Traveling Yuk
Duuuh Pahitnya Air di Pos 2 Gunung Klabat Sulut, Nih Tips Bikin Selezat Jus Buah
Pendaki yang pernah melalui jalur ini pasti mengenal dengan baik bagaimana penampakan dan rasa air di Pos 2.
Penulis: Fransiska_Noel | Editor: Fransiska_Noel
Liputan Perjalanan Jurnalis Tribunmanado.co.id, Fransiska Noel
TRIBUNMANADO.CO.ID, AIRMADIDI – Bagi pendaki yang sering mendaki Gunung Klabat, yang dikenal sebagai Puncak tertinggi di Sulawesi Utara, pasti sudah tahu ada tiga lokasi mata air yang biasanya dimanfaatkan sebagai sumber air minum selama pendakian berlangsung.
Pertama, mata air yang ada di Pos 2, yang ditempuh sekitar 2 jam pendakian dari basecamp Pos Spamu yang menjadi gerbang awal pendakian.

Kedua, mata air di Pos 5, yang ditempuh sekitar 3 jam pendakian dari Pos 2.
Dan ketiga, mata air di Basecamp Hutan Lumut Pos 6, yang bisa dicapai sekitar 2,5 jam pendakian dari Pos 5.
Apa yang menjadi perbedaan dari ketiga mata air tersebut?
Penting bagi pendaki untuk mengetahui perbedaan ketiganya, supaya bisa lakukan persiapan lebih maksimal, terutama soal ketersediaan air minum selama pendakian yang memakan waktu sekitar 8-10 jam.
Baca: Kisah Angker Pos 2 Gunung Klabat Sulut, Headlamp Mendadak Mati Hingga Sosok Tanpa Wajah
Untuk mendapat gambaran lebih rinci, disini saya akan ceritakan pengalaman pendakian saya ke ‘Atap’ Sulut yang memiliki ketinggian 2.100 meter dari atas permukaan laut ini.
Saya memulai pendakian dari pos Spamu sekitar pukul 09.30 Wita.
Cadangan air mineral yang saya bawa sekitar 1,3 liter, dengan perkiraan saya akan menggunakannya hingga mencapai pos 5.
Estimasi ini saya gunakan bertolak dari pengalaman empat kali pendakian sebelumnya dengan jumlah air sebanyak itu, saya bahkan masih bisa berhemat air hingga mencapai basecamp akhir di Hutan Lumut Pos 6.
Tapi, pengaruh musim kemarau beberapa waktu terakhir benar-benar memicu hawa panas dan gerah selama pendakian dimulai dari Pos Spamu menuju Pos 1 dan 2.

Pakaian saya basah dari atas kepala sampai kaki, persis seperti ‘dikukus’ rasanya selama menanjak, membuat saya terus ingin minum.
Apa yang terjadi? Mencapai Pos 2 setelah menempuh pendakian selama dua jam, saya sudah menghabiskan setengah dari cadangan air minum yang saya bawa.
Baca: Bak Negeri Dongeng, Hutan Lumut Gunung Klabat Cocok Jadi Lokasi Foto Prewed
Padahal, pendakian masih sekitar 6-8 jam lagi untuk tiba di basecamp akhir di Pos 6.
Akhirnya apa yang saya paling tidak sukai terjadi juga. Saya harus menambah cadangan air minum dengan mengambil dari mata air yang ada di Pos 2.
Pendaki yang pernah melalui jalur ini pasti mengenal dengan baik bagaimana penampakan dan rasa air yang ada di Pos 2 ini.
Karena lelah dan sedikit kesal akibat salah perhitungan untuk penggunaan air minum, saya putuskan untuk istirahat sambil berselonjor, kemudian dengan sedikit enggan meminta tolong teman pendaki untuk mengambil air sambil menyodorkan botol air mineral padanya.
Butuh waktu sekitar setengah jam pulang pergi untuk bisa mencapai lokasi mata air yang katanya juga menjadi lokasi tempat minum berbagai satwa yang ada di Gunung Klabat. So, mesti hati-hati ya kalau kesana.
Mata air yang keluar pun tak sebanyak mata air di Pos 6. Airnya keluar sedikit dan bercampur dengan sisa humus tumbuhan dan hewan-hewan kecil yang hidup di air.
Duuuh, tampilannya benar-benar bikin enggan untuk diminum.
Keruh, banyak insekta kecil di dalamnya, dan rasanya pahit.
Warna keruh kecoklatan dan rasa pahit sepat ini diakibatkan air resapan tercampur sisa humus dedaunan hutan yang sudah membusuk.
Mencobanya sekali, dua kali teguk, lidah saya menyerah! OMG, air ini benar-benar tidak bisa diminum.
Meskipun, dua teman saya yang lain santai saja merebusnya kemudian ditambahkan kopi dan gula, dan katanya enak.
“Justru ini yang bikin kita kangen Gunung Klabat ya salah satunya karena rasa dari air di Pos 2 ini,” kata temanku sambil tertawa.
Sambil istirahat, saya terus memandangi botol air mineral berisi air keruh kecoklatan tersebut.
Perjalanan masih panjang, saya mau tak mau harus minum air ini.
Benarlah kata bijak. “Di saat terjepit, ide muncu!”
“Ahaa, air ini bisa diolah sedikit supaya bisa diminum kok,” gumanku dalam hati.”
Saya kemudian mengecek perbekalan yang ada dalam tas, mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa digunakan untuk sedikit memperbaiki rasa air ini.
Beruntung, teman yang mengambil air kemudian menyodorkan selembar kertas saring kepadaku, lumayanlah.
Ketemu Ide!
Usai utak-atik isi daypack yang kubawa, akhirnya saya berhasil menemukan empat sachet madu dan gula pasir dalam kantung logistic.
Bermodal 500 mililiter air keruh pahit di Pos 2, selembar kertas saring, satu sachet madu, dan dua sendok makan gula pasir, saya kemudian bereksperimen.

Air saya saring ke dalam botol stanless steel yang biasanya saya gunakan untuk menyimpan air panas.
Rapatnya pori-pori kertas saring membuat proses penyaringan berjalan cukup lama.
Tapi menurutku ini sangat bagus, karena air yang dihasilkan jauh lebih jernih dari sebelumnya, ya meskipun tak menghilangkan semua partikel keruhnya, tapi paling tidak endapan dedaunan busuk dan insekta kecil di dalam air ikut tersaring.
Setelah menyaring sekitar setengah jam, saya berhasil mendapatkan satu botol penuh air lumayan bersih dengan rasa pahit yang sedikit berkurang. Meskipun rasanya belum bisa ‘bersahabat’ dengan lidah.
Kini waktunya menambahkan satu sachet madu dan dua sendok teh gula pasir dalam botol.
Baca: Gileee! Ada Sopir GoJek di Puncak Gunung Klabat Sulut, Ngapain Mas? Go Food Mbak
Setelah semua bahan masuk, saya ambil tutup botol kemudian mengocoknya selama sekitar satu menit agar air, madu, dan gula tercampur sempurna.
Usai mencaampur, sekarang waktunya mencoba.
Deg-degan juga, karena saya sudah menggunakan satu sachet madu yang adalah cadangan ‘bahan bakar’ selama mendaki, untuk dicampur ke air.
Syukurlah, eksperimennya tak sia-sia. Rasa pahit air, ditambah manis madu dan gula pasir sukses menghasilkan cita rasa yang luar biasa.
Rasanya seperti sari jus buah segar, lebih lezat dari sirup buah, enaaaak banget pokoknya!
Perpaduan pahit dan manis bikin lidah yang sedari tadi ‘ngabek’ kembali bergairah.
Saya coba satu dua teguk dengan semringah, sebelum kemudian dengan cepat segera menutup botol agar tidak sampai khilaf menghabiskannya, hahaha.
Baca: Air Mata 11 Jam Terhapus Cantiknya ‘Shadow Triangle’ di Puncak Tertinggi Sulawesi Utara
Sekarang saya sudah punya sisa air mineral sekitar 650 mililiter dan 500 mililiter air lezat hasil olahan air di Pos 2, sebagai cadangan air minum untuk melanjukan pendakian ke pos-pos selanjutnya.
Cara minumnya pun saya buat selang seling. Satu teguk air lezat tadi ditambah satu teguk air mineral saat berhenti untuk istirahat.
Alhasil, berkat sedikit eksperimen ini, saya bisa sampai ke basecamp Pos 6 tanpa kehabisan air.
Tambahan madu dan gula dalam air tadi ternyata membantu untuk tambah energi saat pendakian, sehingga sekali teguk, tenaga dan dahaga pulih kembali.
Perlakukan Eksperimen yang Sama di Pos 5
Ohya, seperti yang saya sebutkan di atas, di Pos 5 juga terdapat mata air yang hampir mirip dengan mata air di Pos 2.
Warnanya keruh, dan rasanya sepat meski tak sepahit air di Pos 2.
Teman-teman bisa menerapkan eksperimen tadi untuk mengubah air menjadi lebih enak diminum.
Minum Sepuasnya di Basecamp Pos 6
Berodal air minum ‘ajaib’ hasil eskperimen tadi, saya dan kawan-kawan pendaki lain melanjutkan perjalanan menuju Basecamp akhir di Kawasan Hutan Lumut Pos 6 Gunung Klabat.

Pendakian ditempuh dalam waktu dua jam dengan medan sangat terjal.
Tak masalah, yang terpenting saya tidak kehabisan cadangan air.
Suhu udara yang sudah lebih dingin dan berkabut ikut membantu tubuh tidak terlalu haus selama pendakian.
Saya hanya perlu meneguk sedikit demi sedikit air lezat di botol stanless steel tadi untuk menambah energy.
Baca: VIDEO, FOTO - Pendaki Jerman: Happy Independence Day! Seru Upacara HUT RI di Atap Sulut
Setibanya di Pos 6, baru bisa puas minum air dari mata air yang jernih banget dan rasanya ngalahih enaknya air mineral terbaik di negeri ini.
Bagi saya, tak ada air seenak air yang berasal dari mata air di kawasan basecamp Hutan Lumut Pos 6 Gunung Klabat ini.
Bagaimana dengan pengalaman teman-teman yang lain??
Kalau kalian ingin berbagai pengalaman pendakian atau petualangan lain, silahkan kirim tulisan dan foto-fotonya ke email saya di : fransiskanoel83@gmail.com
Siapa tau tulisan kamu yang beruntung untuk dimual di Kanal Travel portal Tribunmanado.co.id
Let’s Journey, dan Tell Your Story…
Salam Lestari!