Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Unsrat Diajar Buat Sensor Pribadi Film

Lembaga Sensor Film Republik Indonesia bekerja sama dengan Unsrat Manado, Sulawesi Utara (Sulut), mengadakan sosialisasi atau kuliah umum.

Penulis: | Editor: Alexander Pattyranie
TRIBUN MANADO/DAVID MANEWUS
Sosialisasi atau kuliah umum oleh Lembaga Sensor Film Republik Indonesia di RKU Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara (Sulut), Kamis (06/09/2018). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Lembaga Sensor Film Republik Indonesia bekerja sama dengan Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara (Sulut), mengadakan sosialisasi atau kuliah umum.

Kegiatan itu berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Unsrat di RKU Fakultas Ilmu Budaya Unsrat, Kamis (06/09/2018).

Temanya, 'Film Sebagai Media Pembelajaran dan Hiburan Mari Budayakan Sensor Mandiri'.

Tim LSF yang hadir di Manado Drg. Rommy Fibri, Fetrimen dan Hadi Prabowo.

Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi, Ferry Raymond Mawikere menghadirkan fakta bahwa adanya peralihan media mainstream ke media sosial gadget.

Ada penurunan angka peminjam buku di Perpustakaan Provinsi Sulut.

"Pada tahun 2006 jumlah peminjam masih 11.536, turun menjadi 5.194 pada tahun 2009. Lalu turun lagi menjadi 4.615 pada 2012; dan data pada 2015 menunjukkan jumlah peminjam yang tinggal 1.183," katanya.

Ia mengatakan era Revolusi Industri 4.0 dengan kecanggihan digitalisasi membuat konten digitalnya tidak lagi dapat dibentuk.

Selain memperkuat budaya lokal, Mawikere ingin setiap insan bangsa Indonesia membangun pertahanan diri lewat self censorship.

"Sebab hanya dengan adanya niat dan kemampuan mengendalikan sensorik atas diri sendiri, maka berikutnya akan lebih diluaskan; dilakukan misalnya dengan menerapkannya di lingkungan keluarga atau teman, tetangga, dan seterusnya," katanya.

Rommy Fibri Hardiyanto, M. I. Kom (Anggota Lembaga Sensor Film) memberikan penjelasan soal apa-apa saja yang disensor.

Ia juga menjawab pertanyaan-pertanyaan peserta.

Gina Puspita misalnya bertanya soal menyensor sinetron.

Sinetron Indonesia sekarang katanya kurang mendidik.

Rommy mengatakan mereka juga bijak melihat jenis sensor yang harus diketatkan.

Sinetron harus terbit per satu hari sedangkan sensor bisa dua hari.

"Hanya beri catatan. Misalnya jika naik motor selalu tidak pakai helm," katanya

Ia mengatakan dalam industri film semua memakai logika.

Di situ ada pemasang iklan.

"Tidak boleh pakai pendekatan yuridis tapi edukatif," katanya.(Tribun Manado/David Manewus)

Sumber: Tribun Manado
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved