Marthen Kimbal Kritisi Parpol yang Mengakomodir Caleg Eks Napi Korupsi, Bisa Saja Terpilih
Dimasukkannya calon anggota legislatif (caleg) mantan korupsi sebagai kontestan pemilu 2019, terus menuai kritik pedas
Penulis: Christian_Wayongkere | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Dimasukkannya calon anggota legislatif (caleg) mantan korupsi sebagai kontestan pemilu 2019, terus menuai kritik pedas.
Kali ini datang dari pengamat politik Sulawesi Utara (Sulut) Marthen Kimbal, menurutnya masyarakat harus menciptakan pemilu, khususnya caleg yang berintegritas dengan memberikan pilihan kepada sosok yang punya kualitas bukan eks napi koruptor.
"Dalam pemilu kali ini harus benar-benar demokratis dan berkualitas serta berintegritas. Caranya rakyat dalam menentukan pilihan, siapa saja yang mantan napi koruptor jangan dipilih," tegasnya.
Menyangkut usulan pemberian kode atau semacamnya terhadap foto caleg mantan napi koruptor oleh lembaga penyelenggara pemilu, memunculkan dua peluang, masyarakat memilih mereka yang koruptor, dan tidak memilih .
"Jadi akan muncul penafsiran dari masyarakat mengenai caleg yang diberi kode, apakah memang kode sebagai mantan napi koruptor agar tidak dipilih. Bisa juga penafsiran sebagai perintah harus dipilih," urainya.
Baca: Caleg Eks Koruptor akan Ditandai di Surat Suara
Dia menilai, lolosnya caleg mantan napi korupsi merupakan kekeliruan dari lembaga yang berkompetensi sebagai pelaksana pemilu, kemudian partai politik (parpol) kontestan Pemilu 2019 harus tegas untuk tidak memberi ruang akomodasi caleg eks napi koruptor agar korupsi tidak merajalela.
Parpol kontestan Pemilu 2019 beberapa di antaranya memang tegas dan komitmen tidak mau menerima caleg mantan napi korupsi.
"Secara politis, caleg eks napi koruptor berpeluang terpilih. Dan apa yang pernah mereka lakukan yaitu korupsi, bisa akan terjadi lagi lewat politik praktis yang dilakukan," kata dia.
Dalam pemilihan nanti segala kemungkinan bisa terjadi, karena pimilihan nanti masyarakat akan memperoleh lima lembar surat suara. Mulai dari capres dan wapres, DPD RI, DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota.
"Bisa ada kekeliruan yang dilakukan masyarakat saat mencoblos atau tusuk surat suara, dan peluang mereka yang eks napi koruptor. Sehingga akan terjadi kemunduran demokrasi bukan pemilu yang berdemokrasi," tandasnya. (crz)