FSP BUMN Strategis Tolak PMA 100 Persen di 4 Sektor Industri Strategis
Ketua Umum (FSP BUMN Strategis) Wisnu Adi Wuryanto menegaskan, liberalisasi sektor industri strategis harus dipertimbangkan matang.
Ketua FSP Serikat BUMN Strategis yang membawahi Serikat Pekerja di Telkom, PLN, Ikagi, PJB, Indonesia Power, Telkomsel, Pertamina dengan anggota lebih dari 70 ribu karyawan BUMN ini kemudian menambahkan, kekuatan satu-satunya yang kita miliki dalam rangka mempertahankan kedaulatan adalah kepemilikan modal.
Saat ini, kata Wisnu, ketergantungan Indonesia kepada asing dalam hal produk teknologi telekomunikasi dan energi sangat tinggi.
Jaringan telekomunikasi yang tersebar di Indonesia, perangkat konstruksi dan pengeboran migas hampir seluruhnya merupakan produk impor.
“Apa jadinya bila para produsen perangkat dengan teknologi tinggi tersebut dibolehkan memiliki modal sampai 100% saat mendirikan perusahaan jasa turunan produk-produk tersebut?,” tuturnya.
“Jika hal tersebut tetap dilaksanakan, mari kita tunggu hancur dan matinya perusahaan- perusahaan, baik BUMN maupun swasta nasional, yang mengelola sektor-sektor itu,” kata Wisnu.
Itu tentu merupakan kondisi yang sangat Jauh dari cita cita ingin berdaulat di sektor telekomunikasi dan energi.
“Khusus untuk sektor telekomunikasi/ICT, saat inipun dengan pemodalan maksimal 67 persen asing, sumbangan kepada defisit neraca perdagangan kita di bidang ini sekitar 2,3 triliun,” kata Wisnu.
Hal itu terjadi karena Indonesia belum bisa memproduksi sendiri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Karena itu, seharusnya pemerintah lebih berkonsentrasi untuk mendorong dan menumbuh kembangkan industri di dalam negeri, sehingga dapat mengurangi defisit.
“Jadi, bukannya malah membebaskan kepemilikan sampai 100 persen kepada asing,” katanya.
Karena, itu pasti akan membuat defisit makin membengkak karena impor akan semakin banyak.
Namun begitu, Wisnu menyatakan bahwa FSP BUMN Strategis memberikan apresiasi kepada pemerintah yang telah membuka ruang diskusi untuk mempertimbangkan masukan dari para stakeholder Industri terkait masalah itu.
“Memperhatikan pentingnya dua sektor strategis di atas, maka kami minta kepada Bapak Presiden RI untuk mempertimbangkan kembali rencana relaksasi DNI 100 persen terhadap sektor energi dan telekomunikasi,” tutur Wisnu.
FSP BUMN Strategis menilai, kebijakan 100 persen PMA di sektor industri strategis akan lebih banyak keburukannya untuk bangsa dan negara.
Bila hal itu tetap dilaksanakan, maka dipastikan kebijakan pemerintah itu bertentangan dengan amanah konstitusi UUD 1945.
Terkait hal itu, FSP BUMN Strategis akan melakukan perlawanan terhadap kebijakan itu.(Suarakarya.co.id)