Warga Masata Halangi Pekerjaan di KEK, Minta Pemerintah Hormati Proses Hukum
Eskavator yang bekerja diduga dilempari warga yang jumlahnya mencapai ratusan orang
Penulis: Alpen_Martinus | Editor: David_Kusuma
TRIBUNMANADO.CO.ID, BITUNG -Pekerjaan lanjutan di lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) mendapatkan hambatan warga Manembo-Nembo, Sagerat, Tanjung Merah (Masata) yang tinggal di lokasi lahan eks HGU, Kelurahan Sagerat, Kecamatan Matuari, Selasa (10/7).
Eskavator yang bekerja diduga dilempari warga yang jumlahnya mencapai ratusan orang.
Terpaksa alat berhenti bekerja kemudian dikemudikan masuk ke wilayah KEK.
Petugas dari Satpol PP Bitung yang menjaga pekerjaan juga turut melindungi diri dari lemparan batu.
Bahkan warga nampak mengejar hingga ke pagar merah perbatasan antara kawasan KEK dan lahan warga tersebut, bahkan warga diduga merubuhkan pagar besi tersebut.
Mereka juga diduga membakar satu pos jaga hingga ludes.
"Tadi kami bekerja di bagian atas untuk meratakan tanah, kami berani lantaran ada petugas yang jaga," jelas Jemmy pekerja.
Baca: Investasi Hub Port dan KEK Bitung Telan Rp 3 Triliun
Namun saat bekerja, muncul banyak masyarakat yang kemudian melempar batu ke arah mereka. "Pekerjaan kami hentikan, dan alat kami bawa kembali ke lokasi aman," jelasnya.
Ia mengatakan, warga yang datang melempar terlihat membawa tombak dari bambu.
"Mereka juga membakar pos, dan melepaskan lebah," jelasnya.
Sementara itu, Hebron warga setempat mengatakan, aksi mereka dilakukan untuk melindungi bukti puing rumah yang digusur oleh Pemerintah Kota Bitung beberapa waktu lalu.
"Sekarang kan sementara proses hukum di pengadilan, untuk ganti rugi rumah yang digusur oleh pemerintah, sebab saat penggusuran tidak ada ganti rugi," jelasnya.
Ia mengatakan, bahwa pemerintah harus menghormati proses hukum. "Ini sudah sidang ke tiga, tolong selama proses hukum, pemerintah jangan buat apa-apa di lokasi tersebut," jelasnya.
Apalagi menurutnya, upaya penimbunan terhadap puing rumah warga yang digusur, diduga merupakan upaya pemerintah untuk menghilangkan bukti.
"Supaya saat sidang lapangan nanti buktinya sudah tidak ada semua, sehingga kami mempertahankan itu," jelasnya.
Ia menambahkan, warga siap mempertaruhkan apa saja untuk mempertahankan, termasuk hidup mereka.
Menurutnya, tanah tersebut merupakan eks HGU yang sudah tidak dimanfaatkan sehingga mereka datang dan menetap di situ.
"Ini kan tanah belum ada pemiliknya sehingga kami masuk, sebab pemerintah juga tidak pernah memperlihatkan sertifikat milik mereka, dan lahan ini tidak dipasangi patok milik pemerintah," jelasnya.
Menurutnya, luas lahan eks HGU tersebut mencapai 62,9 hektare. "Mereka lalu menggusur kami dengan cara yang tidak manusiawi," jelasnya.
Sementara itu, Audy Pangemanan Sekkot Bitung mengatakan bahwa pemerintah memiliki sertifikat lahan tersebut, sehingga bisa melakukan apa saja di lahan tersebut termasuk pembangunan KEK.
"Kalau digugat silahkan saja, namun sambil gugatan jalan, kami melaksanakan pekerjaan, masa tidak boleh, itu kan tanah pemerintah, dan memang proses penertiban kan sudah berlangsung lama juga," jelasnya.
Terkait kerusakan yang terjadi akibat aksi tersebut, pemerintah akan menempuh jalur hukum, lantaran merupakan aset pemerintah. (Amg)