Gubernur Kalteng Sedih Anggota DPRD Matikan Ponsel
Mencuatnya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 14 orang antara lain Anggota DPRD Kalteng dan Pimpinan Perusahaan Perkebunan
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Mencuatnya operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 14 orang antara lain Anggota DPRD Kalteng dan Pimpinan Perusahaan Perkebunan Kelapa Sawit di Kabupaten Seruyan mendapat perhatian Gubernur Kalteng, H Sugianto Sabran.
Usai menjadi Inspektur Apel Hari Sumpah Pemuda di GOR Stadion 29 November di Jalan Tjilik Riwut Sampit, Minggu (28/10) Gubernur Kalteng, H Sugianto Sabran mengaku sedih dan menyayangkan kejadian OTT terhadap sejumlah anggota DPRD Kalteng tersebut.
Sugianto mengaku selama ini hanya tahu kabar OTT tersebut lewat media, dan mengingatkan kepada pejabat baik di kalangan ASN maupun DPRD untuk tetap menjalankan tugas seperti biasa dan sewajarnya saja.
"Bagi Anggota DPRD maupun ASN bekerja saja seperti biasa sewajarnya saja, tetaplah menjalankan amanah rakyat mengabdi kepada masyarakat, bekerjalah dengan jujur dan sadar saja agar bekerja dengan jujur, tetap melayani masyarakat dengan baik," ujarnya.
Terkait, masalah penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh KPK terhadap sebanyak 14 orang yang terjaring OTT KPK, Gubernur Kalteng, menyerahkanya kepada penegak hukum. "Soal penegakan hukum semua saya serahkan kepada KPK, " ujarnya.
Sementara itu, Bupati Seruyan, Zulhaidir mengatakan, dia tidak mengetahui persis soal pencemaran limbah sawit di Danau Sembuluh tersebut, karena baru menjabat bupati beberapa bulan ini saja. "Saya tidak tahu soal itu, karena baru menjabat," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Kalteng, Heriansyah, yang pertama kali menggulirkan kasus pencemaran lingkungan di Danau Sebuluh, Kabupaten Seruyan, mengatakan, pihaknya telah melakukan pemantauan di lokasi dan mendapatkan informasi dari warga soal pencemaran tersebut.
"Hasil kunjungan kerja yang telah kami lakukan itu resmi, memang tugas kami, ini juga dibahas oleh komisi terkait. Soal adanya anggota yang terkena OTT bukan lagi masalah kami, kerana saya juga tidak tau adanya OTT tersebut," ujarnya.
Matikan Ponsel
Mencuatnya kasus operasi tangkap tangan (OTT) KPK terhadap sejumlah anggota DPRD Kalteng, membuat kalangan anggota dewan susah dihubungi, terutama anggota DPRD Kalteng dari komisi B bidang perkebunan dan kehutanan. Mereka ramai-ramai mematikan ponsel.
Wakil Ketua DPRD Kalteng, HM Asera, misalnya, sebelum gencar diberitakan di media cetak dan televisi masih sempat memberikan keterangan terkait OTT tersebut.
"Saya sedang di Jakarta, karena ada urusan terkait Perda tentang perikanan dan kelautan, tetapi saya belum tahu siapa yang ditangkap itu," ujar Wakil Ketua Komisi B bidang Perkebunan ini.
Asera mengaku kabar penangkapan tersebut diketahuinya dari telepon beberapa teman. "Tapi saya belum tahu siapa yang ditangkap" ujar Ketua Dewan Syuro PKB Kalteng ini. Setelah wawancara ini telepon seluler miliknya Asera sudah tidak aktif.
Sebelum terjadinya OTT KPK, Komisi B DPRD Kalteng gencar menyoroti dugaan pencemaran dan perizinan perkebunan kelapa sawit di Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalteng.
Bukan hanya itu, Sekretaris Komisi B DPRD Kalteng, Punding LH Bangkan, bahkan menyoroti adanya penanaman pohon sawit di bantaran Danau Sembuluh yang luasnya hingga ribuan hektare, diduga menyalahi ketentuan."Ini jelas melanggar aturan," ujar Punding LH Bangkan, saat itu.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Kalteng, Rawing Rambang, saat ditanya terkait penanaman sawit di bantaran Danau Sembuluh membenarkan bahwa penanaman tersebut menyalahi aturan. "Itu menyalahi aturan, jika menggunakan aturan yang berlaku saat ini," ujarnya.
Sementara itu KPK mengimbau pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengevaluasi perizinan perusahaan sawit di sekitar Danau Sembuluh, Kabupaten Seruyan, Kalimantan Tengah.
"Kami ingin menyampaikan juga kementerian yang relevan khusus KLHK, Pertanian, Agraria dan Tata Ruang untuk segera mengevaluasi semua perkebunan sekitar situ, karena menurut informasi sementara kita dapat, walaupun beroperasi sejak tahun 2006 kalau nggak salah PT BAP sejak lama sampai hari ini belum jelas kapan perizinan selesai," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif.
Laode menerangkan, KPK punya fokus pencegahan dan penindakan terkait perkebunan, hutan dan tambang. Karena itu, katanya, KPK ingin keberadaan perusahaan di kawasan Danau Sembuluh dievaluasi.
"Kami berharap proses perizinan dilakukan dengan bagus, tapi perlu juga diingat kalau dulu kawasan tertentu yang mengeluarkan izin adalah bupati. Nanti setelah UU, baru berlaku dari pihak gubernur. Tapi harus lihat PT BAP sudah beroperasi sejak tahun berapa berdiri jadi akan tahu siapa yang mengeluarkan izin tersebut," katanya.
"Saat sama juga KLHK, Pertanian dan Agraria harus bisa evaluasi keberadaan kebun tersebut. Diketahui HGU masih bermasalah," imbuh Laode.
Laode berbicara demikian, karena ditemukannya dugaan penyuapan dari PT BAP (Bina Sawit Abadi Pratama) kepada sejumlah anggota DPRD Kalteng untuk memanipulasi laporan terkait HGU (Hak Izin Guna).
"Pihak DPRD akan membuat press release terkait HGU PT BAP di media, pihak PT BAP meminta agar DPRD menyampaikan ke media bahwa tidak benar PT BAP memiliki izin HGU, namun proses perizininan tersebut sedang berjalan," ungkap Laode.
"Kemudian meminta agar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT BAP tidak dilaksanakan," sambungnya.
Diawali Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Jumat (26/10), KPK menetapkan 4 anggota DPRD Kalteng sebagai tersangka suap dari perusahaan sawit terkait pembuangan limbah pengolahan sawit.
Empat angota DPRD yang menjadi tersangka tersebut diantaranya, Ketua Komisi B DPRD Kalteng Borak Milton, Sekretaris Komisi B DPRD Kalten Punding LH Bangkan, dan dua anggota Komisi B DPRD yakni Arisavanah dan Edy Rosada.
Selain itu, KPK menetapkan tersangka para pemberi suap yakni, Direktur PT Binasawit Abadi Pratama (BAP) atau Wadirut PT Smart (Sinar Agro Resources and Technology), CEO PT BAP wilayah Kalimantan Tengah bagian utara, Willy Agung Adipradhana dan Manajer Legal PT BAP, Teguh Dudy Syamsury Zaidy. Keempat anggota DPRD diduga menerima uang Rp 240 juta dari penyuap.
Para anggota DPRD Kalteng penerima suap disangkakan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Sementara para tersangka pemberi suap disangkakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (Tribun Network/ham/wly)