Sekjen Demokrat Pergi ke Hongkong: Telusuri Asia Sentinel
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengaku siap terbang ke Hong Kong untuk menelusuri keberadaan media asing
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Hinca Panjaitan mengaku siap terbang ke Hong Kong untuk menelusuri keberadaan media asing Asia Sentinel yang sempat membuat berita tentang dugaan keterlibatan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan kasus Bank Century.
"Kami siap terbang ke Hong Kong untuk menelusuri masalah ini, karena kami ingin menegakkan kebebasan pers di Indonesia, Asia Pasifik, dan dunia," ujar Hinca.
Hinca mengatakan bahwa dirinya dan Partai Demokrat cukup penasaran dengan keberadaan media tersebut. Karena menurut penelusuran Partai Demokrat, keberadaan Asia Sentinel patut dipertanyakan lantaran tidak mencantumkan alamat pada kotak redaksionalnya.
"Uniknya di kotak redaksional mereka tidak mencantumkan alamat, hanya email dan media sosial, bahkan nomor telepon saja tidak dicantumkan, kami akan terus menelusuri,"ujarnya.
Menurutnya pemberitaan Asia Sentinel tersebut tidak kredibel karena memunculkan kembali kasus yang sebenarnya di dalam negeri sudah selesai secara hukum dan politik. Ia juga mengatakan pelaporan ke Dewan Pers agar menjadi pembelajaran bagi media-media di Indonesia untuk tidak sembarangan mengutip berita dari media asing.
"Media asing tidak selamanya kredibel dan hak kami untuk meluruskan ini dan mencoba menjadikannya pembelajaran bagi media-media di Indonesia melalui pelaporan ke Dewan Pers," tegasnya.
"Pemberitaan itu jelas-jelas memberi efek tidak baik terutama bagi `image' Partai Demokrat dan Pak SBY," ujar Hinca.
Sebelumnya media Asia Sentinel yang disebut berbasis di Hongkong dan melalui penulis John Berthelsen menulis tentang skandal Bank Century yang melibatkan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dalam tulisan tersebut John Berthelsen juga menuding Bank Century digunakan untuk tempat cuci uang bagi Partai Demokrat.
Menurut Hinca tulisan tersebut tidak memiliki dasar hukum kuat karena hanya berdasarkan pada proses peradilan perdata di Mauritius antara Weston Capital dan LPS yang sama sekali tidak menyebut nama SBY dan Demokrat.
Atas pemberitaan tersebut, Partai Demokrat melaporkan Asia Sentinel ke Dewan Pers, Hinca Panjaitan memimpin rombongan partai melayangkan laporan resmi pemberitaan media asing Asia Sentinel kepada Dewan Pers di Jalan Kebon Sirih kemarin.
Beberapa loyalis Partai Demokrat juga turut hadir dalam rombongan yakni Ketua Divisi Komunikasi Publik DPP Partai Demokrat Imelda Sari dan Kepala Divisi Advokasi dan Hukum Ferdinand Hutahaean bersama enam orang lainnya.
Hinca mengatakan tujuan pihaknya ke Dewan Pers untuk menjaga kebebasan pers di Indonesia sesuai dengan kode etik jurnalistik. Karena menurutnya salah satu hal yang menjadi masalah adalah media-media dalam negeri Indonesia turut menyebarkan berita tersebut.
"Kasus ini sudah lama ditutup secara hukum dan politik tapi kemudian muncul kembali dengan mengutip media asing yang belum tentu kredibel, ini menjadi pembelajaran bagi media-media di Indonesia," terang Hinca.
Kemudian Hinca dan kawan-kawan diterima oleh anggota komisi pengaduan Dewan Pers yaitu Hendry Chairudin Bangun dan Ahmad Djauhar. Dalam diskusi dengan Dewan Pers, Hinca memaparkan usaha Partai Demokrat untuk menyelesaikan masalah tersebut. "Kami sudah investigasi dan anehnya ketika kami telusuri mereka tidak cantumkan alamat, hanya ada email dan media sosial mereka, itu juga kami pertanyakan," ungkapnya.
"Lalu kami jelaskan bahwa berita naik 11 September 2018 pukul 06.45, kami protes tapi kemudian hilang lalu naik lagi 15 September 2018 pukul 23.00 dengan judul yang seolah-olah mengolok bahwa beritanya yang tidak penting itu menjadi viral," imbuhnya.
Hinca mengakui bahwa pemberitaan tersebut merugikan bagi Partai Demokrat. "Di dunia politik `image' sangat penting, bisa anjlok dalam hitungan detik dan ada pihak yang bisa mengambil keuntungan dalam hitungan detik juga, jadi hak kami untuk meluruskannya," tegas Hinca.
Menunggangi
Rachland Nashidik, Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat menyebutkan ada orang yang menurutnya berada di balik pemberitaan soal kejahatan SBY yang beredar di Asia Sentinel. Rachland Nashidik mengungkapkan bahwa ada seorang konglomerat Indonesia yang ikut membayari penulisan berita tersebut.
"Kabarnya seorang Konglomerat Indonesia membayari penulisan laporan fantastis tentang Century oleh media asing agar fitnah pada SBY dan Demokrat terkesan kredibel," ujar Rachland di akun twitternya yang terverifikasi @rachlannashidik.
Hal serupa juga dilontarkan Hinca, ia menjelaskan ada upaya menjegal partainya jelang Pemilu serentak 2019 melalui pemberitaan Asia Sentinel yang mengkaitkan Ketua Umum Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan kasus Bailout Bank Century.
Hinca mengatakan pihak Partai Demokrat cukup kaget melihat media asing kembali memberitakan masalah tersebut. "Kasus ini unik, yang bertarung di Pilpres adalah Joko Widodo dan Prabowo Subianto tapi kenapa yang kena Demokrat dan Pak SBY, Demokrat selalu dibeginikan setiap jelang pertandingan (event politik seperti pemilu)," ujar Hinca.
Hinca menegaskan bahwa dugaan seperti itu muncul karena waktu munculnya pemberitaan itu berdekatan dengan pertemuan Prabowo-Sandiaga Uno ke kediaman SBY, yaitu 11 September 2018.
"Kami menduga ada kaitannya dengan perkembangan politik karena berdekatan dengan pertemuan Prabowo-Sandi dengan Pak SBY," kata Hinca. Mantan Sekjen PSSI itu juga menegaskan pihaknya akan terus mengejar pihak Asia Sentinel dan pihak-pihak yang berusaha memanfaatkan pemberitaan itu untuk kepentingan pribadi.
"Dalam politik `image' itu sangat penting dan berita itu membuat image Demokrat anjlok sementara ada pihak yang pasti memanfaatkannya untuk kenpentingan pribadi, kami juga akan kejar pihak-pihak yang menyebarluaskannya," tegas Hinca.

SBY Kejar Pemfitnah Dirinya Sampai ke Ujung Dunia
Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyinggung soal pemberitaan media asing Asia Sentinel yang menghubungkan dirinya dengan kasus Bailout Bank Century dalam pidato politik yang disampaikan di Djakarta Theatre, Jakarta Pusat, Senin malam. SBY dalam pidatonya menyayangkan ada pihak asing yang berupaya mencampuri urusan dalam negeri Indonesia.
"Ada pihak asing yang mengarang cerita yang tidak mengandung kebenaran dan lagi-lagi korbannya Partai Demokrat dan SBY, ini adalah fitnah besar dan kita harus tetap menjaga kehormatan walaupun difitnah," ujar SBY.
Presiden ke-6 RI ini juga menyayangkan berita tersebut diramaikan media massa dalam negeri yang disebutnya ikut menyebarkan fitnah. Karena itu ia dan Partai Demokrat akan menempuh langkah hukum untuk menghadapinya.
"Saya pastikan akan gunakan hak hukum untuk selesaikan masalah, akan saya kejar siapapun yang berusaha merusak nama baik walaupun sampai ke ujung dunia, termasuk pihak-pihak di dalam negeri yang ikut merusak kehormatan kita,"kata SBY.
SBY mengatakan, ia memahami kemarahan para Kader Demokrat terhadap fitnah tersebut.
Apalagi fitnah ini dimunculkan di musim pemilu sehingga, kata dia, pihak yang menyebarluaskan fitnah ini juga memiliki motif dan kepentingan politik. Namun, SBY menyerukan kepada para kader untuk tidak main hakim sendiri, termasuk kepada media massa dalam negeri yang ikut menyebarluaskan fitnah ini.
"Ingat, negara kita adalah negara hukum. Bukan negara gruduk dan negara kekerasan," kata dia.
Pada pidatonya, SBY juga sempat menyindir pemerintahan Jokowi-JK yang menurutnya hanya mengemas ulang serta mengganti nama program-program di zamannya ketika menjadi presiden.
"Dewasa ini kita mendengar program-program (di zaman SBY) diganti nama dan dikemas ulang, namun itu hak pemerintah sekarang, yang penting bagi Partai Demokrat negara tidak mengabaikan bantuan kepada masyarakat kecil," ujar SBY.
SBY menyebutkan setidaknya ada sembilan program yang diinisiasi pemerintahan pada zamannya untuk memberi bantuan kepada masyarakat. Yang pertama adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan Bantuan Langsung Sementara (BLSM), kemudian memberikan raskin (beras untuk orang miskin) sebagai bagian dari PKH (Program Keluarga Harapan), dan Jamkesmas serta BPJS untuk menjamin pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
"Kita juga memberi bantuan kepada lansia dan disabilitas, memberi bantuan operasional sekolah (BOS) dan Bidikmisi di bidang pendidikan, memberi bantuan KUR untuk pengembangan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) serta pembuat program PNPM untuk pembangunan di kecamatan termasuk infrastruktur di desa yang diperkuat dengan dana desa sebagai implementasi UU Desa tahun 2014," jelas SBY.
SBY juga mengaku di zamannya memberikan kenaikan upah bagi TNI, Polri, pegawai negeri, guru, dan buruh secara signifikan. Presiden RI keenam itu juga mengklaim memberi bantuan subsidi bagi nelayan, petani, dan peternak.
Ia pun mengenang saat menelurkan program-program itu mendapat sindiran dari banyak pihak. "Banyak yang mengatakan bantuan itu tidak produktif dan bersifat konsumtif, tapi saya tidak setuju karena negara wajib membantu rakyatnya saat susah dan tidak mampu,"ujar SBY.
Kendati demikian lanjut SBY juga menyelipkan pujian atas pencapaian pemerintahan Joko Widodo saat ini. "Partai Demokrat juga harus jujur bahwa sebagian masyarakat puas terhadap sejumlah hal, yang tentunya ini merupakan capaian pemerintah yang harus kami beri apresiasi," kata SBY.
Banyak Ujian
SBY juga menyebut menjelang agenda politik pemilu tahun 2019 suasana semakin panas. SBY pun menjabarkan sepanas apa peta politik ke depan. Menurutnya, semua akan diuji keteguhannya dalam mengikuti pemilu sesuai aturan main yang berlaku.
"Kita akan diuji, apakah untuk meraih kemenangan dalam pemilu, ada yang tergoda menghalalkan segala cara. Termasuk menyalahgunakan kekuasaan, melanggar undang-undang, serta menghalang-halangi pihak lain untuk menjalankan kampanye pemilu yang semestinya,"kata mantan Menkopolhukam ini.
Jangan Khawatir
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan meminta Presiden Republik Indonesia ke-6, Susilo Bambang Yudhoyono melakukan autokritik kepada masa pemerintahannya. Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto mengatakan merespon Partai Demokrat yang mengaitkan kasus bailout Bank Century dengan kasus BLBI.
Terutama setelah media asing menyinggung soal kasus bailout Bank Century, dan mengaitkan dengan SBY. Hasto justru balik menyindir, jikalau memang tidak ada masalah, seharusnya berani untuk menyampaikan.
"Kalau sebenarnya enggak ada masalah di masa lalu, enggak usah khawatir. Kita lihat kan ternyata kasus Bank Century, skandal yang sangat besar, sampai terjadi angket. Sehingga, ketika hal itu diungkap publik, harus diberikan penjelasan secara transparan, Pak SBY berikan penjelasan," ujar Hasto.
Hasto menuturkan, banyak orang mempersalahkan, karena komitmen partai Demokrat yang menyatakan tidak pada korupsi, "Sehingga lebih baik Pak SBY memberikan penjelasan langsung. Tapi kalau beliau merasa tak ada persoalan, ya kenapa harus begitu reaktif dan menyalahkan yang lalu-lalu," kata Hasto.
Soal kasus BLBI yang disinggung lagi oleh Demokrat, dia justru menanyakan balik apa yang sudah dilakukan SBY saat menjabat sebagai Presiden selama 10 tahun lalu.
"Jadi kalau Pak SBY mempertanyakan BLBI, ya apa yang Pak SBY lakukan selama 10 tahun terakhir semasa beliau berkuasa," tutur Hasto.
"Kenapa justru banyak muncul kasus korupsi termasuk di Hambalang. Kemudian masalah DPT yang sampai sekarang belum bisa diselesaikan dengan baik," ungkap Hasto. Dia meminta harusnya SBY melakukan otokritik terhadap kepemimpinannya selama 10 tahun. Masalahnya, di era SBY tak ada persoalan BLBI. (Tribun Network/nis/zal/wly)