Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Swapar dan Masyarakat Sipil Sulut Dorong Pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

LSM Swara Parangpuan (Swapar) terus berupaya mendorong pengesahan Rancangan Undang-undangan Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS)

Penulis: Fernando_Lumowa | Editor: David_Kusuma
Tribun Manado / Fernando Lumowa
Konsolidasi Advokasi Nasional RUU P-KS di Ibis Manado Boulevard City Center Manado, Jumat (31/8). 

TRIBUMANADO.CO.ID, MANADO - LSM Swara Parangpuan (Swapar) terus berupaya mendorong pengesahan Rancangan Undang-undangan Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).

Salah satu di antaranya dengan menggelar Konsolidasi Advokasi Nasional RUU P-KS di Ibis Manado Boulevard City Center Manado, Jumat (31/8).

Lily Djenaan, Direktur Swapar mengatakan, Swapar tergabung dalam Forum Pengada Layanan (FPL) bersama Komnas Perempuan yang mengadvokasi RUU P-KS

"Lewat pertemuan ini kami menampung masukan yang bertujuan memperkuat dorongan terwujudnya UU P-KS," ujar Lily Djenaan, Direktur Swapar.

Venny Siregar, Koordinator Tim Penguatan Pemahaman RUU P-KS mengatakan, RUU P-KS sudah masuk dalam pembahasan tahap I di DPR RI.

Katanya, pembahasan RUU P-KS justru mendapat tantangan dari pemerintah dan kelompok masyarakat yang pro-poligami dan perkawinan anak.

Dari Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pemerintah, hampir 50% menolak dan menghilangkan pasal yang merupakan roh perlindungan perempuan dan anak dan penghapusan kekerasan seksual pada anak.

"Alasannya, dikembalikan lagi pada sistem lama sebagaimana diatur KUHP, UU Perlindungan Anak, UU PTPO, yang terbukti 'gagal' mencegah, memidanakan pelaku sekaligus memulihkan korbannya," ujarnya.

Dari DIM inilah, kelompok pro-poligami dan perkawinan anak-sebagian dari kelompok fundamentalis-menolak RUU P-KS. Penolakan diperkuat oleh sangkaan bahwa RUU P-KS bakal melegalkan perkawinan sejenis, menyerap ide feminisme dan konsep HAM liberal.

Sebaliknya, DPR RI memiliki kesamaan pandangan dengan FPL dan Komnas Perempuan. Sekitar 80 persen draft yang diusulkan FPL disetujui DPR.

Dari Draft RUU P-KS terdiri dari 15 bab 184 pasal, menjadi Naskah RUU 15 pasal dan 152 pasal ketika dibahas di DPR RI. Sementara, dari Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pemerintah yang dipimpin Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), jadi 13 bab dan 52 pasal.

Aktivis Perempuan, Jull Takaliuang menyesalkan DIM Pemerintah yang justru menghilangkan pasal-pasal yang substansial di RUU P-KS. "Sekarang tantangan kita bagaimana bisa mendorong DPR RI bisa melanjutkan pembahasan ke tahap berikutnya," ujar Jull.

Anggota DPRD Sulut, Pdt Meiva Salindeho-Lintang Lintang mengatakan, dorongan pengesahan RUU P-KS perlu diperkuat mengingat masa jabatan anggota legislatif.

Saat ini DPR RI tinggal punya dua kali masa sidang. "Relatif kurang dari setahun sebab tahun depan masing-masing sibuk kampanye Pileg dan Pilpres," ujar Meiva.

Andry Haris Umboh, tokoh masyarakat Minahasa Selatan menilai, karena sementara dibahas di DPR RI tapi ada ganjalan, perlu ada gerakan baru yang bertujuan menggolkan RUU itu.
"Perlu lobi dan terobosan. Apa sikap wakil rakyat asal Sulut yang duduk di DPR RI dan DPD RI? Mengapa kita tidak menyampaikan soal ini ke Presiden Jokowi? Bisa saja beliau tidak tahu ada hambatan," kata Haris.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved