Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Duit Suap Rp 13 M Fayakhun Disembunyikan di Luar Negeri

Anggota Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi didakwa menerima suap 911.480 Dollar AS atau setara Rp 13,3 miliar (Rp 14.600/USD)

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
Tribunnews.com/ Fitri Wulandari
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Fayakhun Andriadi saat ditemui usai acara peresmian Rumah Pangan Golkar, di Kantor DPD Parta Golkar, Jalan Pegangsaan Barat, Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (6/10/2016). 

"Terdakwa (Fayakhun) mengingatkan Fahmi Darmawansyah melalui Erwin Arief mengenai sisa commitment fee yang belum dikirimkan Fahmi Darmawansyah dengan mengatakan melalui pesan aplikasi WA yaitu 'Petinggi sdh. Kurcaci bisa ngomel', yang maksudnya adalah agar sisa komitmen segera dikirimkan kepada terdakwa (Fayakhun)," beber jaksa M Takdir.

Dalam pengiriman sisa commitment fee, Fayakhun meminta ditransfer ke rekening bank di Singapura. Akhirnya Erwin mengirimkan uang USD 110 ribu untuk Fayakhun.

"Terdakwa memberitahu Erwin Arief melalui pesan Aplikasi Whatsapp bahwa transfer ulang uang commitment fee sebesar 110 ribu Dollar AS telah diterima dan terdakwa mengucapkan terima kasih," jelasnya.

Atas perbuatannya, Fayakhun didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Fayakhun meminta Fahmi Darmawansyah menyiapkan commitment fee sebesar 7 persen. Jika tidak diberikan, maka Fayakhun tidak mau 'mengawal' usulan alokasi tambahan anggaran tersebut.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi (tengah), menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). Fayakhun diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Golkar, Fayakhun Andriadi (tengah), menunggu untuk diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Selasa (10/10). Fayakhun diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pengadaan satelit monitoring atau pengawasan di Badan Keamanan Laut (Bakamla) untuk tersangka mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/kye/17.)

Tak Keberatan dan Minta jadi JC

Terdakwa Fayakhun hanya duduk terdiam di kursi terdakwa saat tim jaksa KPK membacakan ‎surat dakwaan kasus dugaan suap terkait proyek satelit monitoring di Bakamla untuknya.

Fayakhun memutuskan tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan yang disampaikan jaksa KPK. "Kami sepakat tidak mengajukan eksepsi yang mulia. Silahkan dilanjutkan dengan pembuktian," ujar kuasa hukum Fayakhun.

Oleh karena itu, majelis hakim memutuskan untuk melanjutkan persidangan ke tahap pembuktian pada Senin, 27 Agustus 2018.

Namun, sebelum ketua majelis hakim menutup persidangan, rupanya kuasa hukum Fayakhun meminta izin untuk menyambaikan surat permohonan dari Fayakhun untuk menjadi Juctice Collaborator (JC).

"‎Klien kami mengajukan diri menjadi JC. Izinkan kami sampaikan surat yang yang mulia. Termasuk juga izin untuk berobat," ucap kuasa hukum Fayakhun.

Menurutnya, pengajuan JC tersebut dilatarbelakangi sikap kooperatif Fayakhun kepada KPK pada saat proses penyidikan perkara. Di mana dalam proses penyidikan, Fayakhun telah mengembalikan uang Rp 2 miliar yang diduga terkait kasusnya kepada kPK. Permohonan sebagai justice collaborator juga diajukan kepada KPK.

Lanjut Fayakun berdiri dari kursi terdakwa didampingi kuasa hukum memberikan surat pengajuan JC ke tiga majelis hakim yang hadir saat sidang.

Justice Collaborator adalah pelaku atau tersangka yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam mengungkap hal yang lebih besar di balik kasusnya. Syarat-syarat yag harus dipenuhi di antaranya mengakui kejahatan yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut, dan memberikan keterangan saksi dalam proses peradilan.

Selain itu, si pelaku juga harus telah dinyatakan oleh penegak hukum yang menangani kasusnya bahwa dia telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan di penyidikan dan penuntutan sehingga dapat mengungkap tindak pidana terkait secara efektif, mengungkap pelaku-pelaku lain yang memiliki peran lebih besar, serta mengembalikan aset yang telah dikorupsinya.

Halaman 2 dari 3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved