History
Menapaki Sejarah di Tanah Minahasa Sulawesi Utara, Kampung Jawa Tondano hingga Desa Purba Minawanua
Menapaki Sejarah di Minahasa Sulawesi Utara, dari Kampung Jawa Tondano hingga Desa Purba Minawanua
Penulis: Siti Nurjanah | Editor: Siti Nurjanah
TRIBUNMANADO.CO.ID - Tondano merupakan ibu kota dari Kabupaten Minahasa yang merupakan bagian dari Provinsi Sulawesi Utara.
Seperti halnya kota-kota lain yang memiliki yang memilki cerita sejarah, Tondnao juga memiliki beragam sejarah yang tak kalah unik dan populer.
Bahkan hingga saat ini sejarah warisan leluhur itu masih terus melekat dan pertahankan nilai sejarhnya hingga saat ini.
Tribunmanado.co.id merangkup jejak sejarah yang lahir di Tondano, Minahasa, Sulawesi Utara.
1. Kampung Jawa Tondano

Tribunmanado.co.id mengawali dari Kampung Jawa Tondano yang merupakan saksi bisu sejarah penjajahan Belanda di Minahasa.
Tapi tahukah Anda sejarah Kampung Jawa Tondano?
Sekitar tahun 1825-1830 di tanah Jawa terjadi perang besar antara warga pribumi melawan Belanda yang dikenal dengan nama Perang Jawa (Java Oorlog).
Belanda berupaya menangkap para pejuang tanah Jawa dan mengasingkan mereka. Upaya tersebut berhasil. Satu di antara yang ditangkap adalah Kyai Modjo pada Juni 1829.
Kyai Modjo adalah pengikut Diponegoro sekaligus penasihat dan ahli strategi Diponegoro. Setelah ditangkap, Kyai Modjo diasingkan ke tanah Minahasa.
Selain Masjid, Kyai Modjo juga meninggalkan budaya Jawa yang masih melekat hingga sekarang.
Ada juga peninggalan lain berupa kuliner khas Jawa yang dibawa dan diajarkan semisal jenang, serundeng, dan sambal goreng.
Beberapa kebudayaan Jawa juga menjadi peninggalan, semisal bido darini, tarupan, temonan, shalawat dan berkat prosesi saat pernikahan.
Ada zikir gholibah yang digunakan untuk memohon kepada Allah SWT agar diselamatkan dari hal yang tidak diinginkan, apalagi perang melawan hawa nafsu, pungguan yang digelar sebelum lebaran, dan beberapa budaya lain.
Kampung jawa ternyata menjadi pelopor adanya kampung Jawa yang berada di beberapa tempat di Sulawesi Utara.
2. Waruga dan Kayu Besar Jadi Bukti Pemukiman Minawanua Abad XI dan XII

Penemuan Waruga, kayu raksasa dan alat bertani tempo dulu membuktikan di lokasi Benteng Moraya, Tondano dulunya ada pemukiman penduduk.
Berlokasi di pinggir Danau Tondano, kawasan seluas tiga hektar ini dulunya adalah Desa Minawanua, yang merupakan pemukiman tua warga Minahasa saat itu.
"Kehidupan di Minawanua ini sudah ada jauh sebelum perang Tondano yang pecah pada tahun 1801. Dari catatan yang ada, warga desa yang dinamakan Minawanua yang bermukim di kawasan ini, hidup di sekitar abad XI ataupun XII," ujar Fendy Parengkuan, sejarawan dan budayawan Sulawesi Utara, beberapa waktu lalu.
Dikatakannya, kehidupan warga beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun lalu di Minawanua telah menyebabkan banyak waruga berada di situ.
Selain waruga, kayu-kayu raksasa yang ditemukan juga merupakan alat-alat milik warga Minahasa tempo dulu yang semuanya adalah petani.
"Kayu-kayu itu adalah alat milik warga yang digunakan untuk hasil mengolah hasil-hasil pertanian mereka. Pun digunakan untuk aktivitas warga Minawanua lainnya," terangnya.
Kata Parengkuan, sejarah menyebut ada kesepakatan antara warga Tondano dan Belanda waktu itu untuk melakukan barter sumber daya yang ada. Belanda memberi barang-barang seperti pecah belah dan lainnya, sedangkan orang Tondano menukarnya dengan beras dan padi.
Baca: BREAKING NEWS: Banjir Meluap di Pusat Kota Bitung, Air Capai Betis Orang Dewasa
Baca: Hasil Undian 8 Besar Coppa Italia 2019: 2 Laga Big Match Terjadi, Duo Milan Harus Hadapi Lawan Berat
Parengkuan kemudian menjelaskan sejarah Perang Tondano yang berpusat di Minawanua tersebut. Awal Agustus 1809 pertahanan utama orang Tondano berhasil dikepung dari arah daratan maupun dari arah danau. Pusat kekuatan Tondano di tempat yang kemudian dinamakan Minawanua menjadi ajang pertempuran sengit beberapa hari lamanya.
"Pada siang tanggal 4 Agustus 1809 pertahanan itu bobol dan pertempuran belangsung dari rumah ke rumah. Dini hari tanggal 5 Agustus 1809 pertahanan dan perkampungan Tondano dibumihanguskan musuh. Semua penghuninya mulai dari anggota pasukan perlawanan Tondano hingga orang-orang tua, perempuan dan anak-anak tidak ada yang tersisa. Semuanya tewas terbunuh, Minawanua menjadi lautan darah," terangnya.
3. Benteng Moraya, Saksi Kegigihan Orang Tondano Hingga Titik Darah Penghabisan

Baca: Denny Tewu Ungkap Humor Politik Manado, Ada Visi, Misi, Gizi, Pici dan Ruci
Baca: BREAKING NEWS: Banjir Meluap di Pusat Kota Bitung, Air Capai Betis Orang Dewasa
Sejarawan Sulawesi Utara Fendy Parengkuan mengatakan sejarah Perang Tondano berpusat di desa purba Minawanua, yang ditandai dengan bangunan berupa benteng yang diberi nama Moraya.
Berlokasi di pinggir Danau Tondano, tak jauh dari patung Korengkeng di Kelurahan Roong, Tondano Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Belanda memaksa sambil memberikan iming-iming dan hadiah kepada para pemimpin Minahasa yang mau membantu mereka.

Baca: Hasil Undian 8 Besar Coppa Italia 2019: 2 Laga Big Match Terjadi, Duo Milan Harus Hadapi Lawan Berat
Baca: Hasil Coppa Italia 2019 - Hadapi Tim Serie C, AS Roma Berpesta dengan 4 Gol Tanpa Balas
Ternyata permintaan tenaga bantuan pemuda dan iming-iming hadiah ditolak oleh seluruh rakyat Minahasa dalam pertemuan atau musyawarah Minahasa di Tondano.
"Belanda menuduh tokoh-tokoh Tondano menggagalkan politik mereka sehingga menyampaikan ancaman akan menyerang Tondano dengan kekuatan militer. Ancaman tersebut disambut dengan persiapan perang di pusat perlawanan Tondano. Itulah sebabnya peperangan itu terkenal dengan sebutan Perang Tondano," terang Fendy Parengkuan.
4. Desa Purba Minawanua

Baca: 8 Pemain Resmi Bergabung ke Bali United yang Direkomendasikan Pelatih Stefano Cugurra
Baca: Hasil Coppa Italia 2019 - Hadapi Tim Serie C, AS Roma Berpesta dengan 4 Gol Tanpa Balas
Pada Selasa 8 September 2015 lalu, waruga, kayu raksasa dan pecahan-pecahan keramim ditemukan di lokasi Benteng MorayaTondano.
Benda itu disinyalir merupakan peninggalan kehidupan warga Minahasa tempo dulu.
Berlokasi tepi danau Tondano, kawasan seluas tiga hektar ini adalah Desa Minawanua, yang merupakan pemukiman tua warga Minahasa tempo dulu.
"Kehidupan di Minawanua ini sudah ada jauh sebelum perang Tondano yang pecah pada tahun 1801. Dari catatan yang ada, warga desa yang dinamakan Minawanua yang bermukim di kawasan ini, hidup di sekitar abad 11 ataupun 12," ujar Fendy Parengkuan, sejarawan dan budayawan Sulawesi Utara.
Dikatakannya, kehidupan warga beratus-ratus bahkan beribu-ribu tahun lalu di Minawanua tersebut telah menyebabkan banyak waruga berada di situ.
"Warga Minahasa tinggal di situ, berganti dari generasi ke generasi. Sehingga sudah banyak waruga di Minawanua ini," ujarnya.
Selain waruga, kayu-kayu raksasa yang ditemukan juga merupakan alat-alat milik warga Minahasa tempo dulu yang semuanya adalah petani. "Kayu-kayu itu adalah alat milik warga yang digunakan untuk hasil mengolah hasil-hasil pertanian mereka. Pun digunakan untuk aktivitas warga Minawanua lainnya," terangnya.
Kata Parengkuan, sejarah menyebut ada kesepakatan antara warga Tondano dan Belanda waktu itu untuk melakukan barter sumber daya yang ada.
Belanda memberi barang-barang seperti pecah belah dan lainnya, sementara orang Tondano menukarnya dengan beras dan padi.
Baca: Pemprov Sulut Rencana Kelola Pembangkit Listrik, Air Bersih, Hingga Wisata Waruga Kuwil Kawangkoan
"Banyak barang-barang yang ada di Minawanua ini. Jika digali lagi, masih banyak yang akan ditemukan. Baik waruga maupun barang-barang antik, yang dibawa tentara Belanda kala itu," ucapnya.
"Air danau semakin naik, sehingga waruga maupun barang-barang warga tenggelam. Banyak sekali sebenarnya kalau kawasan Minawanua ini dibongkar. Karena ini memang merupakan daerah pemukiman warga," ujar Parengkuan.
Jangan lupa subscribe dan like fanpage Tribun Manado di bawah ini:
(Tribun Manado)