Tanggapi Long March di Bitung, MUI Sulut: Tak Usah Ikut Aksi 211
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulut, Abdul Wahab Abdul Gafur meminta kepada segenap warga Bumi Nyiur Melambai
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulut, Abdul Wahab Abdul Gafur meminta kepada segenap warga Bumi Nyiur Melambai untuk tidak terpancing oleh aksi 211 di Jakarta. Gerakan Bela Tauhid pada Jumat (2/11/2018) atau dikenal aksi 211 tak hanya berlangsung di Jakarta.
Di Kota Bitung, puluhan simpatisan juga menggelar jalan kaki dari Masjid Agung Nurul-Huda di Kelurahan Bitung Timur, Kecamatan Maesa menuju Masjid Ribatul Qulub, depan pintu masuk Pelabuhan Samudera Bitung, Jumat pukul 14.30 Wita.
"Tidak usah ikut-ikutan berpolemik. Mari sama-sama jaga kedamaian dan toleransi, " kata Abdul Gafur kepada tribunmanado.co.id, Jumat kemarin. Abdul Gafur menilai, aksi itu kental dengan nuansa politis. Aksi itu, katanya, dapat memecah belah sesama anak bangsa.
"Lebih lanjut, saya menilai ada skenario menjadikan Indonesia seperti Suriah. Momen ini dimanfaatkan oleh HTI," kata dia.
Menurut Abdul Gafur, kalimat (tauhid) itu ditaruh secara sembarangan oleh kaum garis keras seperti HTI dan Islamic States og Iraq Syria atau ISIS dalam bendera. "Saat Hari Santri (Hari Santri Nasional 22 Oktober) ada oknum tertentu yang menyusup dengan membawa bendera itu," kata dia.
Ia mengimbau umat untuk tidak sembarang memasang kalimat keagamaan, apalagi untuk tujuan tertentu. Di Sulut, ia menegaskan, tak ada aksi seperti itu. "Kita baru saja peringati Hari Santri Nasional dihadiri 2.000 orang. Acara itu berlangsung sangat aman," kata dia.
Pantauan tribunmanado.co.id, usai salat Jumat, sejumlah umat orang membawa atribut seperti bendera, topi, hingga ikat kepala bertuliskan kalimat tauhid. Aksi damai ini mendapat pengawalan ketat dari Polri dan TNI.
Kapolres Bitung AKBP Stefanus Michael Tamuntuan mengatakan, Parade Tauhid yang digelar di Bitung berjalan dengan lancar.
"Langka awal sudah kami lakukan sebelumnya, dengan berkoordinasi dengan Forkopimda untuk mengawal. Dan pada prinsipnya aksi tersebut berjalan dengan lancar. Sebelumnya juga kami sudah berkoordinasi dengan dengan tokoh masyarakat dan ormas bahkan dengan pihak MUI dan FKUB. Namun pihak MUI dan FKUB tidak terlibat tapi hanya melakukan pemantauan," katanya.

Lanjut Kapolres, dengan koordinasi yang dilakukan dan hasil kesepakatan mereka, bahwa selama aksi berlangsung tidak akan melakukan hal anarkis dan dalam bentuk kekerasan. “Demi terciptanya kondusivitas dan ingin menunjukan bahwa Kota Bitung adalah kota toleransi. Dan terbukti itu mereka laksanakan," tambahnya.
Dikatakannya, ke depan akan lebih menonjolkan program yang terkait dengan toleransi dan meminta bantuan Pemkot untuk memfasilitasi dengan mengadakan kegiatan tersebut agar semua bisa sama-sama bersinergi.
"Dengan berjalan baik aksi ini, kita berterima kasih kepada para ormas yang sudah merespon baik sehingga dapat sama-sama, meredam suasana selama aksi berlangsung. Sehingga tidak ada yang panas, bahkan sampai ada orang yang membuat keresahan selama aksi tersebut," ujarnya.
Aksi Bela Tauhid Jumat kemarin, terkait peristiwa pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang dinyatakan Polri sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Garut, Jawa Barat.
Umat Islam Bitung yang tergabung dalam organisasi masyarakat (ormas) menyatakan menjunjung tinggi kalimat tauhid, “Lah Ilaaha Ilallaah Muhammadar Rasulullah”.
Demikian disampaikan Hji Rinto Pakaya sebagai Ketua Dewan Barisan Solidaritas Muslim (BSM) melalui Juru Bicara Rio Turipno dalam aksi Bela Tauhid, Jumat kemarin.
Rinto meminta agar umat Islam di Sulut selalu menjaga persatuan dan kesatuan demi keutuhan NKRI.
Dikatakannya, aksi ini tidak ada kaitan dengan aksi yang dilakukan di Jakarta. "Karena Tauhid adalah ucapan sakral bagi umat Muslim,” ujar dia. Setiap umat Muslim pasti tidak suka jika kata dan ajaran yang sudah diajarkan kepada diperlakukan tidak baik apalagi harus dibakar.
“Maka dengan aksi ini, kita pertunjukan bendera yang bertuliskan kalimat Lah Ilaaha Ilallaah Muhammadar Rasulullah dan tidak sama sekali ada kaitan dengan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI),” sebut dia.
Sebelum HTI, bendera tersebut sudah ada, maka dalam aksi ini kami bawah bendera yang bertuliskan Tauhid, agar masyarakat juga tidak alergi dengan kalimat tersebut," tegasnya.
Di Jakarta, massa aksi 211 nampak memenuhi area Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Jumat kemarin. Sejumlah polisi terlihat berjaga di sejumlah titik area Masjid Istiqlal. Massa aksi terlihat mengenakan atribut seperti bendera, topi, dan ikat kepala. Setelah salat Jumat berjemaah di Masjid Istiqlal, massa bergerak menuju kawasan Istana Negara dan Monumen Nasional (Monas) untuk melakukan aksi.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto menyebut aksi Bela Tauhid merupakan tindakan yang mubazir.
Perwakilan massa Aksi Bela Tauhid bertemu dengan pihak Kemenko Polhukam. Massa menggelar aksi terkait pembakaran bendera berkalimat tauhid di Garut, Jawa Barat.
Sejumlah perwakilan massa masuk ke gedung Kemenko Polhukam, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat pada pukul 14.27 WIB. Tapi orator menyebut ada sembilan perwakilan yang masuk ke Kemenko Polhukam, di antaranya Ahmad Michdan dan Eggi Sudjana. Diinformasikan, perwakilan ditemui langsung Menko Polhukam Wiranto.
Jubir FPI Slamet Ma'arif mengatakan, ada dua tuntutan terkait aksi, yakni pengakuan pemerintah terkait bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid yang dibakar di Hari Santri Nasional (HSN), Garut adalah bendera tauhid. Kedua, meminta penegak hukum bertindak adil dan mengusut aktor intelektual yang membuat insiden pembakaran terjadi.
Sebelumnya, dalam perjalanan ke Istana Negara, mereka melintasi Jalan Medan Merdeka Timur, tepatnya di depan Galeri Nasional. Saat melintas di kawasan itu, mereka mencopot sebuah spanduk bertulis "Siap Menangkan Prabowo-Sandi Pilpres 2019" yang terpasang di jembatan penyeberangan orang (JPO).
"Woy copot itu, copot, copot, copot," seru sejumlah orang sambil menunjuk-nunjuk spanduk tersebut.Tak lama, sejumlah orang mencopot spanduk tersebut.

JK Tolak Tuntutan FPI
Front Pembela Islam atau FPI meminta pemerintah mengakui bendera yang dibakar di Garut, Jabar pada peringatan Hari Santri merupakan bendera tauhid yang tidak berkaitan dengan ormas mana pun. Wapres Jusuf Kalla menyatakan pengakuan itu tak perlu dilakukan pemerintah.
"Tidak perlu (bendera tauhid diakui pemerintah), ya pemerintah kan tidak pernah bikin aturan seperti itu," kata JK di IPDN, Jatinangor, Bandung, Jumat (2/11/2018). JK mengatakan, pemerintah tidak pernah membuat aturan terkait bendera, seperti bendera hitam bertuliskan tauhid.
"Tentu pemerintah tidak pernah menetapkan bendera ini harus begini, bendera ini harus begini. Tidak, tidak," ujarnya. "Bahwa masing-masing menganggap itu (bendera tauhid), silakan. Bahwa bendera tauhid sesuai kepercayaan, silakan," lanjutnya.
Juru bicara FPI Slamet Ma'arif menjelaskan Aksi 211 berfokus pada dua tuntutan, yaitu meminta pemerintah mengakui bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid sebagai bendera tauhid dan meminta aparat melakukan penegakan hukum seadil-adilnya terhadap pembakar bendera hitam bertuliskan kalimat tauhid.
"Harus dipahami bersama, secara bukti, fakta, dan undang-undang ormas yang ada di Indonesia, yang dibakar itu bendera tauhid. Nah, ini baik PBNU dan pemerintah sampai saat ini belum ada pengakuan itu," kata Slamet di media center Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (1/11/2018).
"Mereka masih mengalihkan, membuat alibi, bahwa itu bendera ormas tertentu, padahal faktanya dari sudut agama, undang-undang, bahkan dari AD/ART, tidak ada yang menyebutkan itu bendera ormas tertentu. Artinya, itu faktanya adalah bendera tauhid yang dibakar," ujar Slamet.
Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadyah Din Syamsuddin meminta aksi 211 sebagai reaksi terhadap pembakaran bendera bertulisan kalimat tauhid di Garut oleh anggota Banser jangan sampai menjurus pada perpecahan umat.
Baca: Terkait Aksi 211 Bela Tauhid Hari Ini, Wiranto: Apakah Perlu Unjuk Rasa Lagi?
“Peristiwa (pembakaran) itu sudah berlalu, oleh sebab itu sebagai umat Islam sekarang bagaimana pembelaan tauhid ditampilkan secara sejati lewat kepribadian bertauhid,” ujar Din di sela seminar Pekan Pancasila di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, Jumat kemarin.
Din menilai munculnya reaksi berupa aksi unjuk rasa dari elemen tertentu dalam menyikapi pembakaran bendera tak bisa disalahkan. Selama, kata dia, unjuk rasa itu sesuai jalur konstitusi. “(Proses) hukum (atas kasus pembakaran bendera itu) tetap jalan. Saya kira Polri sudah bekerja dengan baik dengan mengusut kasus itu, jadi biar itu menjadi urusan hukum,” ujarnya.
Din mengingatkan reaksi atas pembakaran bendera jangan sampai memprovokaksi umat Islam, apalagi sampai menjurus pada perpecahan. “Saya justru menengarai dari peristiwa ini tidak lepas dari peran pihak luar yang ingin mengadu domba, maka percayakan (penyelesaian kasusnya) kepada kepolisian,” ujarnya. (Tribun/dtc/kps/chi/art)