Pameran Kain Daerah di Multimart Megamas: Sangian Ingin Lestarikan Kain Kokfo-Sikayu
Kain batik Sulawesi Utara mendapat respons luar biasa dari masyarakat. Event bertajuk ‘Pameran Bersama Kain Daerah.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Kain batik Sulawesi Utara mendapat respons luar biasa dari masyarakat.
Event bertajuk ‘Pameran Bersama Kain Daerah Tahun 2018' di Atrium Multimart Kawasan Megamas, Manado itu ramai dikunjungi.
"Kami sangat bersyukur kegiatan ini bisa sukses. Pameran ini sebagai sarana yang bernilai strategis untuk memperkenalkan produk khas daerah khususnya kain daerah," kata Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulut Fery Sangian saat menyampaikan sambutan di acara penutupan, Jumat (14/12/2018).
Kain daerah juga, kata dia, mempunyai arti penting dalam mendukung kemajuan pembangunan daerah. Ia mengajak masyarakat Sulut untuk terus menjaga produk unggulan daerah khususnya kain khas daerah.
Pasalnya, dari data mereka, Sulut ternyata mempunyai peninggalan sejarah. Yakni kain daerah koffo, sikayu, bentenan, dan lainnya. "Sulut patut bangga karena mempunyai kekayaan peninggalan dari leluhur," kata Sangian.
Setiap tahun, event seperti itu bakal dilaksanakan. Ia juga berencana di tahun berikutnya, kabupaten atau kota lain di Sulut yang bakal menjadi pusat penyelenggaraannya.
Dalam penutupan itu, banyak penampilan seni yang ditampilkan di atas panggung. Seperti tari-tarian dan live musik tradisional.
Ada juga pengumuman dan penyerahan hadiah kepada sejumlah pemenang lomba yang digelar sejak hari pertama event dimulai. Eleonora Soumuri (16), siswi SMA Eben Haezar meraih peringkat pertama lomba Desain Motif Kain Daerah.
Namanya diumumkan sebagai pemenang oleh juri pada penutupan Pameran Bersama Kain Daerah Tahun 2018 yang digelar Dinas Kebudayaan Sulut di Atrium Multimart.
"Sangat bersyukur rancangan saya ini bisa menang. Motifnya ini melambangkan cengkih, cabang, dan kelapa," ujar Eleonora saat diwawancarai Tribunmanado.co.id di pinggir panggung.
Sedangkan warna yang dipilihnya, ia mengaku merupakan warna kesukaannya. "Saya harap, teman-teman dan generasi muda lainnya supaya terus mempertahankan budaya," kata dia.
Eleonora berhasil meraih nilai 389 dan menyingkirkan empat peserta lainnya. Yakni Timbangnusa Tumimbang pada peringkat kedua, Patricia Sahante paza peringkat ketiga, Gabrina Sivanka pada peringkat keempat, dan Putri Pinontoan di peringkat kelima.
Karya mereka dinilai oleh empat juri, Elias Pangkey, Enoch Saul, Berty Sulangi, dan Ilham Nasikin.
Sejumlah penampilan seni khas Sulut ditampilkan saat penutupan. Satu di antaranya, Tari Ente yang dibawakan Sanggar Kalamatra.
Tari Ente merupakan budaya tradisional suku Minahasa yang dilakukan setiap ada acara seperti peresmian gedung atau rumah untuk menguji kekuatan bangunan itu.
Sanggar Kalamatra beranggotakan tujuh wanita, yakni Debora Lontoh, Gabriella Repi, Felia Muaja, Irene Kumokong, Desy Makasudede, Farrah Sumangando, dan Aurellia Kuron.
"Kami mulai latihan tarian ini sejak 2015 dan sudah tampil sebanyak lima kali," ujar Debora.
Mereka juga pernah membawakan tarian ini pada Parade Tari Nusantara 2018 di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta.
Sanggar Kalamatra ini dilatih oleh Denny Montolalu. Selain Sanggar Kalamtra, setiap sangar yang tampil dalam penutupan itu merupakan binaan Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulut. (alp)