Peneliti Ungkap Misteri Hancurnya Peradaban Minoa di Yunani
Peneliti terus mengungkap berbagai misteri peradapan yang sempat terkubur dalam peristiwa
TRIBUNMANADO.CO.ID – Peneliti terus mengungkap berbagai misteri peradapan yang sempat terkubur dalam peristiwa alam dahsyat.
Dalam 4.000 tahun terakhir, sebuah letusan gunung berapi besar pernah terjadi. Dari letusan tersebut, peradaban Minoa (wilayah dekat Yunani) di sekitarnya menjadi luluh lantak.
Letusan ini juga diketahui sebagai salah satu peristiwa gunung berapi terbesar di Bumi yang bahkan dampaknya terasa hingga Turki dan Mesir.
Dikutip dari The Independent, Kamis (16/08/2018), ledakan tersebut mengubur peradaban Minoa ke dalam abu dan bebatuan sedalam 40 meter.
Tak hanya itu, bencana tersebut juga menghancurkan sebagian besar Mesir kuno dengan badai hujan besar seperti yang digambarkan dalam Prasasti Tempest of Ahmose I.
Namun, meski terdapat banyak bukti tentang adanya peristiwa ini, penentuan secara persis waktu terjadinya peristiwa ini bukanlah hal yang mudah.
Para arkeolog dan ilmuwan telah menyatukan waktu dari catatan tertulis, fragmen tembikar, dan penanggalan radiokarbon dari material tanaman yang tersimpan di bawah abu namun tetap tidak menemui jalan keluarnya.
Profesor Charlotte Pearson dari University of Arizona berusaha untuk memecahkan teka-teki ini.
Pearson dan timnya menggunakan penanggalan radiokarbon dari cincin tahunan pohon yang telah hidup pada waktu letusan itu terjadi.
Cara ini diyakini dapat memungkinkan mereka untuk mengerucutkan penanggalan peristiwa itu.
"Apa yang bisa kita katakan sekarang adalah bahwa bukti radiokarbon kompatibel dengan bukti arkeologi untuk erupsi Thera pada abad ke-16 sebelum masehi," ungkap Pearson.
“Setiap cincin pohon adalah kapsul waktu radiokarbon yang ada pada waktu pohon itu tumbuh, sehingga kita dapat mengatakan cincin pohon ini berasal dari 1600 sebelum masehi dan berapa banyak radiokarbon yang ada di dalamnya,” tambah Pearson.
Pearson dan timnya juga membandingkan tingkat radiokarbon di pepohonan yang ada di California dan Irlandia.
Mereka menggunakannya untuk mengembangkan sistem radiokarbon yang lebih akurat daripada penanggalan cincin lingkaran yang saat ini digunakan.
Dengan mengembangkan ukuran radiokarbon yang lebih tepat, mereka menemukan titik temu penanggalan pada tanggal yang menggunakan bukti arkeologis.
"Penelitian ini adalah tentang Thera, tetapi implikasinya sangat besar bagi siapa saja yang menggunakan penanggalan radiokarbon di seluruh dunia untuk saat ini," ungkap Dr Gregory Hodgins, salah satu rekan profesor Pearson.
"Ada semacam revolusi dalam perkumpulan radiokarbon untuk merevisi kurva kalibrasi menggunakan pengukuran yang lebih tepat,” sambungnya.

Berjuluk "Pohon Kematian"
Pada tahun 1999, ahli radiologi Nicola Strickland pergi berlibur ke pulau Karibia Tobago, surga tropis lengkap dengan pantai yang indah dan sepi.
Pada pagi pertamanya, dia pergi mencari kerang dan karang di pasir putih. Namun, liburan yang harusnya menyenangkan itu berubah menjadi petaka ketika ia menemukan sesuatu.
Strickland dan temannya menemukan beberapa pohon buah hijau dan berbau manis tersebar di antara pohon kelapa dan mangga di pantai.
Keduanya tanpa pikir panjang memutuskan untuk memakannya. Namun, apa yang terjadi sungguh di luar dugaan.
Rasa manis pada gigitan pertama seketika berubah menjadi pedih, terbakar serta rasa sesak yang luar biasa di tenggorokan sampai-sampai mereka tidak bisa menelan.
Ternyata, kedua orang itu telah memakan buah dari pohon manchineel (Hippomane mancinella), pohon beracun yang juga disebut dengan apel pantai atau jambu beracun.
Bahkan pohon tersebut dalam bahasa Spanyol di sebut "Arbol de la muerte" atau yang secara harafiah berarti pohon kematian. Guinness World Records juga menyebut pohon manchineel sebagai pohon paling berbahaya di dunia.
Pohon tersebut berasal dari bagian tropis Amerika Utara, Amerika Tengah, Karibia dan Amerika Selatan bagian utara.
Semua bagiannya beracun
Florida Institute of Food and Agricultural Sciences, menjelaskan bahwa semua bagian dari Manchineel memang sangat beracun. Oleh karena itu, melakukan kontak dengan bagian pohon ini akan berefek mematikan, termasuk rasa terbakar pada kulit.
Manchineel termasuk genus Euphorbia yang lebat dan menghasilkan getah yang dapat merembes keluar dari segala bagian pohon, mulai dari kulit, daun dan bahkan buah.
Getah pada pohon ini pun juga mengandung berbagai racun, tetapi reaksi yang paling serius diperkirakan berasal dari phorbol ester, senyawa kimia yang ditemukan di beberapa tanaman dan biasanya beracun.
Celakanya, phorbol sangat larut dalam air. Jadi, pastikan jangan berdiri di bawah pohon manchineel sewaktu hujan. Sebab, tetesan air hujan yang membawa getah encer masih bisa membakar kulit Anda.
"Meski begitu, ancaman kematian yang sebenarnya berasal dari buah bulat kecil. Memakan buah tersebut dapat berakibat fatal, membuat muntah dan diare, serta dehidrasi akut," tulis Ella Davies di BBC.
Masih ada lagi kasus lain yang diakibatkan pohon tersebut. Pernah ada laporan yang menyebut jika terjadi kasus peradangan mata yang parah dan bahkan kebutaan gara-gara asap pembakaran kayu manchineel.
Sifat-sifat yang mengerikan inilah yang membuat banyak papan peringatan harus ditempatkan di sekitarnya, termasuk juga mengecat beberapa bagian pohon.
Berguna bagi ekosistem
Pohon ini memang bisa dibilang membawa bencana, dan kita tentu saja bisa memusnahkannya dengan mudah. Namun, mereka memiliki peran penting dalam ekosistem lokal.
Pohon manchineel berfungsi sebagai semak besar yang padat, sehingga menjadi penahan angin yang sangat baik dan perlindungan terhadap erosi di pantai Amerika Tengah.
Selain itu, tukang kayu Karibia telah menggunakan kayu Manchineel untuk keperluan pembuatan furnitur selama berabad-abad.
Mereka mengakalinya dengan memotong kayu dengan hati-hati dan menjemurnya di bawah sinar matahari untuk menetralisir getah beracun.
Beruntung, Strickland dan temannya hanya memakan sedikit buah dan bisa hidup untuk menceritakan kisah itu.
Pada tahun 2000, Strickland menerbitkan sebuah tulisan di The British Medical Journal yang menjelaskan gejala-gejala keracunannya secara terperinci.
Rupanya, butuh lebih dari delapan jam supaya rasa sakit mereda. Sebab, racun terus mengalir ke kelenjar getah bening di leher mereka sehingga memberikan penderitaan lebih lanjut. Mereka mengatasinya dengan meminum pina colada dan susu.
"Menceritakan pengalaman kami kepada penduduk setempat menimbulkan horor dan ketidakpercayaan mengenai buah itu. Kami mendapatkan pengalaman yang menakutkan darinya," tulis Strickland. *
Artikel ini telah dimuat di kompas.com dengan judul: Cincin Tahunan Pohon Ungkap Misteri Hancurnya Peradaban Minoa di Yunani