Sulawesi Utara
Menuju Sulut Maju, Sejahtera dan Berkelanjutan

Ahli Hukum Tata Negara Indonesia Sebut UU BUMN Bertentangan dengan Konsep IRI

Hal ini berdampak pada kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang, yang merugikan hak-hak konstitusional masyarakat dan Negara.

Editor: Alexander Pattyranie
ISTIMEWA
Berfoto bersama usai sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/5/2018) - TAKEN (Tim Advokasi Kedaulatan Ekonomi Indonedia), Pemohon gugatan AM Putut Prabantoro (baris keempat dr kiri), Saksi Ahli Prof DR Yohanes Usfunan dari Universitas Udayana (berjas) dan Prof DR Tulus Tambunan dari Universitas Trisakti (baju putih). 

TRIBUNMANADO.CO.ID - Guru Besar Universitas Udayana, Prof DR Yohanes Usfunan, satu dari 21 Ahli Hukum Tata Negara Indonesia yang bertemu dengan Presiden Joko Widodo pada tahun 2016, menyatakan, rumusan UU No 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya Pasal 2 ayat 1 (b) dan juga Penjelasannya, adalah kabur atau tidak jelas.

Hal ini berdampak pada kemungkinan timbulnya tindakan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang (abuse of authority) yang merugikan hak-hak konstitusional masyarakat (termasuk Para Pemohon) dan merugikan Negara.

Rumusan yang tidak jelas atau kabur itu juga berdampak pada perhatian BUMN terhadap kesejahteraan dan kemakmuran rakyat tidak seutuhnya atau “perhatian setengah hati”.

Oleh karena itu, sebagai konsekuensinya, UU BUMN bertentangan dengan konsep Indonesia Raya Incorporated (IRI) yang diajukan para pemohon gugatan, Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri dan AM Putut Prabantoro, yang menginginkan adanya pemerataan kemakmuran rakyat yang dicapai melalui pembangunan ekonomi nasional terintegrasi.

Penegasan Yohanes Usfunan diungkapkannya dalam kapasitas sebagai saksi ahli kedua pemohon dalam sidang gugatan uji materi UU BUMN di Mahkamah Konstitusi, Rabu (23/5/2018).

Pasal UU BUMN yang dipermasalahkan para pemohon adalah Pasal 2 ayat 1 (a) dan (b) tentang maksud dan tujuan pendirian BUMN, serta Pasal 4 ayat 4 tentang perubahan penyertaan keuangan negara yang diatur melalui melalui Peraturan Pemerintah.

Konsep IRI yang merupakan usulan dari AM Putut Prabantoro, dijadikan sebagai alat bukti legal standing oleh para pemohon uji materi.

Konsep IRI ini pertama kali muncul dalam buku “Migas - The Untold Story” tulisan AM Putut Prabantoro yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2014.

Konsep pemerataan kemakmuran itu juga diangkat sebagai topik Taskap (tugas akhir) PPSA XXI Lemhannas RI oleh AM Putut Prabantoro dengan judul “Pembangunan Ekonomi Nasional Terintegrasi Guna Pemerataan Kemakmuran Rakyat Dalam Rangka Ketahanan Nasional”.

“Karena rumusan Tujuan Pendirian BUMN kabur, sebagai konsekuensinya, UU BUMN bertentangan dengan konsep IRI. Konsep IRI ini menginginkan adanya pemerataan kemakmuran rakyat yang dicapai melalui pembangunan ekonomi nasional terintegrasi, sebagai perkawinan antara BUMN Pusat dan BUMD serta BUMdes dalam suatu sumber ekonomi yang melibatkan penyertaan modal dari BUMD/BUMDes seluruh Indonesia,” tegas Usfunan.

Konsep IRI ini, Usfunan menjelaskan lebih lanjut, berkaitan dengan pemerataan kemakmuran ekonomi yang merupakan pengejawantahan pasal 33 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

Dengan demikian, tujuan mengejar penerimaan negara dan keuntungan dari suatu pendirian Badan Usaha Milik Negara, untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dan sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai amanat Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Menurut Doktor Hukum dari Universitas Airlangga ini, kekaburan rumusan tidak hanya terletak pada Pasal 2 ayat 1 (b) yaitu mengejar keuntungan, tetapi juga terletak pada Penjelasan Pasal 2 ayat 1 (b). Rumusan ketentuan huruf b Pasal 2 ayat (1) tersebut, secara eksplisit jelas mengenai eksistensi BUMN yaitu, untuk mencari keuntungan.

“Dengan rumusan seperti itu, kemungkinan BUMN mengabaikan (tidak memprioritaskan) kepentingan umum yaitu kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Apalagi, Usfunan menandaskan, kegiatan mencari keuntungan oleh BUMN seperti itu tanpa pengawasan DPR, maka tidak menutup kemungkinan menimbulkan tindakan sewenang-wenang, penyalahgunaan wewenang 'abuse of authority' yang merugikan hak-hak konstitusional masyarakat (termasuk Para Pemohon) dan merugikan Negara,” ujarnya.

Sebaliknya, rumusan Penjelasan Ketentuan tersebut juga kabur, demikian diurai lebih lanjut oleh Usfunan, oleh karena itu tidak sepenuhnya BUMN memperhatikan kepentingan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved