Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Alex Gagal Daftar SMK via Online: SMANSA Kurangi Kuota Murid, Para Siswa Antre Sejak Subuh

Pendaftaran siswa baru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA-SMK) jalur reguler secara online dibuka

Penulis: Tim Tribun Manado | Editor: Lodie_Tombeg
TRIBUN MANADO/ARTHUR ROMPIS
Calon siswa dan orangtua sibuk mendaftar melalui Siap PPDB Online di salah satu ruangan sekolah di Manado, Sulawesi Utara, Senin (02/07/2018). 

TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO – Pendaftaran siswa baru Sekolah Menengah Atas dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMA-SMK) jalur reguler secara online dibuka Senin (2/7/2018). Namun sejumlah lulusan Sekolah Menengah Pertama (SMP) mengaku gagal mendaftar. Mereka kesulitan memasukkan (input) data pada situs Sulut Siap PPDB.

"Susah input datanya," kata Alex, seorang calon siswa SMK. Alex berkali-kali gagal memasukan dari ponselnya. Akhirnya ia memilih datang langsung menuju ke SMK Negeri 2 Manado. "Di sana disediakan internet serta laptop, kalau tidak mengerti diarahkan oleh petugas," beber dia kepada tribunmanado.co.id, Senin kemarin.

Rusdi, operator di SMA Negeri 2 Manado mengatakan, dari 50 siswa yang mendaftar hari itu, hanya 10 yang mendaftar lewat internet dari rumah. "Sisanya kami yang daftarkan di sekolah," kata dia.

Ia menyebut, umumnya siswa mengaku kesulitan mendaftar lewat ponsel. Dia menengarai hal itu
karena jaringan yang lemot. "Kalau dari server tak ada masalah," kata dia.

Kepala SMK Negeri 2 Manado, Robyn Koloway mengatakan, pihaknya menyediakan fasilitas komputer, print dan internet untuk siswa mendaftar. "Daripada mereka harus ke warnet, cari tempat print lagi, lebih baik langsung ke sini," kata dia.

Dikatakan Koloway, ia menyediakan puluhan
komputer yang terdapat di tiga ruangan. Beber Koloway, banyak orangtua mengeluh harus cari tempat print untuk mencetak data yang hendak diverifikasi di sekolah.

Amatan tribunmanado.co.id, ratusan siswa nampak antre untuk memasukkan data di komputer. Saking membludaknya calon siswa, Koloway terpaksa turun tangan jadi operator.

Di SMP Negeri 1 Manado, orangtua siswa protes karena pendaftaran nanti dibuka pukul 11 siang. Padahal siswa sudah mengantre sejak pagi. Bahkan, ada yang sudah datang pukul 05.00 Wita untuk ambil antrean. Alasan pihak sekolah, yakni para guru melayat duka.

"Kami sudah tunggu sejak pagi. Saya dari jam 7, ada yang sudah dari subuh, tiba-tiba dikatakan nanti buka jam 11, seharusnya bilang dari tadi. Ini sungguh merugikan kami," kata Andreas, warga Keluarahan Bumi Beringin, Manado.

Dikatakan Andreas, ia terpaksa tidak masuk kerja gara-gara mengantar anak masuk sekolah.

Kespek Jeane Rey ketika dikonfirmasi mengaku bakal mengecek hal itu. "Setahu saya pendaftaran dibuka pukul 08.00, bukan pukul 11.00," kata dia. Rey meminta maaf atas kejadian yang tidak mengenakkan itu.

Sekolah unggulan banjir pendaftar. Seperti pada tahun sebelumnya, peminat SMA Negeri 1 Manado sangat banyak. Sebanyak 123 pendaftar terjaring pada dua hari pendaftaran siswa baru jalur khusus pekan lalu.
Diperkirakan ada ribuan siswa yang akan
mendaftar pada pendaftaran reguler mulai 2 hingga 7 Juli 2018.

Padahal kuota siswa sekolah favorit ini berkurang drastis tahun ini. Hanya 256 siswa dengan 8 ruang belajar. Dipastikan banyak yang gigit jari.

Kepala SMA Negeri 1 Manado, Sherly Kalangi membeberkan, alasan mengurangi kuota tahun ini.
"Sebelumnya kami memakai empat lab sebagai ruang kelas. Nah, tahun ini ruang lab itu akan kembali difungsikan, jadi otomatis berdampak pada pengurangan jumlah siswa," kata dia.

Alasan lainnya, kata dia, adalah bakal diberhentikannya sejumlah guru honor. Ia mengaku tak kuat lagi menggaji mereka. "Ada dua puluh guru honor, kami kekurangan dana menggaji mereka yang jumlahnya hampir dua jutaan, makanya banyak di antara mereka akan diberhentikan. Kami tak kuat menggaji mereka. Ini otomatis berdampak pada pengurangan kuota murid baru," kata dia.

Dikatakannya, dana sekolah lagi seret menyusul larangan
memungut uang dari orangtua siswa. Pihaknya tak bisa andalkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang jumlahnya kecil.

"Kalau harap partisipasi saja, hanya segelintir orang yang memberi," kata dia. Untuk penerimaan siswa baru
saat ini, ia memprioritaskan siswa yang cerdas. Ia menolak siswa titipan.

"Kami akan sangat selektif dalam menerima siswa," beber dia. Terkait siswa titipan, ia mengaku, kerap kali didatangi sejumlah pihak yang mengaku dari pihak tertentu untuk memasukkan anak atau kerabatnya ke sekolah itu.

Ada yang dengan cara halus, ada pula yang memaksa. "Namun kepada mereka, saya tegaskan bahwa kami sesuai aturan, siswa yang kami terima adalah sesuai aturan," kata dia.

Puluhan calon siswa berlomba mengisi data secara online di SMA Negeri 1 Molibagu, Kecamatan Bolaang Uki, Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel), Senin kemarin.

Mereka duduk berjejer di hadapan meja panjang. Di meja dipenuhi komputer. Di samping calon siswa, ada beberapa guru yang menuntun dalam pengisian data.

Febrianti Tungkagi, pendaftar jalur reguler asal Desa Dudepo, mengaku tidak kesulitan karena jaringan internet di Molibagu stabil. "Sangat mudah, apalagi guru-guru turun langsung buat pendaftaran online," ujarnya.

Senada diucapkan oleh Siti Zulzianti, pendaftar asal Desa Salongo. Ia mengaku sistem pendaftaran online lebih mudah ketimbang manual. "Sebab langsung dapat nomor peserta dan kode verifikasi sukses dilakukan sebagai bukti lewat print out," ujarnya. "Tidak ada pungutan, pendaftarannya dilakukan secara gratis," ujarnya.

Serupa diucapkan Siti Rostila Kodengo, pendaftar asal Desa Sondana. "Kalau ada yang bingung langsung kami tanya kepada guru. Kemudian kami diminta memperhatikan ulang format isi sebelum diverifikasi," ujarnya.

Kepala SMA Negeri 1 Molibagu, Welson Aliu, memastikan pendaftaran gratis. "Jadi tidak ada namanya titip menitip nama, semua sama wajib mengisi formulir dan proses verifikasi," ujarnya.

Herry Tombeng, Anggota DPRD Sulut
Herry Tombeng, Anggota DPRD Sulut (TRIBUNMANADO/RYO NOOR)

DPRD Sulut: Awas Ada Pungli

LEGISLATIF Sulut mengawasi penerimaan siswa baru tahun ajaran 2018/2019. Anggota Komisi IV DPRD Sulut, Herry Tombeng mengungkapkan, pada pendaftaran tahun ajaran baru ini, ia tak menghendaki lagi laporan terkait pungutan liar (pungli).

"Tahun ini jangan ada lagi pungli kiri kanan. Uang bangku lah, uang pembangunan, dan segala macam modus uang-uang. Stop semua," kata dia ketika diwawancarai tribunmanado.co.id, Senin (2/7/2018).

Tombeng mengatakan, sudah sangat klasik permasalahan pendaftaran. Harusnya pemerintah telah menuntaskan persoalan ini sejak lama. Jangan tiap tahun masih berulang-ulang.

"Kalau oknum-oknum (pungli) masih gentayangan belum kapok berarti ada yang salah. Pemerintah belum tegas memberlakukan punisment dan paling penting pencegahan ," ujarnya.

"Kasihan kalau sekolah masih memperhitungkan segala macam uang. Ini membebani orangtua murid," ujarnya. Kebutuhan sekolah harusnya sudah bisa dipenuhi oleh dana BOS. Tak perlu lagi lakukan pungutan.

"Kalau masih ada lagi, saya kira konsekuensinya jelas yang harus diambil Dinas Pendidikan sebagai instansi yang membawahi sekolah," ujar dia.

Zonasi Pengganjal
Tombeng mengatakan, sebenarnya penerapan sistem zonasi sudah tepat, selain untuk pemerataan penerimaan sesuai wilayah, makin membuat penerimaan jadi efektif dan efisien.

Tapi persoalan ya, belum semua sekolah punya kualitas yang sama. Hal ini yang menentukan tingkat kepercayaan orangtua untuk memasukan anaknya ke sekolah. Sistem zonasi itu juga menghilangkan ketimpangan antara satu sekolah dengan yang lain.

"Kualitas sekolah ini memang jadi persoalan nasional, adalah bersaing untuk meningkatkan kualitas dengan harapan akan banyak orangtua tertarik mendaftarkan anaknya," kata politisi Partai Gerindra ini.

Tapi menurut Tombeng, kualitas sekolah memang ditentukan oleh kualitas tenaga pendidik, fasilitas, yang tak kalah penting penerapan disiplin. "Memang banyak faktor yang mempengaruhi, selain kemampuan guru mengajar, juga kemampuan si anak didik," kata dia.

Akhirnya kualitas ini yang menjadi pertimbangan utama orangtua memilih sekolah. Ia mencontohkan, ada ketimpangan mencolok antara sekolah negeri dan sekolah swasta. Prestasi tertinggi misalnya dalam UN didominasi siswa dari sekolah swasta.

Sekolah swasta maju karena disiplin dan kualitas guru
"Guru-guru bukan asal caplok, tapi yang punya kualitas. Kemudian honor untuk guru kontrak lebih tinggi," kata dia. Secara pendekatan ke siswa cenderung lebih privat artinya jika siswa tertinggal maka guru akan turun tangan langsung secara personel. "Penting soal pemberdayaan anak didik bertolak dari rasa prihatin dari guru soal perkembangan anak," kata dia.

Goinpeace Tumbel
Goinpeace Tumbel (ISTIMEWA)

Sekolah Penuhi Kebutuhan Siswa

Dr Goinpeace H Tumbel, pengamat pendidikan dari Unima, menjelaskan,  fasilitas, sarana dan sumber daya harus ditunjang agar sekolah banyak dilirik. Zonasi atau rayonisasi masing-masing punya plus minus. Perlu dilakukan contoh misalnya kalau tidak zonasi maupun rayonisasi, sekolah akan dilirik jika difasilitasi.

Setiap orang, apalagi orangtua siswa menginginkan anaknya belajar di sekolah populer. Harus diakui sekolah banyak dipilih oleh orangtua. Sekolah yang tak punya kualifikasi, tidak memiliki fasilitas dan infrastruktur nantinya akan ditinggalkan dan tidak dipilih.

Sekolah yang dituju tentu memiliki banyak fasilitas. Memang di satu sisi, ada penertiban. Ada pengaturan agar supaya sekolah bisa dimaksimalkan, tidak terjadi kekurangan.

Kebijakan zonasi harus didorong. Seperti fasilitas harus dipikirkan pemerintah. Kebijakan ini baik tetapi bagaimana dia menjadi sekolah unggulan dan dilirik, bagaimana menjamin sumberdaya dan kompetensi guru. Sekolah harus berbenah.

Apa yang masih kurang harus dibenahi agar menjadi sekolah unggulan. Sebelum ada kebijakan zonasi, sekolah itu proaktif mencari siswa, ada sekolah seperti itu. Murid kurang sehingga mereka berusaha bagaimana ada siswa.

Siswa akan cari sekolah yang mempunyai keunggulan dan memang ke depan harus begitu. Sekolah harus memenuhi kebutuhan orangtua dan siswa. Perlu ada timbal balik.

Di satu sisi ada positifnya. Bagaimana sekolah yang belum unggulan harus memiliki daya tarik dari siswa. Kebijakan zonasi itu bagus. Jutru kebutuhan ke depan, bagaimana bertahan di era global. Nantinya didorong ada kebangkitan dari setiap sekolah. Harus tampil menjadi sekolah yang mengundang ketertariakan dan dilirik orang. Pemerintah keluarkan kebijakan dan bergerak serta menunjang.

Orangtua Murid Tak Perlu Antre Lagi

Kompleks SMK Negeri 3 Manado ramai. Ratusan anak remaja dan orangtua berdatangan ke sekolah di Jalan TNI Tikala, Manado, Senin (2/7/2018).

Mereka melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ajaran 2018/2019. Selain para calon siswa baru, orangtua atau wali murid juga terlihat dalam kerumunan para calon siswa yang rata-rata memegang map berwarna-warni itu.

Adapun syarat berkas pendaftaran di antarnya surat keterangan lulus, Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN), akta kelahiran, kartu keluarga, KTP orangtua, pas foto 3x4, surat kererangan kesehatan dan keterangan bebas narkoba.

Siswa yang telah mengisi data kepesertaan kemudian membawa formulir peserta ke panitia penerima berkas sesuai jurusan. Sekaligus untuk melakukan sesi tes wawancara.

Ketua Panitia Penerimaan Siswa Baru, Delly Saroinsong membenarkan, hari ini (kemarin) adalah waktu dibukanya pendaftaran. "Jalur reguler atau umum itu pendaftarannya dibuka mulai tanggal 2 hingga 7 Juli mendatang," kata Delly saat ditemui tribunmanado.co.id di SMK Negeri 3 Manado, Senin (2/7/2018) siang.

Hari pertama pendaftaran jalur reguler, tak sedikit para pendaftar baik calon siswa dan orangtua calon siswa mengeluhkan sistem pendaftaran online.
"Sudah susah sekali mau daftar anak sekarang. Soalnya harus daftar lewat online dulu, baru nanti ke sekolah untuk melakukan verifikasi ID," kata Koni Dalalu, warga Lingkungan III, Kelurahan Karame, Manado saat mengantar anaknya mendaftar di SMK Negeri 3.

"Kalau dulu, 3 tahun lalu, saya daftarkan anak sulung. Saya hanya perlu mengantar berkas di sekolah. Tapi sekarang malah harus daftar online dulu, kemudian harus ke sekolah dan itupun mengantre agar nomor ID-nya bisa diversifikasi," ucapnya.

Saroinsong menambahkan, sistem ini lebih memudahkan sekolah dan orangtua calon siswa.
"Kalau kita buka pendaftarannya di sekolah, itu kan pasti ada biaya beli meterai, map, dan untuk cetak berkas itu kan juga butuh anggaran. Nah takutnya jika itu kita terapkan di sekolah malah nantinya kita bisa dicap melakukan pungli dan lain-lain," katanya.

"Jadi kami pikir ini juga untuk memudahkan orangtua siswa. Karena mereka sudah tak perlu mengantre panjang di sekolah untuk melakukan pendaftaran. Toh kan bisa daftar di mana saja, warnet, atau tempat-tempat yang memiliki jaringan internet. Dan ini seharusnya lebih menguntungkan dari segi waktu dan anggarannya dong," kata Delly. (art/ryo/fer/ind/lix)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved