Bankir Optimistis Capai Target KUR di 2018
Bank besar optimistis mampu mencapai target realisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di akhir tahun.
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Bank besar optimistis mampu mencapai target realisasi penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) di akhir tahun. Optimisme itu didasarkan atas realisasi KUR sampai September 2018 yang sudah 81% dari target setahun.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) mengaku sudah mencapai target penyaluran kredit mikro. Sedangkan untuk KUR kecil, Priyastomo, Direktur Mikro dan Kecil Bank BRI berharap bisa selesai di November 2018.
Bambang Tribaroto, Sekretaris Perusahaan BRI, mencatat, sampai September 2018, bank itu telah menyalurkan KUR sebesar Rp 69 triliun atau 86,6% dari target.
KUR ini disalurkan ke lebih dari 3,4 juta debitur. Sebagai tambahan informasi, 42% dari KUR ini disalurkan ke sektor produktif. Komposisi penyaluran KUR akan terus kami fokuskan ke sektor produktif sesuai arahan pemerintah.
Bambang Setyatmojo General Manager Bisnis Usaha Kecil BNI mencatat sampai 26 Oktober 2018, KUR BNI telah mencapai Rp 14 triliun. "Realisasi ini 104% dari target 2018 sebesar Rp 13,4 triliun," kata Bambang, Senin (29/10).
Pada kuartal 4 2018 BNI akan fokus ke penambahan alokasi KUR yang diberikan, yaitu Rp 16,4 triliun. Menurut BNI tantangan penyaluran KUR 2018 ada dua.
Rohan Hafas, Sekretaris Perusahaan Bank Mandiri mencatat secara nasional, dalam sembilan bulan pertama 2018, bank telah menyalurkan KUR Rp 13,45 triliun atau 76,6% dari target 2018 sebesar Rp 17,56 triliun.
KUR ini disalurkan kepada kepada 201.235 pelaku usaha. Adapun realisasi pada sektor produksi sebesar Rp 6,65 Triliun atau 49,42% dari total penyaluran. Sektor pertanian menyumbang 18,63%, sektor perikanan 0,25%, sektor industri pengolahan 4,24%, dan sektor jasa produksi menyumbang sebesar 26,31%.
"Sejauh ini, kami on track dalam merealisasikan keinginan kami untuk meningkatkan porsi penyaluran ke sektor produksi menjadi 50%, dari tahun sebelumnya di kisaran 47%," Rohan.
Sebagai gambaran, berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UKM, penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) sampai September 2018, sebesar Rp 100,1 triliun. Yuana Sutyowati Deputi Bidang Pembiayaan Kementerian Koperasi dan UKM bilang penyaluran KUR ini disalurkan ke 3,7 juta debitur.
KUR yang disalurkan per September 2018 ini terdiri dari tiga jenis kredit. Masing-masing adalah KUR Mikro dengan nilai Rp 63,6 triliun, KUR kecil senilai Rp 36 triliun dan KUR tenaga kerja Indonesia (TKI) sebesar Rp 406 miliar.
Bank daerah juga mencatat realisasi penyaluran KUR yang cukup bagus. Asadi Budiman Sekretaris Perusahaan Bank BJB mencatat, KUR yang telah disalurkan BJB mencapai Rp 225,3 miliar. "Dengan nilai outstanding sebesar Rp 168,29 miliar," kata Asadi, Senin (29/10).

Dana Asing Masih Rentan Keluar
Investor asing terlihat masih enggan masuk ke pasar saham domestik. Investor asing mengakumulasi penjualan bersih alias net sell di pasar saham sebesar Rp 56,28 triliun sejak awal tahun hingga 29 Oktober 2018. Jumlahnya lebih besar dibanding tahun lalu, Rp 40,21 triliun.
Keluarnya dana asing alias capital outflow diikuti Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang minus 9,46% ytd. Meski begitu, porsi asing di bursa saham meningkat menjadi 38% dibanding akhir tahun lalu yang hanya 36%.
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee menilai, aksi jual pemodal asing tahun ini lebih besar karena pengaruh eksternal, yaitu normalisasi kebijakan ekonomi AS dan kenaikan yield obligasi AS. Ekonomi AS yang mulai pulih mendorong The Fed menormalisasi suku bunga.
Efeknya dollar AS menguat, sehingga mata uang emerging market tertekan. Dana asing pun berisiko keluar. Di sisi lain, yield obligasi AS naik, sehingga menarik banyak dana kembali ke AS.
Dari dalam negeri, neraca berjalan masih defisit dan cadangan devisa menipis. "Banyak investor asing rebalancing portofolio dan keluar dari pasar domestik," papar Hans, Minggu (28/10).
Masih net sell
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, meski di tengah net sell, sejumlah investor asing masih terlihat mengoleksi saham tertentu. Tapi jumlahnya tak sebesar yang melakukan aksi jual.
Kata William, aksi jual asing juga karena investor masih ragu berinvestasi di Indonesia gara-gara melihat kondisi ekonomi. "Saat asing panik dan melakukan penjualan besar-besaran, indeks turun," papar dia.
Tapi, analis Semesta Indovest Aditya Perdana Putra menilai, koreksi IHSG bukan karena keluarnya dana asing. Indeks turun lebih dipengaruhi faktor eksternal dan fundamental domestik.
Kata Aditya, saat ini, kepemilikan asing mulai naik. Sebab saham Indonesia sudah mendekati level bottom.
Masih ada potensi dana asing lanjut keluar hingga akhir tahun ini. Menurut Aditya, apabila pertumbuhan kinerja emiten terbilang kecil, investor asing masih akan keluar. Prediksi dia, akhir tahun, indeks di level 6.100 dengan support level 5.800.
William menilai, saat ini aksi jual asing tidak terlalu besar lagi. Jika The Fed kembali mengerek suku bunga, investor di AS mungkin khawatir terjadi resesi. Dus, asing akan kembali melirik negara berkembang. IHSG akhir tahun ini di perkirakan di level 6.300-6.500.
Menurut Hans, investor domestik tak perlu panik meski asing net sell. Setelah sentimen global berlalu, asing akan kembali. Dia menyarankan beli saat harga turun untuk JSMR, BBNI, BMRI, WIKA dan PTPP.
Analis Binaartha Sekuritas M Nafan Aji menyebut, pemerintah masih mampu menjaga fundamental makroekonomi. Kinerja sejumlah emiten di kuartal III-2018 juga rata-rata di atas ekspektasi.
"Hingga akhir tahun, asing masih akan masuk pada saham-saham big caps berfundamental bagus," kata dia.
Ia merekomendasikan ASII, BBCA, BBRI, BMRI, GGRM, ICBP, INCO, INTP, SMGR, SRIL dan WTON. ?

Pendapatan Naik Tipis, Laba Bersih TLKM Turun 20%
Kinerja PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) selama sembilan bulan di tahun ini belum solid. Per September, laba bersih turun 20% year on year (yoy) menjadi Rp 14,23 trilliun. Padahal, pendapatan naik 2,26% menjadi Rp 99,203 triliun.
Penurunan laba terutama disebabkan kenaikan beban operasional yang mencapai Rp 33,432 trilliun. Tahun lalu, pengeluaran pada pos itu hanya Rp 27 trilliun. Kenaikan beban operasional paling besar terjadi pada pos operasi dan pemeliharaan, mencapai Rp 17,49 trilliun.
Direktur Keuangan TLKM Harry M Zein mengatakan, meski laba sembilan bulan turun, kinerja TLKM termasuk membaik. Tahun ini, industri telekomunikasi memang lesu. "Tren pelemahan industri sudah berakhir di semester satu dan mulai membaik di kuartal tiga," ujar Hary, Senin (29/10).
Secara kuartalan, pencapaian TLKM memang membaik. Pendapatan triwulan III tumbuh 8,8% dibandingkan triwulan II-2018. Laba bersih juga naik 86,7% dibandingkan kuartal sebelumnya.
Menurut Harry, perbaikan ini hasil dari upaya perusahaan ini memperkuat bisnis mobile, di samping terus menumbuhkan segmen fixed line. "Kami juga mengelola biaya secara efektif," ungkap dia.
Pada kuartal tiga, segmen bisnis mobile menyumbang pendapatan Rp 23 trilliun, tumbuh 10,1% dibanding kuartal sebelumnya. Segmen bisnis digital, khususnya layanan data, berkontribusi 54,2% pada total pendapatan.
Harry yakin pendapatan di akhir tahun ini masih bisa tumbuh mid-high single digit, didukung bisnis digital dan data yang terus meningkat. "Saat ini, kontribusi bisnis digital sudah mencapai 21,2%, sementara tahun lalu belum sampai 30%," ucap dia.
Menurut analis Phintacro Sekuritas Valdy Kurniawan, meski turun, kinerja TLKM masih wajar. Sebab, kinerjanya selama beberapa tahun terakhir sudah membaik.
Penurunan laba juga disebabkan kenaikan beban operasi, pemeliharaan dan jasa telekomunikasi. Pengeluaran itu meningkatkan layanan bagi pelanggan.
Valdy merekomendasikan beli TLKM dengan target harga di Rp 4.000. Kemarin, saham ini ditutup di Rp 3.660. (Auriga Agustina/Galvan Yudistira/Krisantus de Rosari Binsasi)