Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Temui Napi Teroris sebelum Serang Polisi: Siswa SMK Berubah Jadi Radikal

Kasus perusakan pos polisi lalu lintas di Lamongan dan penyerangan terhadap Bripka A diduga kuat terkait

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
SURYA.co.id/Hanif Manshuri
Korban Bripka A saat dirujuk ke RS Muhammadiyah Lamongan, sebelum kemudian dirujuk ke RS Bhayangkara, Selasa (20/11/201). Bripka A merupakan polisi di Lamongan yang diserang 2 pemuda tak dikenal 

TRIBUNMANADO.CO.ID, LAMONGAN - Kasus perusakan pos polisi lalu lintas di Lamongan dan penyerangan terhadap Bripka A diduga kuat terkait dengan terorisme. Pelaku penyerangan, ER (35), tercatat sebagai narapidana kasus pembunuhan di Sidoarjo yang diduga terjangkit radikalisme.

Demikian pula MA, merupakan jebolan sebuah sekolah menengah kejuruan (SMK) swasta di Lamongan, yang berubah perilakunya setelah berkenalan dengan ER. Sekira dua minggu sebelum melakukan penyerangan, tersangka ER, pecatan anggota polisi, sempat mengunjungi narapidana terorisme (napiter) di Lembaga Pemasyarakatan Madiun, Jawa Timur.

"Berdasarkan catatan kami, ER dua kali mendatangi Lembaga Pemasyarakatan Madiun. Sekali ia mengunjungi narapidana kasus tindak pidana umum, dan satu kali menemui napiter. Adapun napiter yang ditemui bernama bernama William Maksum, pada 7 November 2018," kata Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Madiun, Suharman, ketika ditemui di kantornya, Rabu (21/11).

William merupakan anggota teroris kelompok Abu Roban.
ER sempat menjalani pemeriksaan awal oleh Densus 88 Antiteror di Polres Lamongan.

"Yang bersangkutan diduga terlibat dalam suatu kelompok jaringan teroris," kata Kapolres Lamongan, AKBP Feby DP Hutagalung, Rabu. Menurutnya, penanganan kasus itu lebih lanjut dilakukan Densus 88 Antiteror di Jakarta.
Menurut Suharman, ER pernah menghuni Lapas Madiun selama sembilan bulan, pindahan dari Lapas Malang. Ia harus menjalani hukuman 11 tahun karena terlibat pembunuhan seorang guru mengaji di Sidoarjo.

Namum kemudian ER mendapat pembebasan bersyarat pada 3 Juli 2017. Ketika ditanya, apakah selama menghuni Lapas Madiun ER kerap bergaul dengan napiter, Suharman mengaku tidak tahu. "Saya tidak tahu. Saya kan baru enam bulan bertugas di sini," katanya.

Seperti diberitakan, anggota Polres Lamongan, Bripka A, mengalami luka di mata kanan setelah terkena kelereng yang dilontarkan menggunakan ketepel oleh tersangka ER, sekira pukul 01.30 WIB, Selasa (20/11). Saat itu Bripka memergoki ER dan MS tengah merusak pos polisi lalu lintas di dekata kawasan wisata bernama Wisata Bahari Lamongan (WBL), Paciran.

Dalam kondisi terluka Bripka A tetap mengejar ER dan MS yang kabur menggunakan sepeda motor. Mereka dapat diringkus setelah Bripka A menabrakkan sepeda motornya ke sepeda motor pelaku hingga terjatuh.
Tersangka ER dipindahkan dari Lapas Malang ke Lapas Madiun pada 16 November 2016. "Kurang lebih sembilan bulan berada di Lapas Madiun, ER kemudian mendapat pembebasan bersyarat pada 3 Juli 2017," kata Suharman.

Berubah sikap

Kedua orangtua tersangka MS (17) mengakui anaknya berubah sikap setelah berkenalan dengan ER. "Iya, dia tidak mau sekolah lagi. Tidak mau ngumpul dengan teman dan tetangga," kata Farikhin, ayah MS, ketika ditemui di rumahnya, Rabu.

Sebelumnya MS berperilaku laiknya anak yang lain. Setiap hari rajin mengantarkan adik perempuannya berangkat sekolah di madrasah ibtidaiyah (MI). "Setelah ngantar, dia (MS) berangkat sekolah di SMK," ungkap Farikhin.

Suatu saat MS berkenalan dengan ER di sebuah tempat ibadah. Sebulan kemudian perilaku MS berubah total. Ia melarang seluruh anggota keluarganya menonton televisi, alasannya televisi membawa pengaruh jelek.

"Ia kemudian menyalahkan teman dan gurunya, karena dianggap sudah melenceng," ungkap Farikhin. Sang ayah berupaya memberi nasihat karena takut anaknya terseret ke paham radikal.

"Sejak kenal orang itu (ER), anak saya tidak mau kumpul dengan tetangga. Selain itu tidak mau salat berjamaah di masjid di dekat rumah," katanya.
MS lebih suka berkumpul di rumah kontrakan ES di kawasan Geneng. MS ikut mengajar ngaji di Geneng dan sudah jarang pulang ke rumahnya.

Ternyata kekhawatiran Farikhin terbukti. Bapak tiga orang anak yang bekerja sebagai buruh itu tiba-tiba mendengar anaknya ditangkap polisi. Selain itu rumahnya juga digeledah.
Kini Farikhin dan Muinah (istrinya) hanya bisa berharap agar ada keringangan untuk anaknya. Selain itu mereka ingin dapat bertemu dengan MS.

Halaman 1 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved