Kisah Heldy, Gadis yang Disebut Sebagai Cinta Terakhir Soekarno
Ketika mengandung Heldy, Hj. Hamiah sempat melihat bulan purnama bulat utuh.
Setelah itu, Heldy sering muncul di Istana. Sebab ia menjadi salah satu anggota Bhinneka Tungga Ika.
Suatu hari, aktivitas Heldy sebagai anggota barisan Bhinneka Tunggal Ika agak menurun karena sakit. Namun ketika suatu penugasan baru mengharuskannya ikut.
Heldy mempersiapkan diri dengan saksama. Ia meminta Minot memasangkan sanggul dengan sempurna. Kain milik sendiri, demikian pula kebaya warna hijau yang sangat pas di badan.
Ketika acara mulai, Heldy tetap mengambil posisi sudut. Tapi Presiden malah memintanya mendekat. Mental Heldy langsung jatuh.
Kesalahan apa lagi kali ini? Gadis 18 tahun itu melangkah pelan dengan kaki gemetaran.
“Ke mana saja kau, sudah lama tidak kelihatan?” Rupanya presiden memperhatikan.
“Sakit, Pak,” jawab Heldy dengan suara lirih tercekat.
“Bohong, kau pacaran. Saya lihat kau di Metropole sedang menonton film.”
“Tidak, Pak,” kali ini Heldy berani mengangkat muka. Tapi pertanyaaan bertubi-tubi mengubur kembali nyalinya. Heldy kembali tertunduk.
“Nanti kau lenso sama aku ya. Sini, kau duduk dekat aku,” kata Presiden.
Saat menari lenso pun tiba. Heldy yang untungnya sering diajari kakaknya menari lenso, tahu harus melakukan apa. Tapi berlenso dengan Presiden? Oh, tidak.
Di hadapan banyak tamu penting, juga artis penghibur yang lebih senior seperti Titiek Puspa, Rita Zahara, dan Feti Fatimah, Heldy menyambut uluran tangan Presiden.
Dengan ragu ia memberikan telapak tangan kirinya yang dingin untuk digenggam Bung Karno, sementara ia harus meletakkan tangan kanannya di bahu kiri Bung Karno.
Ia menunduk, membiarkan pinggang kecilnya dipeluk Bung Karno yang terus-menerus menatapnya.
“Siapa namamu?” tanya Bung Karno sambil berbisik.