Menkumham Jelaskan Alasan Presiden Beri Remisi Kepada Otak Pembunuhan Berencana Wartawan Radar Bali
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly mengungkapkan alasan Presiden Joko Widodo menyetujui pemberian remisi untuk I Nyoman Susrama.
Menurut Suwendra, grasi yang diberikan kepada Susrama adalah perubahan hukuman dari pidana seumur hidup menjadi 20 tahun penjara.
"Grasi yang didapat adalah perubahan hukuman. Dari hukuman seumur hidup menjadi hukuman sementara. Hukuman sementara itu menjadi 20 tahun dari pidana penjara seumur hidup," jelasnya.
Baca: Abu Bakar Baasyir Batal Bebas, Panitia Penyambutan Terlanjur Pesan 1.600 Bungkus Nasi Kebuli
Baca: Inilah Wujud Masjid Besar yang Dibangun Istri Ustadz Maulana sebelum Meninggal Dunia
Baca: Gerindra, PAN, atau Demokrat Diprediksi Kehilangan Kursi DPR RI Dapil Sulut
Dikonfirmasi terpisah, tim hukum yang ikut mengawal kasus ini yakni I Made “Ariel” Suardana terkejut mendengar informasi ini.
Sepengetahuan dirinya, Susrama dihukum seumur hidup melanggar 340 KUHP.
Bila sekarang Susrama mendapatkan keringanan hukuman dan perubahan jenis pidana dari hukuman seumur hidup menjadi pidana biasa, maka ia bisa mendapatkan remisi atau pembebasan bersyarat nantinya.
"Pembunuhan terhadap Prabangsa haruslah dimaknai sebagai kejahatan terhadap kemerdekaan pers," ucap pria yang juga pengacara ini, Senin (21/1/2019).
Pria yang akrab disapa Ariel ini pun menegaskan, pengungkapan kasus pembunuhan ini sangat rumit. Pihak kepolisian harus ekstra keras mengusut kasus yang menjadi perhatian nasional ini.
Selain itu, putusan penjara seumur hidup terhadap Susrama juga dibarengi putusan pidana yang cukup berkeadilan.
"Seharusnya pemerintah memaknai itu sebagi penghormatan terhadap pilar demokrasi yang juga merupakan agen perubahan yaitu pers itu sendiri," tegasnya.
Lebih lanjut pihaknya menyatakan, grasi yang diberikan mengurangi prinsip keadilan. Apalagi grasi ini terkesan diobral.
"Bayangan kita saat itu adalah hukuman yang dapat disamakan atas kebebasan dia yang dibatasi juga seumur hidup. Obral grasi seperti ini menurut saya mengurangi prinsip keadilan itu sendiri," cetus Ariel.
Ia juga mengkritisi tim ahli hukum presiden melakukan koreksi sebelum pemberian grasi. Pasalnya, berdasar Undang-Undang Nomor 22 tahun 2002 dan perubahannya Undang-Undang Nomor 5 tahun 2010 memberikan kewenangan bagi presiden.
Namun, dikatakan Ariel seharusnya sejak berada di Kementerian Hukum dan HAM, semestinya sudah diberikan catatan terhadap kasus tertentu yang mendapat sorotan publik.
"Demi aspek keadilan dan asas kemanfaatan, maka grasi tersebut masih memungkinkan untuk dicabut dan dianulir lagi selama ada kemauan pemerintah selaku pihak yang mengeluarkan diskresi," ujarnya.
Sekadar mengingatkan, Surama dijatuhi pidana penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar pada 15 Februari 2010.