Puluhan Tahun Tinggal di TPA Sumumpo, Warga Bangun Gubuk Dari Sampah
Teti dan Zari Zakaria hanya tinggal di gubuk yang dibangun dari sampah-sampah warga Kota Manado yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Sumumpo
Penulis: Finneke | Editor:
Laporan Wartawan Tribun Manado Finneke Wolajan
TRIBUNMANADO.CO.ID, MANADO - Teti Zakaria (14) dan Zari Zakaria tampa sedang bersantai di istana mereka, Selasa (22/5) siang. Matahari begitu terik, wajah keduanya tampah basah karena bulir keringat.
Ruangan sempit berukuran dua kali tiga meter itu tampak begitu nyaman bagi keduanya. Tak ada kursi atau meja, tak ada lemari. Hanya ada lantai yang beralaskan karpet yang tampak sudah lusuh.
Atapnya hanya setinggi kurang lebih dua meter dari lantai. Dindingnya hanya tripleks yang tampak sudah tua. Hanya plastik dan beberapa lembar seng yang menutup bangunan kecil itu.
Rumah ini memang bukan seperti rumah bagi kebanyakan warga. Rumah ini dibangun dari sampah-sampah warga Kota Manado yang dibuang di Tempat Pembuangan Akhir Sumumpo, milik Pemerintah Kota Manado.
Kayu, seng, plastik, tripleks, kursi, lemari dan semua sampah yang bisa dimanfaatkan untuk gubuk, semuanya diangkut. Di samping sampah botol plastik yang menjadi incaran para pemulung.
Bangunan ini tak menyoal keindahan maupun kemewahan, yang terpenting tak lagi beralasakan tanah dan beratapkan langit, bagi Teti dan Zari yang adalah saudara sepupu. Gubuk mereka memang berada di kawasan TPA Sumumpo.
Kurang lebih ada 15 kepala keluarga yang tinggal di dalam TPA ini, dengan kondisi rumah yang sama. Sangat sederhana dan jauh dari kata layak. Semua warga yang bermukim di sini adalah warga asal Gorontalo.
Setiap kepala keluarga membayar Rp 100 ribu per bulan untuk listrik dan Rp 35 ribu per bulan untuk biaya air. Meski gubuk, ada beberapa warga yang memiliki televisi. Yang tak punya, tinggal nebeng nonton ke tetangga.
Senin siang yang begitu terik itu membuat hampir semua pemulung di tempat itu tinggal rumah. Banyak yang bersantai dalam gubuk, ada pula beberapa yang tampak sibuk membereskan sampah yang mereka kumpulkan.
Ada anak-anak yang tampak bermain. Di samping gubuk, menggunung sampah yang berhasil mereka kumpulkan. Botol-botol plastik, kardus, plastik, karung dan jenis sampah lainnya.
Per hari, rata-rata warga bisa mendapat Rp 50 hingga Rp 100 ribu hasil memulung mereka selama sehari. Makin banyak sampah tentu makin banyak pendapatan mereka.
Dengan pendapatan tersebut, warga di TPA ini rela bertahun-tahun tinggal di TPA ini pundi-pundi rupiah, bahkan ada yang sudah 20 tahun. Pekerjaan yang sebenarnya mudah bagi mereka, karena sudah pasti dapat uang, jika ada sampah. Yang penting, fisik mampu untuk mengais timbunan sampah.
Setiap pukul 16.00 Wita, truk sampah mulai berdatangan. Warga bersiap berebutan sampah. Sering warga mengais sampah hingga pukul 20.00 Wita. Tak berat bagi mereka, karena telah bertahun-tahun ditekuni.
Jari Zakaria (39) keluar dari bagian belakang gubuk dan menyapa. Ia basah kuyup, katanya sementara mencuci baju. Jari lebih aktif bicara, ketimbang Teti dan Zari, Jari tak keberatan berbincang dengan Tribun Manado.