Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Alasan Bung Hatta Sulit Dijadikan Jualan Politik Pilpres hingga Tangis Iwan Fals Untuk Proklamator

Alasan Bung Hatta Sulit Dijadikan Jualan Politik Pilpres hingga Tangis Iwan Fals Untuk Proklamator.

Editor: Siti Nurjanah
Kompas Images/ Roderick Adrian Mozes
Seorang wanita memandang lukisan proklamator Mohammad Hatta alias Bung Hatta. 

TRIBUNMANADO.CO.IDAlasan Bung Hatta Sulit Dijadikan Jualan Politik Pilpres hingga Tangis Iwan Fals Untuk Proklamator.

Mengapa keluarga proklamator Bung Hatta begitu marah dan tersinggung sampai bilang mau muntah, ketika sosok almarhum Mohammad Hatta diklaim identik dengan sosok seorang calon wakil Presiden tertentu yang akan berlaga di Pemilihan Presiden 2019 ?

Sejarawan Bonnie Triyana mengungkap alasan mendasar, bahwa sosok Bung Hatta sulit diklaim identik karena fakta kesederhanaannya yang sulit ditemukan pada sosok politisi zaman now.

Ia menyebutkan contoh, begitu Bung Hatta pensiun dari jabatan wakil presiden, begitu banyak tawaran ke dia untuk duduk sebagai komisaris berbagai perusahaan bergengsi, tapi dia tolak.

"Sulit untuk jadi Bung Hatta di zaman sekarang. Apa tahan dengan macam-macam godaan," kata Bonnie Triyana seperti TribunStyle.com kutip dari wawancara di Metro Pagi di Metro TV, Sabtu 27 Oktober 2018.

Kaos Bung Hatta
Kaos Bung Hatta ()

Bonnie menegaskan, kalau mengadopsi pemikiran Bung Hatta dan meneladaninya, itu sangat bagus, tapi kalau seorang tokoh yang sedang berlaga di kompetisi politik diidentikkan dengan sosok Bung Hatta, itu yang repot.

Bonnie mencontohkan sosok mantan Menteri Koperasi era Presiden Habibie, Adi Sasono, yang berusaha meneladani dan mengadopsi pemikiran dan kesederhanaan Bung Hatta sebagai contoh yang sangat bagus.

"Dia mengadopsi, mengikuti pemikiran Bung Hatta, tapi tak pernah mengidentikkan dirinya dengan sosok Bung Hatta, apalagi membuatnya jadi komoditas politik, itu yang repot," tutur Bonnie Triyana.

Dihubungi secara terpisah, Halida Hatta, putri Bung Hatta menegaskan, polemik Bung Hatta diidentikkan dan diklaim mirip dengan sosok tokoh tertentu bukan cerita baru.

"Ini saya pikir ini isu basi yang selalu berulang jelang pemilihan presiden," tutur Halida Hatta seperti dilansir Metro TV.

Halida menganjurkan, akan jauh lebih baik mengadopsi pemikiran, integritas dan kesederhaan Bung Hatta daripada mengklaim identik dan mirip dengan sosok almarhum.

Seperti diketahui, nama proklamator Mohammad Hatta atau yang biasa disapa Bung Hatta ramai diperbincangkan di media sosial, khususnya Twitter.

Bung Hatta
Bung Hatta ()

Pemicunya adalah cuitan salah seorang cucu Bung Hatta, Gustika Fardani Jusuf yang merasa tak nyaman saat salah seorang calon wakil presiden disamakan dengan sosok kakekknya.

"tidak kenal dengan Bung Hatta tidak usah mengibaratkan sebagai Bung Hatta. tidak elok menggunakan nama beliau (dan Eyang Karno) demi kepentingan politik. I'm so done, setiap pilpres nama beliau digadai-gadai. it's getting old," tulis Gustika melalui akun Twitter-nya @Gustika.

Tentu saja pada dasarnya kita tidak bisa menilai secara pasti pantas atau tidak seseorang dianggap sebagai the next Bung Hatta.

Namun, yang jelas, jika seseorang ingin dianggap seperti Bung Hatta, salah satu sikap yang wajib dimiliki adalah kesederhanaan.

Ya, wakil presiden pertama Indonesia ini memang sangat terkenal dengan kesederhanaannya, baik sebelum, saat, maupun setelah menjabat.

Salah satu kisah kesederhanaan Bung Hatta adalah tentang sepatu Bally yang begitu disukainya, seperti akan dituturkan secara lengkap berikut ini.

Bung Karno dan Bung Hatta
 
Bung Karno dan Bung Hatta

Seorang pria paruh baya duduk di kursi empuk ruang tunggu Bandara Internasional Adi Sucipto Yogjakarta. Dia tersenyum.

Sebagai seorang petinggi pemerintahan, senyumnya tentulah harus berwibawa.

Apalagi saat itu dia tengah menggandeng seorang wanita yang begitu menarik. Begitu mengundang hasrat.

Tapi mata ini justru tertarik memelototi sepatu yang dikenakannya. Benar-benar mengkilat saat kakinya disilangkan ke depan.

Sepatu Bally, bro! Harganya sudah pasti luar biasa mahal karena sepatu Bally asli. Bukan replika.

Di rumah, ujar dia, ada lebih dari empat pasang.

Ugh…ngomong-omong tentang sepatu Bally, ingatan ini mendadak teringat kepada kisah Bung Hatta dan sepatu Bally-nya.

Pada tahun 1950-an, Bally sudah menjadi sebuah merek sepatu bermutu tinggi dan mahal harganya.

Bung Hatta, wakil presiden pertama RI, sangat berminat memilikinya.

Bung Hatta yang sederhana.
 
Bung Hatta yang sederhana.

Tak sengaja dia membaca sebuah iklan sepatu Bally di sebuah koran yang mempromosikan tempat dijualnya sepatu idaman tersebut.

Bung Hatta sangat ingin membelinya, tapi apa daya uang di kantungnya belum mencukupi.

Karena begitu kepengen akhirnya Bung Hatta menggunting potongan iklan tersebut.

Siapa tahu ketika ada rezeki lebih nanti, tak perlu repot-repot mencari informasi di mana harus membeli sepatu itu di Jakarta.

Namun, uang tabungan tampaknya tidak pernah mencukupi. Selalu saja terambil untuk keperluan rumah tangga atau untuk membantu kerabat dan handai taulan yang datang meminta pertolongan.

Hingga akhir hayatnya, sepatu Bally idaman Hatta tidak pernah terbeli karena tabungannya tak pernah mencukupi.

Banyak orang yang tidak percaya, bahwa hingga sampai akhir hayatnya Hatta masih menyimpan guntingan iklan sepatu Bally tersebut, tanpa pernah mampu membelinya.

Kertas usang itu menjadi saksi keinginan sederhana dari seorang Hatta, sang proklamator, founding father republik ini.

Bung Hatta bersama tiga putrinya.
 
Bung Hatta bersama tiga putrinya.

Jika ingin memanfaatkan posisinya waktu itu, sebenarnya sangatlah mudah bagi Hatta untuk memperoleh sepatu Bally.

Misalnya, dengan meminta tolong para duta besar atau pengusaha yang menjadi kenalan Hatta.

Ketika dia meninggal, tak ada warisan harta dan kekayaan untuk anak keturunannya.

Hatta hanya memastikan bahwa anak-anaknya mendapat pendidikan yang layak dan warisan keteladanan.

Iwan Fals yang begitu garang dalam mengkritik, sampai menangis ketika mendengar Hatta meninggal.

Hatta.

Tuhan terlalu cepat semua
Kau panggil satu-satunya yang tersisa…Proklamator tercinta
Jujur lugu dan bijaksana

Mengerti apa yang terlintas dalam jiwa…Rakyat Indonesia.
Hujan air mata dari pelosok negeri
Saat melepas engkau pergi...

Berjuta kepala tertunduk haru
Terlintas nama seorang sahabat….Yang tak lepas dari namamu
Terbayang baktimu, terbayang jasamu

Terbayang jelas jiwa sederhanamu
Bernisan bangga, berkafan doa
Dari kami yang merindukan orang
Sepertimu...

Semoga setelah 73 tahun Indonesia merdeka, Tuhan mau memberikan hadiah orang seperti Hatta untuk memimpin republik terkasih ini.

Duh, Tuhan dengarlah doa kami!!! (TribunStyle.com/ Source: Intisari.Grid.id/ Yoyok Prima Maulana)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved