sesuatu sangat politis," tambah dia.

Yasonna mengatakan, pemerintah memperhatikan berbagai aspek dalam memberikan remisi kepada Susrama. Pertama, Susrama sudah menjalani masa hukumannya selama hampir 10 tahun.

Selama menjalani hukuman itu, Susrama selalu berkelakuan baik. Yasonna juga menegaskan perbuatan Susrama bukan termasuk extraordinary crimeatau kejahatan luar biasa.

Menurut dia, remisi sejenis juga sudah sering diberikan ke banyak narapidana. Selain itu, ada juga pertimbangan lain seperti kapasitas lapas.

"Enggak muat itu lapas semua kalau semua dihukum, enggak pernah dikasih remisi," ujar Yasonna.

Yasonna pun menegaskan bahwa pemberian remisi ini sudah melalui proses yang panjang. Remisi ini diusulkan oleh Lembaga Pemasyarakatan, lalu lanjut ke tingkat Kantor Wilayah, diteruskan ke Dirjen Pemasyarakatan, hingga akhirnya sampai ke meja Yasonna.

Setelah disetujui oleh Yasonna, baru lah remisi diserahkan kepada Presiden Jokowi. Presiden lalu menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 29 Tahun 2018. Ada 115 napi dengan hukuman seumur hidup yang mendapat remisi dalam Keppres itu, termasuk Susrama.

Oleh karena itu, Yasonna juga membantah anggapan bahwa pemberian grasi kepada pembunuh wartawan ini mematikan kebebasan pers.

"Enggak lah udah lama ini kan persoalannya sudah lama. Kebebasan pers kan sampai sekarang jalan juga kok," kata dia.

TAUTAN AWAL: 

https://nasional.kompas.com/read/2019/01/23/14133701/remisi-jokowi-untuk-pembunuh-wartawan-dikecam-aji-ini-kata-menkumham

https://regional.kompas.com/read/2019/01/23/12310551/aji-denpasar-sesalkan-pemberian-grasi-terhadap-otak-pembunuh-wartawan-di

 
Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved