Klaim Kerugian Gempa NTB
Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menghimbau para tertanggung yang memiliki polis asuransi
Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUNMANADO.CO.ID, JAKARTA - Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) menghimbau para tertanggung yang memiliki polis asuransi gempa bumi dan mengalami kerugian dapat melaporkan kepada perusahaan asuransi penerbit polis.
Imbauan ini terkait gempa bumi di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe mengatakan, perusahaan asuransi anggota AAUI diharapkan segera memproses penanganan klaim secara profesional dan jika perlu jemput bola agar meringankan beban masyarakat.
"AAUI berkoordinasi dengan PT Reasuransi Maipark Indonesia yang mengkompilasi data laporan klaim," kata dia dalam rilis.
Berdasarkan data eksposure risiko Rp 25,7 triliun, terdiri atas bangunan, isi bangunan dan kerugian usaha (business interuption). Selasa (21/8) AAUI belum mendapat data lengkap.
Namun AAUI merujuk informasi yang disampaikan Maipark sampai 13 Agustus 2018, tercatat 156 laporan klaim yang masuk dan nilainya masih sementara.

DSSA Sudah Menghabiskan Separuh Dana Capex
PT Dian Swastatika Sentosa Tbk telah menggunakan anggaran dana belanja modal atawa capital expenditure (capex) sebesar US$ 126 juta per 30 Juni 2018. Serapan capex tersebut setara dengan 42% terhadap total anggaran capex pada tahun ini yang mencapai US$ 300 juta.
Sekitar 88% dari realisasi belanja modal itu dipakai membiayai ekspansi bisnis listrik. "Terkait dengan pembangunan independent power producer (IPP) pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Kendari-3 dan IPP PLTU Kalteng-1, sedangkan sisanya untuk berbagai bisnis lain," terang Susan Chandra, Corporate Secretary PT Dian Swastatika Sentosa Tbk, saat dihubungi KONTAN Senin (20/8).
Dian Swastatika memang sedang ngebut mengerjakan PLTU Kendari-3 dan PLTU Kalteng-1. Perusahaan yang tercatat dengan kode saham DSSA di Bursa Efek Indonesia (BEI) ini menargetkan kedua proyek tersebut bisa beroperasi mulai tahun depan.
PLTU Kendari-3 berkapasitas 2x50 megawatt (MW) dan berada di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara. Kelak, produksi setrum PLTU tersebut untuk memasok listrik di jaringan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN dengan masa kontrak selama 25 tahun. Proyek tersebut membutuhkan pasokan sebanyak 500.000 ton batubara per tahun.
Sementara PLTU Kalteng-1 berkapasitas 2x100 MW dan terletak di Tumbang Kajuei, Kalimantan Tengah. Proyek tersebut berupa PLTU mulut tambang dengan skema build own operate transfer (BOOT) selama 25 tahun. Kebutuhan batubaranya sekitar 1,5 juta ton per tahun.
Selain dua proyek tersebut, Dian Swastatika sudah mengoperasikan PLTU Sumsel-5 yang berkapasitas 2X150 MW sejak 20 Desember 2016. Proyek ini berjalan melalui anak usaha bernama PT DSSP Power Sumsel.
Meskipun terlihat getol mengembangkan bisnis setrum, tulang punggung utama pendapatan Dian Swastatika sejauh ini masih dari tambang batubara. Berkaca dari capaian kuartal I-2018 misalnya, bisnis pertambangan dan perdagangan batubara menyumbang US$ 272,61 juta atau 66,49% terhadap total pendapatan yang tercatat sebesar US$ 410,02 juta.
Adapun hingga tutup tahun 2018 nanti, Dian Swastatika berharap bisa membukukan total pendapatan US$ 1,8 miliar. Sebagai perbandingan, tahun lalu, bagian dari Grup Sinarmas itu membukukan pendapatan US$ 1,32 miliar.
Demi mengejar target kinerja, Dian Swastatika pun memacu produksi batubara hingga sebanyak 23 juta ton pada tahun ini atau 37,72% lebih banyak ketimbang realisasi produksi batubara tahun lalu. Sampai 30 Juni 2018, mereka sudah memproduksi lebih dari 9 juta ton batubara.
Dian Swastatika mengekspor sekitar 67% produksi batubara selama semester I. "Sisanya dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik," jelas Susan.
Sejatinya manajemen Dian Swastatika sedang menyiapkan rencana akuisisi tambang batubara. Manajemen perusahaan ini akan menyampaikan detailnya dalam keterbukaan informasi di BEI.

Multifinance Kejar Porsi 10% Pembiayaan Produktif
Perusahaan pembiayaan atau multifinance optimistis dapat memenuhi ketentuan batasan minimal 10% penyaluran pembiayaan sektor produktif. Hal ini sesuai keinginan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui revisi POJK No. 29/POJK.05/2014.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia Suwandi Wiratno yakin. Batasan ini diyakini bisa terpenuhi dengan masa transisi yang ada dalam beleid tersebut.
OJK memberikan kesempatan bagi industri untuk melakukan transisi sejak aturan ini mulai berlaku sejak 2014. Paling tidak, pembiayaan minimal 5% pada tahun ketiga dan minimal 10% pada tahun kelima setelah aturan tersebut terbit.
Sementara bagi perusahaan baru yang beroperasi setelah diterbitkannya beleid tersebut wajib memenuhi ketentuan 10% dalam tiga tahun.
Menurut Suwandi, selama ini, para pemain multifinance memang masih mengandalkan kredit multiguna dalam bisnisnya. Namun sebenarnya dalam prakteknya tidak selalu untuk kegiatan konsumsi dari kredit tersebut.
Misalnya kendaraan mobil atau motor dibeli bisa saja ternyata untuk usaha atau membantu kegiatan usahanya. "Contohnya seperti motor dibeli untuk angkut padi, karet atau menyemai tanaman dan lainnya," ujar Suwandi.
Sehingga dengan adanya beleid tersebut, perusahaan pembiayaan nantinya pasti akan mulai berhati-hati dalam melaporkan setiap pembiayaan yang masuk ke aktivitas yang mana.
Beberapa pelaku mengungkapkan keinginannya untuk menambah porsi pembiayaan produktif. Misalnya PT Mandiri Utama Finance (MTF) berencana menambah porsi pembiayaan sektor produktif hingga 20% sampai akhir tahun ini.
Direktur Utama MUF Stanley Setia Atmadja mengatakan tantangan dari beleid ini adalah kemampuan manajemen perusahaan pembiayaan untuk mempunyai kredit analis yang mampu menganalisa nasabah produktif pada umumnya perusahaan small medium hingga perusahaan besar.
Saat ini, MUF sudah memenuhi porsi sekitar 10% dari total pembiayaan Rp 4,4 triliun. "Sampai akhir tahun paling sedikit porsinya bisa mencapai 15%-20%," kata Stanley. Jika ini tercapai, kredit MUF di sektor produktif melampau batasan OJK.
Roni Haslim Direktur Utama PT BCA Finance yakin dapat memenuhi ketentuan itu tepat waktu. Saat ini kontribusi pembiayaan sektor produktif hampir mendekati angka 10%. Sehingga ia yakin bisa memenuhi aturan itu. (Umi Kulsum/Ika Puspitasari)