Koteka Suku Dani Juga Berfungsi Sebagai Dompet dan Tempat Tembakau
Walau dalam teknologi suku Dani mungkin ketinggalan beribu-ribu tahun, namun dalam hal kesehatan mereka cukup maju.
Di tengahnya ada perapian. Rumah itu tidak berjendela dan hanya memiliki satu pintu kecil. Atapnya dari rumput, lantainya diberi alas rumput kering.
Puskesmas Tiom tidak dilengkapi dengan fasilitas untuk rawat inap. Padahal sangat diperlukan untuk pasien yang sakit berat. Karena itu di samping puskesmas (yang berbentuk rumah panggung dari kayu) dibangun dua buah honai.
Satu untuk pria dan satu untuk wanita. Infus dilakukan di honai, biarpun tidak memenuhi persyaratan kesehatan. Bangunan puskesmas sendiri terlalu dingin untuk tubuh telanjang, tanpa persediaan pakaian dan selimut.
Sedangkan di honai cukup hangat, karena tidak ada ventilasi dan perapian di tengah selalu dinyalakan. Cuma kadang-kadang mengakibatkan luka bakar pada pasien, seperti yang pernah terjadi pada seorang pasien pria.
la terkena luka bakar pada dada dan punggungnya. Walau lukanya hanya di permukaan, tetapi cukup lebar. Kalau tidak diperban pasti infeksi, karena dia tidur di honai yang beralas rumput kering. Padahal perban tidak ada.
Untung ada perawat misionaris yang menganjurkan menggunakan daun pisang saja. Kami mencari daun pisang muda yang masih tergulung, yang berarti belum dicemari kotoran.
Setelah dipanggang di atas api supaya steril, daun pisang itu dililitkan di dada seperti kemben, dan diikat. Setiap hari daunnya diganti. Luka bakar itu akhirnya sembuh tanpa infeksi.
Sejak kejadian itu ada seorang misionaris menyumbang seprai yang sudah usang, Seprai itu kami potong-potong dan kami bungkus dengan kertas, kemudian dimasukkan ke dalam kaleng, lalu dikukus.
Jadilah perban steril untuk persiapan bila ada luka bakar lagi. Begitu berharganya secarik kain di sana, sampai perban bekas seprai itu pun setelah dipakai tidak dibuang, tetapi dicuci untuk digunakan lagi.
Jarang makan garam
Garam pun sangat langka. Mungkin orang Dani merasakan makanan bergaram hanya setahun sekali, pada waktu pesta. Sehari-hari mereka makan ubi dan sayur hambar. Karena itulah penyakit tekanan darah tinggi tidak ada.
Karena langkanya, maka garam dianggap suatu kenikmatan yang luar biasa. Para misionaris yang biasa minta bantuan anak-anak orang Dani untuk mendorong sepeda mereka waktu mendaki bukit, mengupahi anak-anak itu dengan sejumput garam yang diletakkan di telapak tangan.
Orang Dani juga mempunyai kebiasaan memakai barang-barang sekali pakai. Pakaian mereka seperti koteka dan rok berumbai-rumbai akan dibuang kalau sudah kotor atau rusak. Demikian pula lantai rumah yang diberi alas rumput kering. Bila dikencingi anak atau kena kotoran lainnya langsung dibuang.
Alat makannya hanya daun pisang yang berfungsi sebagai piring. Mereka makan dengan tangan. Untuk mengambil sayuran, kadang-kadang mereka memakai lidi dari kayu, yang berfungsi seperti garpu. Bisa ditebak bahwa makanan mereka tidak pernah berkuah.
Yang repot ialah memberi makan bayi. Ibu-ibu tidak bisa membuat makanan bayi, sebab tidak ada alat untuk menghaluskan makanan. Padahal bayi tidak bisa mengunyah. Tidak heran bila banyak bayi kekurangan gizi di atas usia 7 - 8 bulan.